dc.description.abstract | Antibiotik ialah suatu zat yang dihasilkan oleh berbagai spesies
mikroorganisme terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi
pertumbuhan bakteri jenis lain. Ketersediaan berbagai jenis antibiotik ternyata
membawa kesulitan dalam pemilihan antibiotik secara tepat, aman, dan efektif
untuk seorang pasien. Dampak dari penggunaan antibiotik yang kurang tepat akan
menyebabkan berkembangnya kuman-kuman yang resisten terhadap antibiotik,
perawatan menjadi lebih lama, dan biaya perawatan menjadi lebih mahal. Salah
satu penyebab kematian utama pada hampir sebagian besar masyarakat di negara
berkembang yang penatalaksanaannya membutuhkan terapi dengan antibiotik
adalah penyakit infeksi paru non tuberculosis (TB) yang di dalamnya meliputi
pneumonia, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) non pneumonia, dan abses
paru. Di Kabupaten Jember, berdasarkan hasil survey oleh Dinas Kesehatan pada
tahun 2005, kasus-kasus infeksi paru non TB menempati posisi keempat setelah
kasus penyakit diare, demam berdarah, dan TB dengan persentase rata-rata
sebesar 7,75%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis, rute, dosis,
dan lama penggunaan antibiotik yang diberikan pada pasien dalam pengobatan
kasus infeksi paru non TB serta profil kasus infeksi paru non TB (usia dan jenis
kelamin pasien serta persentase tingkat kejadian penyakit) di RS Paru Jember
selama periode 1 Januari-31 Desember 2007.
Penelitian dilakukan secara non-eksperimental dengan rancangan
deskriptif, analisis, dan retrospektif. Bahan penelitian yang digunakan adalah
Dokumen Medik Kesehatan (DMK) pasien infeksi paru non TB Rumah Sakit
Paru Jember mulai tanggal 1 Januari-31 Desember 2007 yang diambil secara acak
vii
(simple random sampling) sebanyak 92 sampel. Data-data kualitatif yang
diperoleh disajikan dalam bentuk uraian atau narasi, sedangkan data kuantitatif
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa penggunaan antibiotik terapi
yang diberikan pada pasien dengan kasus infeksi paru non TB di RS Paru Jember
terdiri dari amoksisilin PO sebesar 69,56%; ampisilin PO sebesar 1,09%;
sefadroksil PO sebesar 11,96%; sefotaksim IV sebesar 7,61%; siprofloksasin PO
sebesar 8,69%; dan levofloksasin PO sebesar 1,09%. Sedangkan untuk profil
kasus infeksi paru non TB tertinggi di RS Paru Jember terjadi pada pasien usia
dewasa dengan persentase sebesar 70,65% yang didominasi oleh pasien
perempuan sebanyak 38,04% terdiri dari 41,30% kasus bronkitis kronis, 15,22%
kasus bronkitis akut, 10,87% kasus bronkopneumonia, 4,35% kasus abses paru,
3,26% kasus common cold (selesma), 2,17% kasus brokhiolitis akut, 1,09% kasus
pneumonia, dan sisanya sebesar 21,74% termasuk dalam kasus ISPA yang tidak
digolongkan. Secara keseluruhan, dosis yang diberikan serta lama penggunaan
dalam terapi untuk masing-masing antibiotik sesuai dengan yang
direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) sehingga dapat
dikatakan bahwa obat-obat tersebut dapat menghasilkan efek terapeutik yang
menunjang keberhasilan pengobatan pasien. Namun selama dilakukan penelitian
menggunakan data yang tertera pada DMK, ternyata diketahui bahwa hampir
semua pasien tidak mendapatkan pemeriksaan mikrobiologi. Hal ini mungkin
diakibatkan kesulitan dalam memperoleh sampel sebagai bahan pemeriksaan baik
dari segi teknis maupun faktor biaya. Selain itu, ternyata tidak keseluruhan data
yang tertulis di DMK benar-benar sesuai dengan kriteria pencatatan dalam DMK
yaitu correct, complete, dan clear. | en_US |