dc.description.abstract | Latar belakang skripsi ini adalah proses penegakkan hukum di Indonesia
pada dewasa ini telah memberikan peluang kepada sekelompok orang yang justru
memanfaatkan kesemrawutan pengurus Negara, untuk mendapatkan keuntungan
bagi dirinya. Praktik mafia hukum terjadi pada semua ruang dan tahapan, baik
pada tahap pembentukan hukum, maupun ditingkat penegakkan hukumnya. Tentu
ini menjadi tugas berat bagi jajaran kekuasaan kehakiman untuk membangun
kembali citra peradilan menjadi bermartabat dan dihormati masyarakat. Terlepas
dari kekurangan yang ada, terjadinya kekurang percayaan publik terhadap
lembaga peradilan tercermin dari banyaknya kritik dan berbagai bentuk
ketidakpuasan masyarakat. Tentu yang menjadi sorotan terkait dengan masalah
penegakkan hukum ini salah satunya adalah aparat peradilan (hakim).
Permasalahan skripsi ini adalah bagaimanakah kewenangan Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan Hakim-Hakim di daerah menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial dan apakah pengawasan Komisi Yudisial terhadap Hakim-Hakim di daerah sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial.
Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif yang berarti mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat
formal seperti undang-undang, literatur-literatur yang berisi konsep teoritis yang
kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan,
terkait dengan isu hukum yang dihadapi untuk mendapatkan suatu kesimpulan
yang sesuai dengan kebenaran ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah dan objektif. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penyusunan
skripsi ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber bahan hukum yang
digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non
hukum.
Kesimpulan yang dapat diambil dari permasalahan adalah Pertama, Terkait
dengan fungsi pengawasan Komisi Yudisial terhadap hakim-hakim khususnya
didaerah dengan mencermati rincian poin-poin yang dimuat dalam UU No. 18
Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial dapat disimpulkan ada penguatan kewenangan, termasuk kewenangan
yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 005/PUU-
IV/2006. Hal ini merupakan sebuah kemajuan menyangkut penguatan
kewenangan Komisi Yudisial, Sebab Komisi Yudisial yang sebenarnya diberi
kewenangan langsung oleh UUD 1945 sebelumnya terkesan sebagai komisi
dengan kewenangan yang sangat terbatas. Kedua Tidak tertulis secara rinci di
dalam Undang-Undang ini tentang pengawasan hakim-hakim di daerah akan
tetapi fungsi dari pengawasan tersebut mencakup kepada hakim-hakim termasauk
hakim-hakim di daerah, adapun pengawasan hakim oleh Komisi Yudisial sudah
tepat sasaran dengan bersinergi dengan lembaga lain seperti Mahkamah Agung
dalam menjalankan fungsi pengawasan sebagaimana tertuang dalam UU No.18
tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi
Yudisial.
Adapun saran dari penulis adalah Bahwa seharusnya di dalam UU No. 18 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU No. 22 tahun 2004 tentang komisi yudisial di dalam Pasal 13B yang berbunyi menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku hakim itu masih terlalu abstrak dikarenakan perilaku hakim apa yang harus diawasi oleh Komisi Yudisial. Ketika apa yang disebut dengan perilaku hakim itu masih terlalu ambigu jadi seharusnya perilaku hakim lebih dispesifikkan kedalam batasan-batasan yang mencakup segi perilaku hakim seperti yang tertuang didalam kode etik. | en_US |