dc.description.abstract | Berkembangnya bangunan tinggi dan memanjang di Indonesia dipengaruhi
oleh banyaknya kebutuhan akan ruang sedangkan lahan mengalami kelangkaan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perencanaan struktur bangunan tinggi dan
juga memanjang adalah pada kekuatan struktur dari bangunan itu. Seperti yang
diketahui Indonesia merupakan negara yang sering mengalami gempa dikarenakan
letak geografisnya. Dalam suatu struktur bangunan, kekuatan dan ketahanan
struktur dari bangunan untuk menahan beban akibat gempa, beban hidup dan juga
beban struktur itu sendiri menjadi masalah yang tidak bisa dianggap remeh. Hal
tersebut memerlukan perhitungan dan pemahaman yang mendalam dalam
mendesain suatu bangunan Gedung Parkir bertingkat Universitas Airlangga
Kampus B Surabaya merupakan bangunan bertingkat 10 lantai yang dalam
pembangunannya dibagi menjadi 2 tahap dimana tahap pertama dikerjakan dari
lantai 1 sampai dengan lantai 7 dan untuk tahap kedua lantai 8 sampai dengan 10
yang terletak di Jalan Airlangga No. 46 Surabaya dengan luas bangunan ± 36.340
m2. Pada denah bangunan gedung pakir bertingkat kampus Universitas Airlangga
B mempunyai bentuk bangunan yang panjang dan mempunyai layout dengan
panjang arah X dua kali panjang arah Y yang mengharuskan adanya dilatasi.
Pemilihan jenis dilatasi pada bangunan juga akan mempengaruhi kekuatan
struktur itu sendiri dimana pada gedung parkir ini jenis dilatasi yang digunakan
adalah dilatasi balok kantilever. Mungkin banyak pertimbangan sehingga pada
gedung parkir ini menggunakan dilatasi balok kantilever akan tetapi kebanyakan
gedung menggunakan dilatasi 2 kolom karena dilatasi balok kantilever sendiri
biasanya digunakan pada bangunan jembatan.
Untuk mengetahui perilaku struktur yang terjadi pada bangunan, dilakukan
pemodelan melalui program bantu struktur dengan pemodelan pertama yaitu bangunan eksisting dan pemodelan kedua yaitu bangunan dengan dilatasi 2 kolom.
Data yang digunakan pada pemodelan ini yaitu data dimensi struktur, lokasi
gedung, jumlah, luas, dan tinggi gedung, serta sistem struktur yang digunakan.
Sedangkan untuk perencanaan dilatasi dan beban gempa menggunakan peraturan
terbaru yaitu SNI 03-2847-2019 dan SNI 03-1726-2019.
Berdasarkan analisis dengan program bantu struktur perilaku struktur yang
terjadi pada dua pemodelan gedung yang dimana pada pemodelan 1 bangunan
menggunakan dilatasi balok kantilever sedangkan untuk pemodelan 2 bangunan
menggunakan dilatasi 2 kolom yaitu bangunan dengan dilatasi 2 kolom
mempunyai keunggulan dalam hal gaya axial kolom, gaya geser kolom dan gaya
geser balok lalu pada simpangan antar lantai nilainya baik dari arah x maupun arah
y pada bangunan dilatasi balok kantilever maupun bangunan dilatasi 2 kolom tidak
melebihi simpangan ijin bangunan dan terjadi rata-rata penurunan pada bangunan
jika direncanakan dengan dilatasi 2 kolom yaitu pada gaya axial kolom 31,85
untuk kolom A dan 31,4 untuk kolom B, gaya geser pada kolom A sebesar 54,27
dan kolom B sebesar 0,3, gaya geser balok kolom A sebesar 18,61 dan kolom B
sebesar 35,11. Dari segi efektivitas lainnya yaitu pada perencanaan bangunan
dengan dilatasi balok kantilever membutuhkan balok B3 pada area dilatasinya
sedangkan pada bangunan dengan dilatasi 2 kolom tidak membutuhkan balok B3
pada area dilatasi hal ini mengakibatkan terjadinya penghematan volume beton
dan tulangan jika bangunan ini direncanakan dengan dilatasi 2 kolom. Dimana
didapatkan penghematan penghematan volume beton sebesar 42,08 m3 dan
tulangan 282,47 buah D 16 ulir dan 306,49 buah D 12 polos pada bangunan yang
direncanakan dengan dilatasi 2 kolom. Dilihat dari banyaknya keunggulan
bangunan dengan dilatasi 2 kolom lebih efektiv dalam menahan gaya gempa yang
terjadi pada bangunan yang mempunyai bentuk memanjang | en_US |