Show simple item record

dc.contributor.authorTita Swastiana Adi
dc.date.accessioned2013-12-27T02:39:37Z
dc.date.available2013-12-27T02:39:37Z
dc.date.issued2013-12-27
dc.identifier.nimNIM102010101098
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/13238
dc.description.abstractParasetamol atau asetaminofen merupakan obat analgetik dan antipiretik yang sudah dikenal luas untuk swamedikasi (pengobatan sendiri) di seluruh dunia, sejak tahun 1950 terjual cepat dengan harga yang murah serta digunakan secara bebas tanpa perlu menggunakan resep dokter. Karena tergolong obat bebas dan mudah didapatkan, risiko terjadinya penyalahgunaan asetaminofen menjadi lebih besar. Pada dosis terapi, 5-15% obat ini umumnya dikonversi oleh enzim sitokrom P450 di hati menjadi metabolit reaktifnya, yang disebut N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI) yang berperan sebagai radikal bebas dan memiliki half life yang sangat singkat. Konsumsi parasetamol dengan dosis toksis sebesar 1520 gram per hari dapat menimbulkan toksisitas pada hati (hepatotoksik) dan diikuti beberapa organ lain, salah satunya ginjal (nefrotoksik) yang berupa nekrosis tubulus ginjal akut. Ginjal merupakan organ vital tubuh yang sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal juga berfungsi sebagai organ eksresi untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme dan bahan kimia asing. Gangguan pada ginjal seperti infeksi ginjal atau masuknya bahan-bahan racun, polutan dan obat-obatan yang merusak ginjal dapat menyebabkan terhambatnya proses pembentukan urin. Salah satu indeks fungsi ginjal yang terpenting adalah laju filtrasi glomerulus (GFR) yang memberi informasi tentang jumlah jaringan ginjal yang berfungsi. Laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat diukur secara klinis sederhana, yaitu dengan level serum kreatinin. Kreatinin merupakan indikator kuat bagi fungsi ginjal, peningkatan kadar dua kali lipat dari serum normal menunjukkan penurunan fungsi ginjal sebanyak 50%. Ketika tubuh dalam kondisi lemah atau terkena paparan radikal bebas terlalu banyak, maka mekanisme proteksi tambahan diperlukan yaitu melalui konsumsi antioksidan yang banyak terkandung dalam bahan alam, salah satunya tanaman tauge (Vigna radiata (L.)). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak tauge dapat mencegah peningkatan kadar kreatinin serum tikus wistar yang diinduksi parasetamol dosis toksik. Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasy experimental laboratories. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Post Test Only Control Group Design. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling dan sampel yang digunakan adalah tikus Wistar, dengan jenis kelamin jantan, umur 2-3 bulan, berat badan 100-200 gram, dan kondisi fisik sehat. Terdapat lima kelompok perlakuan, yaitu kelompok K(+) yang diberikan CMC Na 1% selama 9 hari dan parasetamol dosis 2500 mg/kgBB pada hari ke 7 ; kelompok K(-) yang diberikan CMC Na 1% selama 9 hari; kelompok P1, P2, dan P3 masing-masing diberikan ekstrak tauge dengan dosis 50, 100, dan 200 mg/kg BB selama 9 hari dan pada hari ke-7 diberikan parasetamol dosis 2500 mg/kg BB. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus dengan total sampel 25 tikus. Sampel darah diambil pada hari ke-9 kemudian diukur kadar kreatinin serum. Data kemudian dianalisis dengan uji post hoc Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak tauge memiliki efek nefroprotektif pada tikus yang diinduksi parasetamol dosis toksik. Ketiga peringkat dosis yang diuji, dosis 200 mg/kg BB memiliki efek nefroprotektif yang paling efektif.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries102010101098;
dc.subjectNefroprotektif Ekstrak Tauge (Vigna radiata (L.))en_US
dc.titleEFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIKen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record