Show simple item record

dc.contributor.authorDadik Prasetya Hutama
dc.date.accessioned2014-01-20T05:43:18Z
dc.date.available2014-01-20T05:43:18Z
dc.date.issued2014-01-20
dc.identifier.nimNIM042010101046
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/18265
dc.description.abstractMenurut data SUSENAS tahun 2000, prevalensi penyandang cacat di Indonesia mencapai 1,46 juta penduduk atau sekitar 0,74 % dari total penduduk Indonesia (197 juta jiwa) pada tahun itu. Persentase penyandang cacat di daerah pedesaan adalah 0,83 % lebih tinggi dibandingkan dengan persentase penyandang cacat di daerah perkotaan yang jumlahnya 0,63 % . Permasalahan penyandang cacat timbul karena adanya gangguan pada fisik mereka yang menghambat aktivitas-aktivitas sosial, ekonomi maupun politik sehingga mengurangi haknya untuk beraktivitas penuh dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Faktor lingkungan sosial juga mempengaruhi para penyandang cacat dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga dan lingkungan tetangga merupakan hambatan utama bagi anak–anak atau orang dewasa penyandang cacat untuk turut berperan serta di dalam semua aktifitas sosial masyarakatnya. Masih banyak penduduk Indonesia yang memandang negatif terhadap keberadaan penyandang cacat sebagai orang yang tidak punya kemampuan untuk berkembang Dilihat dari respon keluarga terhadap kecacatan, hampir semua keluarga mengalami proses duka cita yang mendalam. Proses ini dapat berlarut-larut dan tidak berakhir sehingga berakibat pada penyangkalan yang mengganggu proses penerimaan, tapi ada juga keluarga yang tidak menjadi rentan malah semakin kuat atau tabah dalam menghadapi kecacatan. Keluarga akan dihadapkan pada pandangan masyarakat baik yang bersifat menolak atau menerima penyandang cacat. Dari uraian tersebut, terlihat bahwa hubungan yang negatif diantara penyandang cacat, keluarga dan masyarakat, berdampak pada konsekuensi negatif yang dihadapi oleh penyandang cacat, keluarga dan masyarakat. Keadaan inilah yang akhirnya menimbulkan kondisi ketidakberdayaan penyandang cacat. Akibat dari ketidakberdayaan dan penerimaan dari masyarakat yang cenderung negatif dan menolak keberadaannya, sering kali keluarga terutama orang tua penyandang cacat ini akan mengalami berbagai gangguan jiwa berkaitan dengan masa depan anggota keluarga atau anaknya tersebut. Orang tua penyandang cacat ini cenderung mengalami depresi, cemas, dan gangguan jiwa lainnya. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kecemasan, dan tingkat kecemasan pada orang tua dengan anak yang anak yang mengalami cacat mental pada Sekolah Luar Biasa Bagian C Taman Pendidikan Dan Asuhan Jember. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah agar adanya pendekatan psikologis untuk mengantisipasi dan mengurangi terjadinya kecemasan. Jenis penelitian ini adalah penelitian diskriptif. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa Bagian C Taman Pendidikan dan Asuhan Jember pada bulan September 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada kecemasan sebanyak 5 orang responden dari total 32 orang responden dengan persentase 16% dan pada kategori cemas terdapat 27 orang responden dari total 32 orang responden dengan persentase 84%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat kecemasan pada sebagian besar orang tua dengan anak yang mengalami cacat mental. Kecemasan yang paling banyak terjadi adalah kecemasan ringan.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries042010101046;
dc.subjectKECEMASAN PADA ORANG TUA DENGAN ANAK YANG MENGALAMI CACAT MENTALen_US
dc.titleTINGKAT KECEMASAN PADA ORANG TUA DENGAN ANAK YANG MENGALAMI CACAT MENTAL PADA SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN C TAMAN PENDIDIKAN DAN ASUHAN JEMBERen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record