Show simple item record

dc.contributor.advisorHALIK, Gusfan
dc.contributor.advisorWIYONO, Retno Utami Agung
dc.contributor.authorFATURRAHMAN, Haris
dc.date.accessioned2021-04-15T06:06:15Z
dc.date.available2021-04-15T06:06:15Z
dc.date.issued2020-07
dc.identifier.nimNIM161910301118
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/104114
dc.description.abstractKekeringan merupakan salah satu bencana alam yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, terjadi secara dramatis, dan berdampak pada multisektoral seperti ekonomi, sosial, kesehatan, dan dampak merugikan lainnya. Salah satu daerah yang mengalami bencana kekeringan yaitu Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data BPBD Kabupaten Bondowoso, pada tahun 2018 terdapat 7 desa di 4 kecamatan yang dilanda kekeringan parah hingga dilakukan dropping air bersih. Oleh karena itu, diperlukan penilaian kekeringan untuk mengetahui kejadian dan sebaran kekeringan guna dilakukan upaya mitigasi dan preventif oleh stakeholders setempat. Metode penilaian kekeringan yang digunakan yaitu kekeringan hidroligis metode Surface Water Supply Index (SWSI), dimana menggunakan data debit 15 tahun periode 2004-2018, peta DAS Sampean, data koordinat bendung dan bendungan, serta peta administrasi Kabupaten Bondowoso. Data debit yang direkapitulasi kemudian diperingkat untuk dihitung nilai non-exceedance probability (non-EP) debit tersebut. Selanjutnya, dari hasil non-EP dilakukan perhitungan indeks kekeringan SWSI, dimana hasilnya digunakan sebagai dasar pembuatan peta sebaran kekeringan di DAS Sampean dengan interpolasi IDW menggunakan software ArcGIS 10.4. Peta sebaran kekeringan yang telah dibuat kemudian akan dilakukan overlay dengan peta administrasi Kabupaten Bondowoso. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa indeks kekeringan tertinggi sebesar 4,12 terjadi pada bulan Februari tahun 2008 di Bendungan Sampean Baru dengan debit 113,21 m3 /detik dan terendah -4,12 pada Juni 2017 di bendung Cating dan Agung Patemon serta November 2006 di bendung Taal dengan debit sebesar -4,12 m3 /detik. Kemudian dianalisis hubungan indeks kekeringan SWSI dengan debit rerata bulanan didapatkan nilai R2 tertinggi sebesar 0,9695 dengan rentang debit klasifikasi Amat Sangat Kering (ASK) sebesar < 0,036 m3 /detik dan nilai R2 terendah sebesar 0,7475 dengan debit klasifikasi Amat Sangat Kering (ASK) sebesar < 0,296 m3 /detik. Hasil pemetaan sebaran kekeringan menunjukkan bahwa selama periode 15 tahun, secara administratif tahun 2009 merupakan tahun dengan sebaran kekeringan tertinggi dengan 43 desa terdampak, sedangkan tahun kekeringan terendah adalah tahun 2013 dengan 7 desa terdampak. Ditinjau berdasarkan bulan yang sama didapatkan rerata kekeringan parah tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 86 desa dan terendah yaitu bulan Februari dengan jumlah 2 desa. Sementara itu, ditinjau dari durasi kekeringan parah terpanjang yaitu tahun 2017 dengan total 11 bulan kekeringan, sedangkan bulan Agustus, September, dan Oktober termasuk bulan dengan frekuensi kekeringan tertinggi selama 15 tahun data dimana selalu terjadi kekeringan setiap tahunnya. Hasil validasi pemetaan kekeringan didapatkan persentase kesesuaian sebesar 71,43%, hal ini mengindikasikan bahwa bendung di sekitar desa yang mengalami kekeringan menurut data BPBD Kabupaten Bondowoso dapat menjadi parameter yang cukup baik dalam menilai kekeringan hidrologis yang dialami oleh suatu wilayah.en_US
dc.language.isoInden_US
dc.publisherFakultas Tekniken_US
dc.subjectDaerah Aliran Sungaien_US
dc.subjectHidrologien_US
dc.subjectSurface Water Supply Indexen_US
dc.titleAsesmen Kekeringan Hidrologis Metode SWSI di DAS Sampean Bondowoso Berbasis Spasialen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.prodiTeknik Sipil
dc.identifier.kodeprodi1910301


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record