Show simple item record

dc.contributor.advisorSUPRIYADI
dc.contributor.advisorSUPRIANTO, Agus
dc.contributor.authorTOVIATUN
dc.date.accessioned2020-12-10T03:47:12Z
dc.date.available2020-12-10T03:47:12Z
dc.date.issued2020-06-05
dc.identifier.nimNIM161810201042
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/102441
dc.description.abstractMetode gravitasi adalah metode eksplorasi yang mengukur medan gravitasi pada kelompok titik yang berbeda dalam area tertentu. Metode gravitasi dapat digunakan untuk mengetahui gambaran struktur bawah permukaan bumi melalui anomali gravitasi. Data gravitasi yang digunakan pada penelitian ini berupa data gravitasi satelit yaitu Global Gravity Model Plus (GGMplus). Hasil pengolahan data gravitasi disebut Anomali Bouger. Anomali Bouger terdiri dari komponen anomali lokal dan anomali regional. Pemisahan anomali lokal dan anomali regional dapat dilakukan dengan menghubungkan dua metode filtering yaitu analisis power spectrum dan upward continuation. Metode analisis power spectrum merupakan metode filtering yang mengubah domain spasial menjadi domain frekuensi menggunakan FFT. Metode upward continuation merupakan metode filtering yang melakukan pengangkatan ABL dengan ketinggian tertentu. Tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui struktur bawah permukaan wilayah Gunung Lamongan berdasarkan data Anomali Bouger Lengkap (ABL) GGMplus. Penelitian ini bertujuan pula untuk mengetahui peta sebaran keberadaan cinder cone dan maar dengan menggunakan metode analisis power spectrum dan metode upward continuation. Data ABL dilakukan interpretasi kualitatif melalui pembacaan pola anomali yang kemudian dihubungkan dengan tatanan geologinya dan data-data kebumian lainnya sehingga dapat memberikan gambaran struktur geologi bawah permukaan bumi. Data ABL masih mengandung data anomali regional dan anomali lokal. ABL yang telah dibuat konturnya kemudian dibuat lintasan sayatan penampang. Data anomali gravitasi dari masing-masing lintasan sayatan ditransformasikan dengan menggunakan FFT sehingga didapatkan bilangan gelombang dan nilai power spectrum beserta grafik hubungan antara keduanya. Metode analisis power spectrum berhubungan dengan metode upward continuation. Metode analisis power spectrum memberikan data lebar jendela yang dijadikan sebagai informasi ketinggian pada metode upward continuation. Peta kontur ABL menunjukkan rentang nilai medan gravitasi antara -17 mGal hingga 49 mGal di wilayah Gunung Lamongan. Nilai anomali tinggi menunjukkan keberadaan Gunung Lamongan yang didominasi oleh batuan intrusif. Nilai medan gravitasi yang bervariasi disebabkan oleh adanya perbedaan densitas batuan di bawah permukaan bumi. Nilai medan gravitasi berbanding lurus dengan nilai densitas batuan. Semakin besar nilai densitas batuan maka semakin besar pula nilai medan gravitasi. Sebaliknya, semakin kecil nilai densitas batuan maka semakin kecil pula nilai medan gravitasi. Struktur bawah permukaan wilayah Gunung Lamongan diduga terdiri atas tuf, lahar, breksi gunungapi, dan lava. Keberadaan maar dan cinder cone di wilayah Gunung Lamongan dapat dipetakan dari kontur anomali lokal. Kontur anomali lokal diperoleh dari data ABL dengan menghubungkan dua metode filtering analisis power spectrum dan upward continuation. Metode analisis power spectrum menghasilkan grafik yang memberikan informasi kedalaman rata-rata diskontinuitas dalam 3883,9 m dan diskontinuitas dangkal 344,2 m. Batas antara diskontinuitas dalam dan diskontinuitas dangkal digunakan untuk menentukan lebar jendela. Besar lebar jendela rata-rata yaitu 93,71 m. Lebar jendela dijadikan sebagai referensi ketinggian pada metode upward continuation. Besar ketinggian pada metode upward continuation yaitu 18742,34 m. Metode upward continuation menghasilkan dua peta kontur yaitu peta kontur anomali regional dan peta kontur anomali lokal. Peta kontur anomali regional memiliki nilai dengan interval (22-24) mGal. Nilai tersebut rentangnya kecil yang menunjukkan bahwa wilayah Gunung Lamongan didominasi oleh struktur batuan yang hampir sama yaitu batuan aluvial dan batuan beku Pleistosen-Holosen. Peta kontur anomali lokal memiliki nilai dengan interval -41 mGal hingga 24 mGal. Peta kontur anomali lokal digunakan untuk mengetahui sebaran maar dan cinder cone. Anomali rendah yang dikelilingi anomali tinggi menunjukkan keberadaan maar. Anomali rendah yang mengelilingi anomali tinggi menandakan keberadaan cinder cone. Terdapat 10 cinder cone dan 8 maar yang tampak pada peta kontur anomali lokal. Keberadaan maar dan cinder cone hanya tampak beberapa, karena data yang digunakan pada penelitian berupa data sintetis satelit. Cinder/spatter cone yang tampak diantaranya G. Pakem, G. Yoso, G. Tengu, G. Dadapsulur, G. Rindang, G. Matruki, G. Melawung (dua kerucut), G. Kidulkali, G. Ranuwulung, G. Kenek. Maar yang tampak diantaranya dua R. Bedali, R. Gunungparang, R. Air, R. Gedang, R. Agung, R. Kalianyar, R. Lamongan (atau R. Klakah).en_US
dc.language.isoInden_US
dc.publisherFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alamen_US
dc.subjectMetode gravitasien_US
dc.subjectPemetaan Maaren_US
dc.subjectCinder Coneen_US
dc.subjectPower Spectrumen_US
dc.titlePemetaan Maar dan Cinder Cone Wilayah Gunung Lamongan Menggunakan Analisis Power Spectrum dan Upward Continuation pada Data Gravitasi GGMplusen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.prodiFisika
dc.identifier.kodeprodi1810201


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record