Show simple item record

dc.contributor.advisorSUSANTI, Dyah Ochtorina
dc.contributor.authorFAUZIA, Yunita Ulin
dc.date.accessioned2019-10-09T04:04:30Z
dc.date.available2019-10-09T04:04:30Z
dc.date.issued2019-10-08
dc.identifier.nim120710101056
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/93266
dc.description.abstractPada bab 1 dikemukakan latar belakang bahwa suami dan istri harus memiliki agama atau keyakinan yang sama dalam mengarungi bahtera hidup berumah tangga. Terkait demikian, perkawinan dikatakan tidak sah apabila suami dan istri memiliki agama yang bebeda. Larangan perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda dilatarbelakangi oleh harapan akan lahirnya keluarga yang sakinah. Bagaimana mendidik anak-anak mereka, karena pada dasarnya seorang anak akan kebingungan untuk mengikuti ayahnya atau ibunya. Perkawinan baru akan langgeng dan tenteram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antar suami dan istri, karena jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya, atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan antara suami dan istri pun tidak jarang mengakibatkan kegagalan perkawinan. Terkait hal tersebut penulis melakukan kajian terhadap contoh kasus pada Putusan Nomor 472/Pdt.G/2014/PN.JKT.PST pada kasus perceraian karena beda agama berikut hak asuh anak hasil perkawinannya. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) alasan beda agama apakah bisa menjadi dasar diajukannya gugatan perceraian ; dan (2) hak asuh anak terhadap perceraian yang diakibatkan adanya beda agama. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undangundang dan pendekatan konseptual dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif. Pada bab 2 menguraikan tentang tinjauan pustaka yang terdiri dari perkawinan, meliputi pengertian, tujuan dan rukun serta syarat perkawinan. Kedua, tentang Perceraian, meliputi pengertian dan alasan-alasan perceraian. Ketiga tentang anak, meliputi pengertian anak, dasar hukum dan macam-macam anak. Pada bab 3 menguraikan tentang pembahasan yang dapat dikemukakan bahwa hak asuh anak apabila terjadi perceraian karena perbedaan agama atau keyakinan diputus apabila anak belum dewasa diputus berdasarkan pertimbangan hakim di pengadilan, sedangkan bila anak sudah dewasa anak dapat memilih untuk diasuh ayah atau ibunya berdasarkan pilihannya. Pada bab 4 dikemukakan kesimpulan dan saran bahwa, Pertama Suami atau istri yang berpindah agama atau keyakinan pada dasarnya tidak dapat dijadikan dasar untuk mengajukan perceraian namun dapat dijadikan sebagai alasan perceraian karena menjadi pemicu pertengkaran secara terus menerus berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang Undang Perkawinan dan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Kedua berdasarkan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan dapat diketahui bahwa baik bapak maupun ibu mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap pemeliharaan anak meskipun telah bercerai. Orang tua yang diberi hak untuk memelihara anak, harus berupaya untuk memelihara anak dengan sebaik-baiknya. Pemeliharaan anak bukan hanya meliputi memberi nafkah lahir saja, tetapi juga meliputi nafkah batin seperti pendidikan formal dan pendidikan informal. Saran yang dapat diberikan bahwa, Pertama Kepada suami istri hendaknya dapat menghindari percerian karena pada dasarnya tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (keluarga yang sakinah dan mawaddah). Terkait itu kiranya perkawinan harus dipertahankan dari adanya perpisahan atau perceraian. Saat menikahnya seorang laki-laki dan seorang wanita, maka sejak saat itulah keduanya harus berbagi suka, duka dan kesetiaan hingga akhir hayatnya. Adanya cinta dan kesetiaan yang melandasi bahtera rumah tangga maka biduk keluarga akan berjalan dengan baik dan bahagia sehingga riakriak kecil seperti perselisihan dapat diatasi dengan baik, jangan sampai terpisahkan. Demikian halnya dengan agama, seharusnya suami dan istri berkomitmen untuk memeluk agama yang sama. Kedua, Kepada pihak masyarakat hendaknya yang akan mengajukan gugatan dalam masalah perceraian harus mengajukan alasan yang tepat dan sesuai sehingga gugatan tersebut dapat diterima sebagai alasan hukum. Hal ini karena seringkali masyarakat menggunakan alasan yang tidak sesuai sehingga gugatan tersebut ditolak oleh hakim. Ketiga, Kepada majelis hakim disarankan saat memutus hak asuh anak dalam hal terjadinya perceraian karena istri pindah agama hak asuh anak menjadi milik suami atau ayah bagi anak-anaknya yang mempunyai agama yang sama yang dipeluk sejak lahir, sehingga tidak pindah agama.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectHak asuh anaken_US
dc.subjectGugatan perceraianen_US
dc.subjectBeda agamaen_US
dc.subjectPerkawinanen_US
dc.subjectPerceraianen_US
dc.titlePermohonan Hak Asuh Anak dalam Gugatan Perceraian Beda Agamaen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record