Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Ptsl Yang Dibebani Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Bphtb Terutang
Abstract
Prinsip Bea perolehan hak atas tanah terutang mengharuskan bea perolehan
hak atas tanah dan bangunan terutang dilunasi saat terjadi perolehan hak
sebagaimana dalam Pasal 9 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sedangkan dalam Program
Pendaftaran tanah sistematis lengkap sertipikat tetap diterbitkan meskipun bea
perolehan hak atas tanah belum lunas . Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini meliputi, (1) Apakah sertipikat hak milik yang
dibebani bea perolehan hak atas tanah terutang dalam program pendaftaran tanah
sistematis lengkap memiliki kekuatan hukum (2) Apa akibat hukum sertipikat hak
milik atas tanah apabila masih dibebani bea perolehan hak atas tanah terutang (3)
Apakah upaya yang dapat dilakukan jika ketentuan bea perolehan hak atas tanah
(BPHTB) terutang dalam Permen ATR/BPN No. 6 Tahun 2018 bertentangan
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah. Guna menjawab isu hukum dalam tesis ini menggunakan pendekatan
Undang-Undang (Statute Approach) serta pendekatan konseptual (conceptual
approach).
Sebuah kerangka teoritis yang digunakan untuk menjawab rumusan
masalah dimana terdapat beberapa pokok pikiran dan penjelasan tentang Akta
yang didalamnya menguraikan mengenai konsep akta peralihan hak atas tanah
yang menjadi syarat untuk pendaftaran tanah, pendaftaran tanah yang
mencangkup proses pendaftaran tanah, sertipikat yang menguraikan mengenai
penerbitan sertipikat hak atas tanah baik didalam program percepatan pendaftaran
tanah sistematis lengkap maupun melalui pendaftaran tanah secara umum, serta
teori-teori hukum yaitu teori kepastian hukum dan harmonisasi hukum yang
sesuai untuk menjawab rumusan masalah yang ada.
Penerbitan sertipikat yang masih dibebani bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan terutang ini tidak sesuai dengan prinsip bea perolehan hak atas tanah
dan bangunan terutang yang harus dilunasi ketika perolehan hak, hal ini membuka
ruang adanya ketidakpastian hukum dalam pendaftaran tanah sehingga berakibat
hukum terhadap sertipikat yang diterbitkan. Berdasar pada asas lex superior
derogat lex inferior, jelas bahwa penerbitan sertipikat hak atas tanah yang masih
dibebani BPHTB terutang dalam Peraturan Menteri ATR/BPN No. 6 Tahun 2018
bertentangan dengan Pasal 9 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Kesimpulan penelitian ini, pertama bahwa sertipikat hak milik yang
dibebani bea perolehan hak atas tanah dan bangunan terutang dalam program
pendaftaran tanah sistematis lengkap tidak memiliki kekuatan hukum, Kedua
sertipikat yang masih dibebani BPHTB terutang menimbulkan akibat hukum
terhadap objek dan subjek hak atas tanah, ketiga perlu dilakukan harmonisasi
hukum terhadap Peraturan ATR/BPN No. 6 Tahun 2018 agar menjamin kepastian
hukum dalam percepatan pendaftaran tanah kedepannya.
Collections
- MT-Science of Law [334]
Related items
Showing items related by title, author, creator and subject.
-
Peralihan hak atas tanah merupakan salah satu peristiwa dan/atau perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya pemindahan hak atas tanah dari pemilik kepada pihak lainnya. Peralihan tersebut bisa disengaja oleh karena adanya perbuatan hukum seperti jual beli. Sebelum berlakunya UUPA jual beli tanah dilakukan berdasarkan hukum adat dan hukum Eropa atau terkenal dengan sistem dualisme hukum. Dalam hukum tanah pada jaman Hindia Belanda mengakibatkan timbulnya dua penggolongan tanah. Ada tanah dengan hak-hak barat seperti hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal yang disebut dengan tanah-tanah hak barat yang tunduk pada KUHPerdata dan tanah-tanah dengan hak-hak Indonesia, seperti tanah-tanah dengan hak adat yang tunduk pada hukum tanah adat. Dualisme hukum itu berdampak pada beberapa kasus salah satunya kasus jual beli tanah yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa di Pengadilan Negeri Gresik Nomor 19/Pdt.G/2000/PN.Gs. Para Penggugat sebagai ahli waris dari Mi’an P. Misran merasa belum pernah menjual harta waris yang diperoleh dari Mi’an P. Misran kepada siapapun. Tetapi PT. Bumi Lingga Pertiwi telah membeli tanah dari Tergugat III yaitu Amenan alias H.Said Objek sengketa tersebut selama ini masih belum didaftarkan sehingga belum bersertifikat. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisa lebih lanjut beberapa permasalahan dalam bentuk skripsi dengan judul: “ANALISIS TENTANG JUAL BELI TANAH SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960 YANG TANPA PERSETUJUAN DARI PARA AHLI WARIS (STUDI TERHADAP PUTUSAN NO.19/Pdt.G/2000/PN.GS)”.
Anton Pujanang (2014-01-23)Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui periode kritis dan tipe serangan hama wereng batang coklat yang dilaksanakan di Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, dilaksanakan yaitu dalam bulan April 2011 sampai dengan bulan ... -
TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI DI KANTOR NOTARIS DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH KABUPATEN JEMBER
ANDRIANI, Sofi (2015-11-24)Kedudukan Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli dapat digolongkan menjadi 2 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, yaitu Pejabat Pembuat Akta ... -
PROSEDUR PERALIHAN TANAH BEKAS HAK ERFPACHT MENJADI HAK MILIK ATAS TANAH PERKEBUNAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 (Studi Kasus Tanah Ketajek Kecamatan Panti Kabupaten Jember)
IKHSANTO, Imam (2015-11-26)Tuntutan pemberian Hak Milik atas tanah terhadap tanah-tanah bekas Hak Erfpacht yang sekarang menurut UUPA berubah menjadi HGU melalui tindakan penguasaan yang dilakukan oleh masyarakat merupakan jawaban dari kebutuhan ...