Dinamika Kesenian Tari Gandrung di Afdeling Banyuwangi Tahun 1890-1930
Abstract
Fokus penelitian yang mengkaji dinamika kesenian tari Gandrung di Afdeling Banyuwangi tahun 1890-1930 terdiri dari: 1. Seperti apa awal munculnya kesenian tari Gandrung Banyuwangi?, 2. Jelaskan kondisi tari Gandrung Banyuwangi pada tahun 1890-1930?, 3. Bagaimana pengaruh tari Gandrung bagi masyarakat Banyuwangi pada tahun 1890-1930?. Pendekatan yang digunakan adalah sosiokultural. Alat analisis guna mendapatkan substansi yang diperlukan
dalam penelitian terdiri dari: teori relasi kuasa milik Michel Foucoult, teori seni milik Albert Camus, teori orientalisme milik Edward W. Said, teori hibriditas milik Homi K. Bhabha, dan teori komparasi pertukaran sosial milik Peter M. Blau. Metode yang digunakan adalah metode sejarah. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan pada kesenian tari Gandrung di Afdeling Banyuwangi pada tahun 1890-1930. Perubahan tersebut terdiri dari: 1. Perubahan fungsi kesenian tari Gandrung dari tari ritus menjadi tari profan dalam performance art, 2. Perubahan kostum yang secara signifikan mengerucut pada
estetika kostum penari Gandrung dengan bertolok ukur pada manifestasi daya tarik yang dihasilkan, dan 3. Perubahan instrumen musik orkestra kesenian tari Gandrung dari sederhana menjadi lebih kompleks. Benang merah yang menghubungkan kolonialisme Belanda dengan tari Gandrung Banyuwangi menunjukkan pengaruh kolonialisme Belanda terhadap profanisme kesenian tari Gandrung Banyuwangi. Secara insidental, kesenian tari Gandrung menimbulkan dampak ekonomi pada seniman tari Gandrung dan masyarakat. Secara politis, bias identitas kesenian tari Gandrung Banyuwangi terdistorsi oleh profanisme kesenian tari Gandrung dari Banyuwangi. Syair Gandrung menjadi media perjuangan seniman Banyuwangi untuk melawan penjajahan Belanda dengan menggunakan pewartaan perlawanan melalui gending podo nonton. Memudarnya pakem tradisi dalam tari Gandrung menyebabkan kesenian tersebut mampu eksis pada ranah seni.