| dc.description.abstract | Masa kejayaan daun tembakau pada era Tahun 1970-an, banyak petani 
tembakau di wilayah Jember menjadi “orang kaya baru” yang mampu 
mendongkrak ekonomi keluarganya dan masyarakat sekitarnya, sehingga 
masyarakat mudah tergiur dengan usaha menanam tembakau, baik itu tembakau 
kualitas lokal maupun tembakau kualitas ekspor. Kenyataan tersebut berbalik 
arah, setelah Tahun 1980-an, tembakau mengalami penurunan permintaan, baik 
secara domestik maupun internasional. Penurunan ini sebagai akibat dari adanya 
gerakan anti rokok (termasuk cerutu) yang dimotori langsung oleh World Health 
Organization (WHO). 
Peluang dan tantangan akan selalu muncul dari keterbatasan yang dihadapi 
pengusaha dan petani tembakau, alasan lainnya, Indonesia sebagai negara 
penghasil tembakau dengan jenis tertentu dibutuhkan oleh pasar internasional 
yang memiliki peluang cukup besar. Karena kualitas dan cita rasa tembakau 
Indonesia dinilai lain dari jenis yang sama di belahan dunia lainnya. Jenis – jenis 
tembakau yang dihasilkan di Indonesia diantaranya, tembakau Basuki Na-Ooogst
dari wilayah Jember. Berbagai upaya dilakukan dalam mempertahankan pangsa 
pasar nasional untuk menembus pangsa pasar global dilakukan berbagai upaya 
dan terobosan, salah satu industri tembakau di Jember yang bergerak dalam 
bidang penanaman sekaligus eksportir ke pasar internasional yaitu Koperasi 
Agrobisnis Tarutama Nusantara (Kopa TTN) Jember melakukan terobosan baru 
dalam penanaman tembakau untuk mendapatkan tembakau dengan kualitas 
terbaik yaitu menggunakan paranet atau yang lebih dikenal dengan nama 
Tembakau Bawah Naungan (TBN). 
Sehubungan dengan keberlangsungan usaha pertembakau pada pasar 
global, maka diperlukan mitra usaha yang handal. Mitra kerja Kopa TTN Jember 
untuk usaha tembakau TBN yaitu Helmerring Köhne and Co (HKC) yang 
berkedudukan di Bremen Jerman. Kerja sama dengan HKC sudah dirintis mulai 
Tahun 1991 tepatnya pada bulan Januari 1991. Kerja sama dengan HKC 
diharapkan dapat menjalankan prinsip dasar partnership (kesetaraan, saling 
membutuhkan, dan saling menguntungkan) dan berharap prinsip ini dapat dijaga 
kedua belah pihak agar usaha dapat terus berjalan. 
Hasil penelitian menunjukkan, adanya temuan empirik bahwa dalam 
sebuah kerjasama antara 2 pihak ada yang namanya pemilik (principal) dan 
pekerja atau yang dikenal dengan istilah agen yang mana menurut teori keagenan 
(agency theory) “setiap agen yang menjalankan usaha atas nama pemilik 
(principal) haruslah mampu memenuhi keinginan pemilik (principal)”. 
Pernyataan tersebut belum cukup untuk menjadikan sebuah kerjasama yang 
berakhir dengan terwujudnya the good partnership terutama kerjasama yang 
dilakukan antara KOPA TTN Jember dengan HKC. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka diperlukan kesadaran kolektif dalam menjalin mitra usaha KOPA 
TTN Jember dan HKC serta diperlukan peran pemerintah dalam tata kelola 
pertembakauan untuk mendorong kemitraan usaha yang sehat untuk menjamin 
keberlangsungan korporasi dan tata kelola yang dikendalikan untuk masuk ke 
pasar global. Sehingga, mutlak diperlukan kekuatan dari kesadaran kolektif 
bersama (collective awareness) dalam sebuah usaha keberlangsungan hubungan 
bisnis dan hubungan korporasi yang sehat serta paham pada posisi masing masing 
dari tata kelola perusahaan tembakau. Dalam mewujudkan the good partnership
dan the good corporate governance diperlukan hubungan kemitraan antar 
korporasi yang saling terbuka, menjaga kesetaraan, kepercayaan dan saling 
menguntungkan antar pihak, menumbuhkan kesadaran bersama untuk menjaga 
keberlangsungan bisnis serta dukungan pemerintah yang dapat menjamin 
hubungan kemitraan | en_US |