dc.description.abstract | Arah Pengakuan, Pengukuran, Penilaian, dan Penyajian Aset Bersejarah
dalam Laporan Keuangan pada Entitas Pemerintah Indonesia (Studi
Literatur); Aisa Tri Agustini, 070810301122; 201; 114 halaman; Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember.
Pemerintah sebagai pengelola dana publik memiliki kewajiban untuk
memberikan informasi atas akuntabilitas baik yang berupa informasi keuangan
maupun non keuangan. Oleh karena itu, pemerintah mulai melakukan perubahan
pola pengelolaan keuangan yang mengarah pada accrual basiss. Perubahan
tersebut membuat pemerintah mengakui aset dan kewajiban yang memenuhi
definisi yang seharusnya. Termasuk aset bersejarah yang merupakan salah satu
dari aset publik yang dilindungi negara namun sampai saat ini perlakuan
akuntansinya masih menjadi perdebatan dunia..
Perspektif akuntansi membagi perlakuan aset bersejarah dalam beberapa
tahap, yaitu tahap pengakuan, pengukuran, penilaian, dan penyajian aset
bersejarah. Pada tahap pengakuan adalah bagaimana aset bersejarah dapat diakui
dalam neraca, dan kapan pengakuan aset bersejarah itu terjadi. Tahap selanjutnya
adalah pengukuran. Dalam tahap pengukuran, aset bersejarah akan diukur berapa
kos yang dilekatkan pada aset bersejarah tersebut pada saat awal aset bersejarah
diperoleh. Tahap ketiga adalah proses penilaian yang seringkali tidak dibedakan
dengan tahap pengukuran karena adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan
unit moneter untuk mengukur makna ekonomik (economic attribute) suatu objek,
pos, atau elemen. Tahap tersebut biasanya digunakan untuk menunjuk proses
penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap elemen atau pos
statemen keuangan pada saat penyajian. Dan tahap akhir dari beberapa proses
pengakuan aset bersejarah adalah melaporkan aset bersejarah dalam laporan
ix
keuangan pemerintah (penyajian). Pemerintah membuat laporan keuangan
pemerintah sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan aset publik.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
interpretif. Pendekatan ini dipakai karena peneliti bermaksud memperoleh
gambaran yang mendalam tentang pengakuan asset sejarah di dalam neraca dan
memotret bagaimana pengakuan aset bersejarah selama ini.
Penulis menyimpulkan bahwa aset bersejarah merupakan barang publik
yang berharga dan membawa atribut-atribut unik yang berkaitan dengan budaya,
sejarah, pendidikan/pengetahuan, lingkungan yang dilestarikan dan dipertahankan
keberadaannya dalam waktu yang tidak terbatas. Perlakuan aset bersejarah yang
dapat disimpulkan adalah pada tahap pengakuan aset bersejarah pemerintah
Indonesia seharusnya memperlakukan sama antara non-operational heritage
assets dengan operational hertitage aset. Yaitu diakui sebagai aset tetap dalam
laporan keuangan. Namun, jenis non operational heritage assets yang dapat
diakui dalam neraca adalah jenis aset tanah dan bangunan bersejarah yang
diperoleh pada periode berjalan. Kemudian aset bersejarah yang memiliki kos
yang dapat diukur secara andal maka aset bersejarah dapat diakui dalam neraca.
Kos yang andal ini dapat diperoleh dengan mendeteksi dari mana aset bersejarah
itu diperoleh. Aset bersejarah harus dapat dinilai dengan metode yang tepat
sehingga menghasilkan informasi yang andal mengenai kos pada aset bersejarah
yang disajikan dalam laporan keuangan. Penyajian aset bersejarah dalam laporan
keuangan pemerintah merupakan final action dari tahap pengakuan, pengukuran,
dan penilaian aset bersejarah. Adanya pengakuan aset bersejarah akan mendorong
pengelolaan aset bersejarah yang baik oleh entitas pengendali. | en_US |