dc.description.abstract | Mayoritas Masyarakat Jawa di Kabupaten Mojokerto tepatnya di Kecamatan Jatirejo, Desa Padangasri masih mempercayai adanya mitos seni Bantengan. Mitos tersebut menceritakan bahwa dahulu saat prajurit Majapahit ingin mengalahkan tentara Mongol yang ingin menguasai Majapahit, mereka menggunakan ilmu bela diri pencak silat. Gerakan pencak silat tersebut menggunakan gerakan-gerakan banteng. Berkat ketangguhan prajurit Majapahit melawan pasukan Mongol, Majapahit berhasil melawan dan memperluas daerah kekuasaannya. Banteng dipercaya oleh masyarakat sebagai binatang suci yang dianggap sebagai dewa perlindungan agar terhindar dari bahaya. Seni Bantengan merupakan akulturasi budaya Hindu-Budha dan Jawa Islam. Penyebaran seni bela diri ini disebarkan oleh para wali di berbagai surau dan pondok yang digunakan untuk media syiar.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan rancangan etnografi. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Beloh, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto untuk mengambil data-data observasi, sedangkan di Desa Padangasri, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto untuk mengambil data berupa wawancara dan dokumentasi. Data penelitian ini mengenai hal-hal yang berkaitan dengan wujud mitos seni Bantengan, nilai yang terkandung dalam mitos seni Bantengan, dan fungsi mitos seni Bantengan bagi masyarakat. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara etnografis, dokumentasi, dan observasi partisipatif. Teknik analisis data menggunakan analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponen, dan analisis tema budaya.
Hasil penelitian ini dibagi menjadi empat subbab. Pertama, wujud mitos seni Bantengan masyarakat Jawa di Kabupaten Mojokerto, yang meliputi wujud
x
mitos yang berupa narasi. Kedua, nilai yang terkandung dalam seni Bantengan ialah nilai religiusitas, nilai sosial, dan nilai kepribadian. Ketiga, fungsi mitos seni Bantengan bagi masyarakat ialah memberikan gambaran kegigihan dan ketangkasan masyarakat dulu, sebagai hiburan dan sumber ekonomi bagi masyarakat setempat, dan mendidik masyarakat agar berbudi pekerti luhur. Keempat, pemanfaatan mitos seni Bantengan sebagai alternatif materi pembelajaran teks laporan hasil observasi kelas X Bahasa Indonesia, yang meliputi kompetensi dasar dan indikator, teks laporan hasil observasi, dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran.
Saran yang dapat diberikan, yakni (1) bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dilakukan hanya sebatas pada tahapan prosesi dan makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, dapat dikaji lebih mendalam mengenai ritual dan mantra-mantra yang ada di dalam seni Bantengan. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai ritual dan mantra-mantra seni Bantengan masyarakat Jawa di Mojokerto. (2) Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang seni Bantengan yang sebenarnya dan memberi pengetahuan kepada masyarakat. Bahwasannya seni Bantengan bukan seni tradisi yang keluar dari ajaran agama, tetapi terdapat ajaran nilai-nilai untuk berbudi pekerti luhur dalam berkehidupan. (3) Bagi guru Bahasa Indonesia, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai alternatif materi pembelajaran di sekolah pada materi teks laporan hasil observasi. Materi yang dapat diberikan kepada siswa adalah memberikan teks laporan hasil observasi yang berjudul seni Bantengan. Contoh teks tersebut diperoleh dari hasil observasi peneliti. Kompetensi dasar yang digunakan yakni 3.1 mengidentifikasi laporan hasil observasi yang dipresentasikan dengan lisan dan tulis. (4) Bagi Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Mojokerto, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Disparpora agar senantiasa melestarikan, memahami, dan menjaga seni Bantengan sampai masa yang akan datang. | en_US |