dc.description.abstract | Desentralisasi dalam pemerintahan selalu berkaitan dengan penyerahan
kebijakan dalam mengatur dan menjalankan kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah. Menurut UU Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah pasal (1), menegaskan bahwa desentralisasi adalah
penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada
daerah menjadi urusan rumah tangganya. Sehingga dapat disimpulkan,
desentralisasi adalah pemberian wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah. Dalam undang-undang dan pasal yang sama,
menjelaskan juga tentang otonomi daerah yang berarti bahwa hak, wewenang dan
kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal itu berarti, desentralisasi
berkaitan langsung dengan otonomi daerah dimana setiap daerah mempunyai
wewenangnya sendiri untuk menyusun, mengatur dan menjalankan segala
urusannya tanpa adanya campur tangan dari pemerintah pusat. Sistem desentralisasi
ini diharapkan mampu menjadi pedoman serta dapat meningkatkan rasa
kemandirian pemerintah daerah dalam mengurus pemerintahannya sendiri.
Sementara pemerintah pusat disini bertugas sebagai pengawas dalam pelaksanaan
sistem desentralisasi.
Diterapkannya sistem desentralisasi ini juga bukan tanpa maksud, melainkan
adanya suatu tujuan yang ingin dicapai. Menurut Suparmoko (2003:16) tujuan dari
diterapkannya sistem desentralisasi antara lain :
1. Mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah.
2. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pengurangan subsidi dari
pemerintah pusat, dan
3. Mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing
daerah.
Desentralisasi membawa banyak perubahan pada era reformasi ini,
khususnya dalam sistem tatanan pemerintahan dari tingkat pusat hingga ke desa.
Perubahan itu salah satunya berdampak pada pemerataan pembangunan yang
dilakukan di daerah-daerah sampai yang terpencil. Sehingga tidak ada rasa
kecemburuan sosial di dalam lingkungan masyarakat.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi yang
semakin berkembang pesat, maka bertambah juga tuntutan dari berbagai komponen
masyarakat agar pembangunan nasional bisa tercapai sepenuhnya melalui era
pembangunan yang semakin maju. Berbagai dilema untuk dapat mencapai cita-cita
harus diimbangi dengan proses, kualitas sumber daya dan segala kebutuhan
masyarakat. Maka dari itu, pemerintah sebagai penyelenggara harus benar
diperhatikan dalam memberikan penyedia pelayanan kepada masyarakat agar dapat
terpenuhi khususnya dalam memberikan anggaran dana bagi desa.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang
Bersumber dari APBN pasal 1 ayat (2), menjelaskan bahwa dana desa merupakan
dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Selanjutnya pada pasal
3, menyatakan bahwa pemerintah menganggarkan dana desa secara nasional dalam
APBN setiap tahun. Kemudian dilanjutkan pada pasal 4, menjelaskan bahwa dana
desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 bersumber dari belanja pemerintah
dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan.
Pengalokasian dana desa harus dilakukan secara tertib, taat pada ketentuan
peraturan perundang-undangan, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab.
Tanggung jawab tersebut merujuk kepada pengelolaan dana desa yang harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mengutamakan kepentingan
setempat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) merupakan alat
mengoordinasikan akivitas perolehan pendapatan dan penerimaan pembiayaan,
serta menjadi landasan belanja dan pengeluaran pembiayaan bagi pemerintah desa
untuk suatu periode tertentu (Yuliansyah & Rusmianto, 2016: 50). Sedangkan
menurut Sujarweni (2015: 33) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)
adalah pertanggungjawaban dari pemegang manajemen desa untuk memberikan
informasi tentang segala aktivitas dan kegiatan desa kepada masyarakat dan
pemerintah atas pengelolaan dana desa dan pelaksanaan berupa rencana-rencana
program yang dibiayai dengan uang desa. Dengan adanya APBDes
penyelenggaraan pemerintah desa dapat 2 memiliki sebuah rencana pengelolaan
keuangan desa yang terstruktur berdasarkan anggaran yang tersedia dan yang
dipergunakan.
Menurut Undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang desa, pendapatan desa
bersumber dari: a) Pendapatan asli desa (PAD), terdiri atas hasil usaha, hasil aset,
swadaya dan partisipasi, gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa; b)
Alokasi anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN); c) Bagian dari hasil
pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; d) Alokasi dana desa (ADD)
yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota; e)
Bantuan keuangan dari APBD provinsi dan APBD Kabupaten/kota; f) Hibah dan
sumbangan yang tidka mengikat dari pihak ketiga; g) Lain-lain pendapatan desa
yang sah. Dana desa harus dikelola secara profesional, efektif dan efisien, serta
akuntabel yang didasarkan pada prinsipprinsip manejemen publik yang baik agar
terhindarkan dari resiko terjadinya penyimpangan, penyelewengan dan korupsi.
Dalam Peraturan Bupati Nomor 10 tahun 2020 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa bahwa laporan pertenaggungjawaban pada dasarnya adalah laporan
realisasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa pada satu tahun bejalan
yaitu APBDes 2020. Maka dari itu, pemerintah desa sumbersari menyampaikan
realisasi pelaksanaan desa APBDes Desa Sumbersari untuk tahun anggaran 2020
dengan salah satu cara yaitu mencetak banner dan papan pengumuman di kantor
desa sumbersaari. Diharapkan dengan adanya berupa informasi tersebut, maka
semua warga bisa dapat mengetahui penggunaan APBDes Sumbersari | en_US |