Show simple item record

dc.contributor.authorYonatha Novara Pretysta
dc.date.accessioned2014-01-22T06:38:10Z
dc.date.available2014-01-22T06:38:10Z
dc.date.issued2014-01-22
dc.identifier.nimNIM082010101025
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/21157
dc.description.abstractKanker didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkendali (Gilchrist, 1998). Insidensi kanker paru di Indonesia mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Kanker paru menduduki peringkat ke empat kanker terbanyak (Amin, 1996). Hal tersebut mendorong dilakukannya penelitian untuk mendapatkan suatu agen preventif yang berasal dari alam sebagai pengobatan antikanker yang dapat menimbulkan efek toksisitas sistemik yang rendah sehingga dapat mengurangi terjadinya suatu kegagalan terapi (Li et al., 1999). Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah melalui penelitian terhadap tanaman obat yang mudah didapatkan yang digunakan secara tradisional oleh masyarakat untuk mencegah terjadinya kanker. Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai antikanker adalah kedelai (Glycine max L.) (Koswara, 2006). Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan spesies tumbuhan yang termasuk dalam famili Leguminosae. Senyawa tumbuhan ini diketahui mempunyai sifat antikanker, antara lain : isoflavon, inhibitor protease, phitat, saponin, phitosterol, asam lemak dan omega-3. Di antara senyawa antikanker tersebut, perhatian terbesar ditujukan kepada isoflavon (Koswara, 2006). Isoflavon memiliki efek antikanker dengan menghambat aktifitas enzim penyebab kanker, aktifitas antioksidan, dan meningkatkan fungsi kekebalan (Koswara, 2006). Jenis senyawa isoflavon yang utama antara lain adalah genistein, daidzein, dan glistein (Ayuningtyas, 2009). Penghambatan sel kanker oleh isoflavon dicapai melalui mekanisme penghambatan regulasi siklus sel yang menyebabkan ekspresi gen abnormal menurun sehingga menginduksi apoptosis sel abnormal (Peterson et al, 1997). Secara in vitro, sari kedelai terbukti dapat mencegah terjadinya proses karsinogenesis (Pawiharsono, 2008). Berdasarkan hal tersebut, kedelai berpotensi sebagai agen preventif baru termasuk untuk kanker paru, maka dilakukan penelitian ilmiah lebih lanjut untuk mengetahui apakah sari kedelai (Glycine max L.) mempunyai pengaruh terhadap gambaran sel kanker paru pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi 7,12-Dimetilbenz(a)antrasen (DMBA. Jenis penelitian ini adalah true experimental laboratories dengan desain Post Test Only Control Group Design (Pratiknya, 2003). Pemilihan subjek penelitian untuk pengelompokan dan pemberian perlakuan dengan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) (Notoatmodjo, 2002). Dalam penelitian ini menggunakan 2 kelompok kontrol, yaitu kontrol negatif (pur dan aquadest) dan kontrol positif (DMBA) serta 3 kelompok perlakuan, yaitu P (sari kedelai dosis 5 mg/hari), P 2 (sari kedelai dosis 10 mg/hari), dan P 3 1 (sari kedelai dosis 20 mg/hari). Berdasarkan penelitian ini sari kedelai (Glycine max L.) terbukti mempunyai pengaruh terhadap gambaran histopatologi sel kanker paru, yaitu dapat menghambat terjadinya sel kanker paru pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi DMBA dan didapatkan jumlah sel kanker paru yang lebih sedikit pada pemberian dosis yang paling besar (dosis 20 mg/hari).en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries082010101025;
dc.subjectRattus norvegicusen_US
dc.titlePENGARUH SARI KEDELAI (Glycine max L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SEL KANKER PARU PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI 7,12-Dimetilbenz(a)antrasen (DMBA)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record