dc.description.abstract | Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah kondisi sel-sel otot polos,
stroma dan epitel pada kelenjar prostat yang mengalami proliferasi berlebih.
Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa faktor risiko
yang memengaruhi seperti usia, geografi, genetik. hormon seksual, sindrom
metabolik, diabetes, obesitas, pola makan, aktivitas fisik dan inflamasi. Terdapat
berbagai pilihan terapi obat untuk pasien BPH meliputi, alpha blocker, 5-alphareductase inhibitor, PDE 5 inhibitor, antimuskarinik, beta-3 agonis, terapi
kombinasi dan fitoterapi. Penggunaan obat yang efektif dapat mengurangi biaya
perawatan dan meminimalkan komplikasi BPH. Keberagaman pilihan terapi obat
pada pasien BPH mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang
berhubungan dengan efektivitas biaya terapi pada pasien BPH di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Bangil Pasuruan.
Penelitian ini menggunakan studi farmakoekonomi dengan
membandingkan efektivitas terapi dan total biaya perawatan pasien BPH rawat
jalan di RSUD Bangil Pasuruan. Pengambilan data dilakukan secara observasional
dengan pendekatan retrospektif yaitu menggunakan data rekam medik dan catatan
pembayaran pasien BPH rawat jalan periode Januari 2023 – Juni 2024. Metode
pengambilan sampel yang digunakan yaitu total sampling. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan ICER (Incremental Cost-Effectiveness Ratio) dan
analisis kuadran.
Data pasien BPH rawat jalan di RSUD Bangil Pasuruan yang memenuhi
kriteri inklusi yaitu 141 pasien. Profil pasien menunjukkan mayoritas pasien BPH
berada pada usia 61 – 70 tahun (68 pasien; 47,52%), disertai komorbid (106 pasien;
75,18%) dan menggunakan asuransi BPJS PBI (75 pasien; 53,19%). Profil obat
yang digunakan mayoritas adalah tamsulosin (64 pasien; 45,39%), silodosin (35
pasien; 24,82%) dan dutasteride (25 pasien; 17,73%). Dilihat dari tingkat pencegahan penggunaan analgesik, efektivitas tamsulosin lebih tinggi
dibandingkan silodosin dan dutasteride (25,00% vs 22,86% vs 20,00%). Hal ini
juga dapat terlihat pada efektivitas tingkat pencegahan pembedahan (51,56% vs
21,43% vs 8,00%). Namun, pada tingkat pencegahan pergantian terapi, efektivitas
dutasteride lebih tinggi dibandingkan tamsulosin dan silodosin (88,00% vs 45,31%
vs 66,67%). Tamsulosin merupakan terapi yang memiliki rata-rata total biaya
perawatan yang paling tinggi yaitu, 1.250.457 dibandingkan silodosin (Rp
1.155.020) dan dutasteride (Rp 932.604). Hasil analisis efektivitas biaya
menunjukkan tamsulosin lebih cost-effective dibandingkan silodosin dan
dutasteride dalam pencegahan penggunaan analgesik dan pencegahan pembedahan.
Namun, pada tingkat pencegahan pergantian terapi, dutasteride dan silodosin lebih
cost-effective dibandingkan tamsulosin. | en_US |