dc.description.abstract | Gangguan berbahasa gagap adalah kondisi seseorang yang mengalami
ketidaklancaran berbahasa. Penderita gagap cenderung mengulang-ulang kata,
memberi jeda, memperpanjang, menyisipkan bunyi-bunyi yang tidak perlu atau
mengalihkan topik. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa hal di antaranya
terdapat masalah pertumbuhan anak, terdapat gangguan neurogenik, faktor
keturunan serta adanya tekanan dari lingkungan penderita gagap.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan
pendekatan psikolinguistik. Data pada penelitian ini berupa data verbal dan
nonverbal. Data verbal berupa bunyi, kata, frasa, kalimat yang dituturkan oleh Mr.
AG sedangkan data nonverbal berupa ekspresi dan gestur saat Mr. AG menuturkan
sebuah tuturan. Sumber data berasal dari seorang pria dewasa yang mengalami
gangguan berbahasa gagap dengan tingkat gagap berat, yang berdomisili di desa
Petung, Kecamatan Curahdami Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Pengumpulan
data dilakukan dengan metode observasi pastisipatif, teknik pancing, reflektif
Instruspektif. Metode-metode tersebut digunakan untuk mengumpulkan informasi
tentang karakteristik berbahasa gagap Mr. AG. Selain itu digunakan metode
wawancara untuk mengetahui faktor penyebab gagap pada Mr. AG. Setelah tahap
pengumpulan data yang berupa data verbal maupun nonverbal dari subjek
penelitian, kemudian data tersebut direduksi dan diklasifikasikan. Setelah semua
data gangguan berbahasa gagap yang dialami oleh Mr. AG terkumpul dan
dilakukan proses analisis maka dilakukan penyajian hasil analisis secara informal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima bentuk gagap yang
dialami oleh Mr. AG yakni pegulangan, jeda, penyisipan, perpanjangan dan
circumlocution. Bentuk pengulangan yang dialami oleh Mr. AG adalah
pengulangan bunyi baik vokal maupun konsonan, pengulangan kata, pengulangan suku kata dan pengulangan frasa. Bentuk jeda yang dialami oleh Mr. AG berdurasi
antara 2 sampai 6 detik. Bentuk penyisipan yang dialami oleh Mr. AG adalah
penyisipan suara eeeee, eeeeb, eeed. Selain itu, bentuk gagap yang dilakukan oleh
Mr. AG adalah perpanjangan. Saat Mr. AG hendak menuturkan kata yang diawali
atau berdekatan dengan bunyi konsonan hambat letup /b,d,j,g,t,k,p/ dan nasal /m,n/
maka Mr. AG akan cenderung mengulang-ulang bunyi vokal, suku kata, kata yang
berdekatan dengan konsonan tersebut. Kemudian terjadi pula penyisipan bunyi
tertentu, jeda dan perpanjangan saat dia akan menuturkan kata yang diawali dan
atau berdekatan dengan konsonan yang sulit dia ucapkan yaitu hambat letup
/b,d,j,g,t,k,p/ dan nasal /m,n/. Bentuk gagap circumlocution yang dilakukan oleh
Mr. AG dilakukan saat dia merasa kebingungan mendeskripsikan sesuatu,
menjelaskan lokasi, dan menceritakan ulang sebuah kejadian. Circumlocution
ditandai dengan otot leher yang tampak menegang, mata berkedip beberapa kali,
bibir bergetar dan kepala agak bergoyang.
Terdapat dua faktor penyebab gagap yang dialami oleh Mr. AG. Faktor
tersebut adalah faktor gangguan neurologis dan faktor tekanan dari keluarga.
Terdapat kaitan yang erat antara masalah disleksia dan epilepsi yang dialami oleh
Mr. AG terhadap gangguan berbahasa gagapnya. Eplepsi yang Mr. AG alami
menyebabkan kerusakan pada hemisfer kiri sebagai pusat pengendali bahasa. Oleh
karena itu, hemisfer kanan berusaha mengambil alih peran bagian otak yang
mengalami kerusakan. Kemudian terjadilah ketidakseimbangan antara kinerja
hemisfer kiri dan kanan yang menyebabkan gangguan berbahasa gagap. Bukti lain
bahwa hemisfer kiri Mr. AG mengalami gangguan dan hemisfer kanan lebih
mendominasi adalah Mr.AG mengalami disleksia. Disleksia terjadi karena hemisfer
kiri tidak matang. Selain itu, Mr. AG tidak mengalami kegagapan saat menyanyi
karena aktivitas menyanyi menggunakan hemisfer kanan. Selain karena faktor
neurologis faktor trauma psikologis akibat tekanan dari keluarga memperparah
gangguan berbahasa gagap yang dialami oleh Mr. AG | en_US |