Kebijakan Moneter Unconventional Pasca Krisis Keuangan global di Negara ASEAN 4
Abstract
Pemberlakuan Unconventional Monetary Policy (UMP), termasuk pada
kebijakan Quantitavie Easing (QE), dimulai dari fenomena Global Financial
Crisis (GFC), dimana kebijakan moneter konvensional sudah tidak lagi efektif
meredam krisis. Sebagian negara maju tetap menerapkan UMP pasca GFC dalam
menghadapi fenomena Taper Tantrum (TT). Pada fenomena yang sama, aliran
modal dari negara maju ke negara berkembang mengalami kerentanan. Kenaikan
arus masuk aliran modal yang signifikan ke negara berkembang pada periode
GFC, juga signifikan keluar pada periode TT. Adanya karakteristik yang sama
dalam penelitian ini pada objek penelitian ASEAN 4 (Indonesia, Malaysia,
Filipina, dan Thailand), disertai dengan stabilitas keuangan yang mumpuni
sebagai negara berkembang di ASEAN. Banyaknya pro-kontra akan keberlanjutan
UMP untuk waktu yang lama. Pendapat umum menyatakan bahwa
keberlangsungan UMP dalam jangka panjang dapat mengalami penurunan
keefektivan, sehingga peran sebagai pengganti kebijakan konvensional pada masa
krisis sudah tidak lagi berfungsi. Akibatnya, pembuat kebijakan perlu mendorong
kebijakan fiskal yang lebih extraordinary, dan kebijakan moneter yang sangat
ekstrem dari sebelumnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas pemberlakuan
UMP dalam jangka panjang dan pendek, termasuk pada periode normal di negara
ASEAN 4. Peneliti menggunakan metode Vector Error Correction Model
(VECM) data time series di setiap negara. Hasil pengujian menyatakan bahwa
UMP tidak efektif diterapkan pada negara ASEAN 4. Adanya indikasi
kesenjangan pada jangka panjang maupun pada jangka pendek.