dc.description.abstract | Sebagian besar masyarakat di Desa Balongdowo Kecamatan Candi
Kabupaten Sidoarjo, masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan kupang
dan pengrajin berbahan dasar kupang. Melimpahnya hasil tangkapan kupang
dimanfaatkan oleh pelaku usaha menjadi produk yang bernilai tambah tinggi.
Hasil proses produksi pengolahan kupang kering menghasilkan limbah berupa Air
rebusan kupang dan cangkang kupang dari proses produksi perebusan kupang.
Limbah air rebusan kupang ini diolah kembali menjadi bahan baku pembuatan
petis. Sehingga limbah produk yang tidak memiliki nilai jual dan menimbulkan
bau jika dibuang di lingkungan menjadi memiliki harga saat limbah air rebusan
kupang tersebut dipakai menjadi bahan baku dalam suatu proses produksi. Namun
dari berbagai agroindustri petis kupang yang ada, dalam proses produksinya
terkendala dengan pasokan bahan baku yang terhambat, pemasaran, dan
perkembangan agroindustri yang belum menunjukan perkembangan secara
signifikan. Hal ini membutuhkan pemahaman-pemahaman yang lebih mendalam
terhadap karakteristik-karakteristik agroindustri petis kupang baik dari aspek
pertumbuhan usaha, proses produksi dan teknologi, sumber daya manusia,
permodalan maupun pemasaran. Tujuan penelitian ini adalah 1) Mengidentifikasi
karakteristik agroindustri petis kupang, 2) Mengidentifikasi nilai tambah
agroindustri petis kupang, 3) Merumuskan strategi pengembangan usaha
agroindustri petis kupang di Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.
Daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive method) di Desa
Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini dilakukan pada
4 sample agroindustri yang dikelompokkan menjadi 2 skala yaitu skala kecil dan
rumah tangga. Metode pengambilan data yang dilakukan adalah metode
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan
adalah dengan menggunakan analisis nilai tambah, SWOT, dan QSPM
Hasil penelitian menunjukkan hasil sebagai berikut: (1) Karakteristik
agroindustri petis kupang dalam 2 skala agroindustri berbeda-beda karena didasari
oleh skala industrinya yang terlihat dari perbedaan yaitu a) teknologi yang dipakai
skala rumah tangga tradisional sedangkan skal kecil memakai semi modern, b)
modal yang digunakan skala rumah tangga lebih kecil daripada skala kecil, c)
bahan baku yang dipakai skala rumah tangga lebih murah dengan kualitas lebih
rendah dibandingkan skala kecil yang memakai bahan dengan kualitas lebih baik
dari skala rumah tangga, d) tenaga kerja yang digunakan di tiap agroindustri untuk
skala rumah tangga kurang dari 4 orang, untuk skala kecil memakai tenaga kerja
lebih dari 4 orang, (2) Nilai tambah di 2 skala agroindustri petis kupang memiliki
keuntungan nilai tambah per 1 kg bahan baku yang menguntungkan secara
ekonomis. Pengolahan petis kupang skala kecil lebih memiliki nilai tambah dari pada
skala rumah tangga didasarkan dari jenis bahan baku serta kapasitas produksinya.
Nilai tambah terkecil yaitu agroindustri skala rumah tanggal Bu Mujamah sebesar Rp.
2.463 per kilogram air limbah kupang dan tepung tapioka yang digunakan,
berdasarkan pembelian bahan baku yang tinggi dan produksi sedikit. Nilai tambah
yang terbesar yaitu agroindustri skala kecil Bu Wariati sebesar Rp. 11.182 per
kilogram air limbah kupang dan tepung tapioka yang digunakan, berdasarkan
efiseiensi biaya produksi dan bahan yang digunakan kualitas sedang, (3) Strategi
pengembangan agroindustri petis kupang skala rumah tangga diprioritaskan pada
mencari pemasok bahan baku lebih lebih dari satu dalam menyediakan bahan
bahan baku nilai TAS sebesar 6,39. Sedangkan Strategi pengembangan
agroindustri petis kupang skala kecil difokuskan pada meningkatkan branding
agar produk petis kupang dari agroindustri yang berada di desa Balongdowo
dikenal memberikan daya tarik bagi konsumen, serta dapat bersaing dengan
produk sejenis dengan nilai TAS sebesar 6,39 | en_US |