dc.description.abstract | Kabupaten Jember merupakan daerah di Jawa Timur yang mempunyai
potensi memproduksi kopi dengan luas 5,594 Ha. Kopi di daerah Jember tersebar
di beberapa kecamatan, salah satu nya di Desa Panti dan di Desa Silosanen. Kopi
yang memiliki banyak varietas memiliki keunikan masing-masing, yaitu aroma
yang dihasilkan. Aroma pada kopi dapat keluar salah satunya disebabkan oleh
pengaruh suhu pemanasan dan gas pembawa. Aroma kopi dapat di deteksi oleh
salah satu instrumen yaitu electronic nose yang merupakan suatu sistem yang
memiliki peran untuk pengindra bau secara ilmiah berdasarkan pada aroma suatu
objek. Perangkat E-nose memiliki serangkain sensor gas atau sensor array
berfungsi untuk mendeteksi dan membedakan bau dalam sampel.
Penelitian ini ingin mengetahui pola respon gas sensor array kopi Silosanen
dan Panti. Sampel bubuk kopi di aliri gas pembawa berupa udara bebas, gas
nitrogen dan udara kering secara bergantian dengan tekanan sebesar 25 kg/cm2
serta kecepatan pada flowmeter adalah 3 L/menit dengan dipanaskan pada suhu
45ºC, 50ºC, 55ºC dan 60ºC. Aroma kopi yang dihasilkan dari pemanasan akan
dibawa oleh gas pembawa melalui jalur masuk dan akan menuju lima sensor gas
yaitu sensor MQ-135, MQ-2, MQ-3, MQ-6 dan MQ-7. Proses pengukuran yang
dilakukan secara berkelanjutan antara gas pembawa dengan aroma kopi yang
bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon gas sensor array terhadap adanya
perubahan aroma. Hasil respon gas sensor array pada aroma kopi Silosanen dan
Panti ditampilkan dalam software LABVIEW kemudian di olah untuk
mendapatkan pola respon aroma bubuk kopi Silosanen dan Panti. Analisis
multivarian yang digunakan untuk mengklasifikasikan kopi berdasarkan pola yang
diperoleh dari data sensor adalah prinicipal component analysis (PCA) Hasil penelitian menunjukkan pola respon kopi Silosanen dan Panti pada
suhu 45ºC, 55ºC dan 60ºC menghasilkan pola yang memiliki kemiripan. Namun,
pada suhu 50ºC baik pada pola aroma kopi Silosanen dan Panti menghasilkan pola
yang berbeda dibandingkan dengan ketiga suhu yang lainnya. Variasi suhu
pemanasan digunakan untuk menentukan suhu optimum, dengan hasil
perbandingan pola respon kopi Silosanen dengan data sekunder pola respon kopi
Durjo, Silo dan Sidomulyo. Berdasarkan pola yang diperoleh suhu 50ºC dipilih
sebagai suhu optimum, dikarenakan tidak ada kemiripan pola pada keempat kopi.
Hasil pada variasi gas pembawa yaitu udara bebas, gas nitrogen dan udara kering
menghasilkan pola yang berbeda pada setiap gas pembawa pada kopi Silosanen
dan Panti. Nilai tegangan yang paling tinggi pada kopi Silosanen yaitu gas
nitrogen sedangkan kopi Panti yaitu udara kering. Karakteristik pola respon gas
sensor array pada kopi Silosanen dan Panti menggunakan analisis PCA dalam
melihat kedekatan sampel berdasarkan variasi suhu dan gas pembawa. Hasil yang
diperoleh pada suhu 50ºC menghasilkan jarak yang paling jauh antara pola kopi
Silosanen dan Panti dibandingkan pada suhu yang lainnya sedangkan pada gas
pembawa jarak yang paling jauh yaitu gas pembawa udara bebas untuk pola kopi
Silosanen dan Panti sehingga suhu optimum pada kopi Silosanen dan Panti yaitu
suhu 50ºC sedangkan gas pembawa optimum yaitu udara bebas. Jarak yang
dihasilkan semakin jauh menunjukkan semakin berbeda aroma yang dihasilkan
maka pola yang dihasilkan juga jauh berbeda. Gas sensor yang digunakan
memiliki kinerja untuk menentukan hasil respon suatu sensor yang tepat
ditentukan berdasarkan nilai persentase recovery baseline. Kopi Silosanen dan
Panti udara bebas menghasilkan beberapa sensor memiliki nilai recovery baseline
hampir mendekati 100% maka menunjukkan bahwa baseline akhir menghasilkan
sinyal yang mendekati seperti sinyal baseline awal. Berdasarkan pada hasil yag
diperoleh pada kopi Silosanen dan Panti pada setiap gas pembawa menghasilkan
kinerja respon sensor yang berbeda beda berdasarkan pada nilai persentase
recovery baseline. | en_US |