Pengaruh Variasi Gas Pembawa dan Waktu Flushing Terhadap Reprodusibilitas Baseline Respon Sensor Gas Array dalam Penentuan Profil Aroma Kopi Robusta dengan Penyeduhan
Abstract
Jenis-jenis kopi terdiri dari tiga macam, yaitu kopi liberika, kopi arabika, dan
kopi robusta. Kopi yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah kopi
robusta, dan salah satu sentra produksi kopi robusta di Indonesia yaitu kabupaten
Jember, Jawa Timur. Kebun kopi robusta di Jember, Jawa Timur tersebar di
berbagai daerah, misalnya di daerah Bangsalsari dan Silo. Biji kopi mengandung
senyawa volatil yang menyebabkan aroma pada kopi. Identifikasi aroma kopi
pada mulanya menggunakan metode standar human tester kemudian dilanjutkan
dengan metode yang memiliki sensitifitas tinggi seperti GC-MS. Akan tetapi
metode tersebut memiliki beberapa kekurangan, sehingga dikembangkan suatu
instrumen yang memiliki akurasi dan sensitifitas lebih tinggi yaitu electronic
nose. Salah satu komponen dalam electronic nose yaitu sensor gas array yang
digunakan untuk menangkap dan mendeteksi aroma kopi. Sensor gas yang
digunakan untuk identifikasi aroma kopi Bangsalsari dan Silo dalam penelitian ini
yaitu 8 jenis sensor MQ, yaitu MQ-136, MQ-135, MQ-3, MQ-6, MQ-7, MQ-8,
MQ-9, dan MQ-2. Karakteristik aroma kopi dapat ditentukan dari pola respon
sensor yang dihasilkan. Kinerja sensor gas array dapat ditentukan berdasarkan
nilai repeatabilitas dan reprodusibilitas baseline. Penentuan baseline dalam
penelitian ini menggunakan variasi gas pembawa (argon, nitrogen, dan udara
kering) dan uap air.
Titik fokus dalam penelitian ini adalah menentukan waktu optimal gas
pembawa dalam melakukan flushing sehingga tegangan sensor dapat
dikembalikan ke titik baseline awal. Variasi waktu flushing yang digunakan yaitu
60 detik, 180 detik, 300 detik, 420 detik, dan 540 detik. Penelitian ini dilakukan
dengan cara melakukan running menggunakan software LabView dengan urutan
pengaliran gas pembawa kemudian uap air untuk penentuan baseline, uap kopi
seduh, dan dilanjutkan dengan flushing menggunakan uap air lalu gas pembawa.
Proses running tersebut dilakukan terhadap masing-masing variasi gas pembawa
dan waktu flushing sebanyak 10 kali ulangan selama waktu 2 minggu sekali dalam
2 bulan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan ANOVA Two
Way With Replication, uji t-test, uji BNT (Beda Nyata Terkecil), dan uji
reprodusibilitas menggunakan nilai %RSD. Berdasarkan hasil uji ANOVA Two
Way With Replication pada tegangan baseline sensor MQ-3, MQ-6, dan MQ-136
menyatakan bahwa terdapat pengaruh variasi gas pembawa dan waktu flushing
terhadap reprodusibilitas baseline.
Pengaruh variasi gas pembawa dan waktu flushing dapat dijelaskan dengan
uji t-test dan uji BNT. Berdasarkan uji t-test menyatakan bahwa gas pembawa
paling baik yaitu udara kering karena nilai tegangan antara baseline awal dan
baseline akhir yang dihasilkan hampir sama, sedangkan gas argon, nitrogen, dan
uap air menunjukkan nilai tegangan antara baseline awal dan baseline akhir
cenderung berbeda. Selanjutnya, hasil uji BNT menyatakan bahwa nilai tegangan
baseline dari minggu ke-1 hingga minggu ke-7 cenderung mengalami perubahan,
akan tetapi berdasarkan nilai %RSD reprodusibilitas pengukuran baseline kedua
aroma sampel kopi menunjukkan hasil pengukuran dapat dikatakan baik atau
reprodusibel. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tegangan baseline memang
cenderung berubah setiap waktu, tetapi perubahan tersebut masih dalam kriteria
presisi. Optimasi variasi waktu flushing dilakukan menggunakan uji t-test yang
menunjukkan bahwa gas pembawa argon dan nitrogen menghasilkan tegangan
yang cenderung berbeda antara baseline awal dan baseline akhir pada semua
variasi waktu. Penggunaan udara kering untuk proses flushing menunjukkan
bahwa pada waktu 300 detik sebagian besar sensor mampu dikembalikan
tegangannya ke titik baseline semula, sehingga dapat dikatakan bahwa waktu
optimal udara kering dalam melakukan flushing permukaan sensor gas yaitu 300
detik.