dc.description.abstract | Bahasa memiliki maksud yang bisa saja tidak sesempit seperti di dalam novel
saja karena bisa menyimpan maksud tersembunyinya. Pembedahan bahasa tertulis
pada novel Entrok karya Okky Madasari menggunakan kajian orientalisme milik
Edward Said (Said) dengan mencari representasi beserta unsur latar belakangnya.
Orientalisme Said melihat kepentingan di balik keumculan dikotomi Barat dengan
Timur yang tidak imbang. Barat dan Timur adalah konsep utama orientalisme
sehingga representasi-representasi yang muncul di dalam teks mengarah pada relasi
utama, Barat >< Timur.
Struktur teksual novel dilihat sebagai sebuah konstruksi pembentuk melalui
tematik yang saling berelasi. Relasi tersebut kemudian dibongkar dengan
menggunakan stereotip yang digunakan Barat untuk menilai Timur secara
hegemonik. Pola hegemoni Antonio Gramsci dibutuhkan untuk melihat teks memiliki
penguasaan terselubung sehingga objek di dalamnya ditampilkan tidak sadar bahwa
ia sedang dijajah dan menerima begitu saja. Kepentingan berdasarkan narasi teks
ditentukan dari keberadaannya yang tersirat maupun tersurat. Metode yang digunakan
adalah deskriptif analitis, bahwa teks tidak hanya dilihat bermakna tunggal sesuai
dengan narasi pengarang dan dijelaskan berdasarkan konteks. Data dianalisis
menggunakan prinsip genealogi Michel Foucault untuk melacak keberadaan wacana
dominan secara historis tektual.
Relasi dipilih berdasarkan wacana dominan pada teks dengan tetap
mengarahkan pada dikotomi Barat >< Timur karena merupakan konsep utama
orientalisme. Barat merpresentasikan Timur dapat berbentuk apapun itu selama
mengacu pada konsep Barat menempatkan Timur sebagai objek dan menganggap dirinya sendiri sebagai subjek. Hasil analisis memunculkan tokoh-tokoh seperti
Marni, Rahayu, Amri, dan Kyai Hasbi sebagai Barat dan Simbok, Teja, dan Pak Waji
berdasarkan wacana yang ditampilkan teks. Representasi juga dapat muncul berupa
perbandingan kota >< desa, waras >< gila, modern >< tradisional, uang >< singkong,
dan superior >< inferior kemudian diarahkan pada bentuk tematik pakaian dan
ekonomi.
Polemik Barat >< Timur tidak hanya diambil berdasarkan kehadiran wacana
di dalam teks, peristiwa Barat >< Timur ditampilkan pada sejarah sastra Indonesia
melalui polemik Sutan Takdir Alisjahbana (STA) dengan Sanusi Pane yang dikenal
dengan polemik kebudayaan, STA menempatkan modern sebagai capaian tertinggi
dan Sanusi Pane menganggap capaian tertinggi untuk arah sastra Indonesia adalah
kembali pada konsep-konsep kolektivitalisme nilai-nilai tradisional. STA
menginginkan sastra Indonesia menjadi Barat dengan konsep modern tetapi Sanusi
Pane menganggap sastra Indonesia terlalu mengarah ke Barat sehingga nilai-nilai
Timur hilang sehingga dibutuhkan arah untuk kembali ke nilai-nilai Timur. Penulis
novel Entrok Okky Madasari memiliki realitas tersendiri terhadap batasan Barat
maupun Timur berdasarkan teks yang ditulisnya. Realitas itu dilihat dari karya-karya
yang dihasilkan.
Timur disinonimkan pada bentuk-bentuk liar, kere, berkutat pada mitos,
menyimpang, dan irasional karena Barat memiliki kepentingan untuk menampilkan
dirinya dalam bentuk berpendidikan, kaya, menggunakan logika, terarah, dan
rasional. Hal-hal mengenai mitos tidak ditampilkan begitu saja sebagai sosok rendah,
teks menampilkannya dengan bentuk yang rapi sehingga diperlukan pola pembedahan
wacana Michel Foucault, genealogi untuk melihat maksud sebenarnya dari teks.
Setelah melihat ketimpangan penempatan penilaian Timur dari Barat, kepentingan
Barat menampilkan Timur sedemikian rupa merupakan kebutuhan Barat
menampilkan dirinya sendiri.
Neko-neko dan mengisolasi Timur adalah cara dari Barat menempatkan Timur
sebagai the other (sang lain/ yang lain). Sosok yang lain ini menjadikan keliaran
x
layak dihakimi karena dianggap tidak terkendali, hasrat pengendalian kemudian
muncul dan hal itu tidak dibiarkan begitu saja. Seperti menampilkan sosok Marni
menjadi gila berarti mengeluarkannya dari watak waras dan di sisi lain Rahayu
merawat Marni yang gila. Kegilaan adalah keliaran yang hanya bisa dikendalikan
orang waras, teks menampilkan seperti itu.
Marni sebenarnya sedang menerima stereotip tidak bisa mengendalikan
dirinya sendiri, hal ini menjadikan kemunculan hegemoni dari subjeknya. Timur
menimurkan Timur juga muncul pada teks, Marni menimurkan Teja dan Simbok.
Marni adalah Timur dari Rahayu, sosok ditimurkan oleh Timur menjadikan posisinya
menjadi sangat lemah dan suara-suaranya tidak pernah ditampilkan sebagai sesuatu
yang layak didengarkan. Ketimpangan identitas tersebut ada karena konstruksi Barat
selalu akan ditempatkan pada sosok Timur. Identitas superior tidak akan pernah
tampak tanpa menghadirkan inferior di sebelahnya, begitupun inferior hanya akan
dimunculkan oleh superior berarti identitas inferior tidak mungkin memunculkan
dirinya sendiri. | en_US |