Diplomasi Digital Strategi dan Aktor Baru dalam Kebijakan Politik Luar Negeri
Abstract
Artikel ini mendiskusikan penggunaan diplomasi digital baik oleh aktor negara maupun non-negara di tengah terbentuknya struktur baru dalam masyarakat jaringan dan kompleksitas isu persoalan global. Arus deras globalisasi dan disrupsi teknologi mengubah pola komunikasi politik dan beragam interaksi sosial serta memperpendek jarak transaksi komunikasi antara orang di seluruh dunia. Bahkan Frances Cairncross menegaskan transformasi pembangunan dunia ini sebagai “kematian jarak” (the death of distance). Bertolak dari pemikiran mengenai Strukturasi oleh Anthony Giddens dan Masyarakat Jaringan (network society) dari Manuel Castells dan dengan metode literature review atau studi dokumentasi, artikel ini akan mengeksplorasi signifikansi diplomasi digital baik yang difungsikan untuk diseminasi kepentingan nasional suatu negara maupun advokasi kepentingan global sejalan dengan makin berkembangnya softpower diplomacy. Hasil temuan penting yang perlu dijadikan perhatian bersama adalah diplomasi digital telah menciptakan strategi, struktur dan aktor-aktor baru yang dinilai terlalu bagus untuk dilewatkan begitu saja. Diplomasi menghadapi global warming oleh mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, Al Gore dan penggunaan beragam platforms media sosial oleh para pemimpin dunia atau termasuk Kementerian Luar Negeri Indonesia telah membentuk struktur kontestasi baru dalam masyarakat jaringan. Artikel ini menyimpulkan bahwa diplomasi digital sangat potensial untuk meningkatkan dan memperkuat agenda diplomatik baik untuk kepentingan kelompok aktor-aktor baru dan berbagai isu-isu baru.
Collections
- LSP-Papers [138]