Show simple item record

dc.contributor.advisorWahono, Puji
dc.contributor.advisorSoelistijono, Pra Adi
dc.contributor.authorPERTIWI, INTAN YANUAR
dc.date.accessioned2018-12-03T11:34:33Z
dc.date.available2018-12-03T11:34:33Z
dc.date.issued2018-12-03
dc.identifier.nim13091010101005
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/88873
dc.description.abstractPerdagangan online tidak hanya membuat manusia lebih dimudahkan saja, tetapi juga memiliki berbagai resiko yang dapat mengancam keselamatannya. Seperti misalnya kasus penipuan yang marak terjadi pada online shopping karena barang yang dikirim oleh penjual tidak sesuai dengan barang yang dipromosikan. Survei CIGI-IPSOS menunjukkan bahwa tingkat kejahatan dalam online shopping mencapai angka 82% pada tahun 2017. Sebanyak 49% persen dari 24,225 konsumen di 24 negara memiliki tingkat kepercayaan rendah pada online shopping. Oleh karena itulah, perlindungan terhadap konsumen sangat dibutuhkan mengingat adanya beberapa hal, yakni, pertama dalam jual beli atau transaksi, masing-masing pihak selain terinformasi dengan baik, mereka adalah aktor-aktor yang rasional (menghitung untung dan rugi). Namun, rasionalitas itu memiliki batasan (bounded rationality) sehingga belum tentu semua informasi dapat diserap dengan baik untuk bahan pengambilan keputusan. Kedua, manusia (penjual dan pembeli) cenderung berperilaku oportunis (selalu ingin untung). Untuk itu pihak berwenang (pemerintah, lembaga atau organisasi internasional) membuat undang-undang atau aturan yang meminimalisir peluang terjadinya opportunistic behavior dengan meminimalkan peluang terjadinya asymmetric information. Oleh karenanya penelitian ini memiliki tujuan yang hendak dicapai yakni untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan perlunya konsumen perdagangan online di Asia Tenggara mendesak untuk dilindungi dan pelaksanaan upaya perlindungan konsumen oleh ASEAN Committe on Consumer Protection (ACCP) dalam perdagangan era digital di kawasan Asia Tenggara. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian tersebut meliputi dua hal, yaitu teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Teknik pengumpulan data ix yang dilakukan adalah studi pustaka (library research) untuk memperoleh data sekunder. Berdasarkan data-data tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan konsumen mendesak untuk diterapkan karena dalam perdagangan era digital seperti saat ini, konsumen memiliki pengetahuan akan informasi barang dan jasa yang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan produsen hal ini kemudian membentuk suatu hal yang dikenal dengan informasi asimetris. Akibatnya, konsumen kerap mengalami berbagai kerugian baik fisik, materi, dan moral. Adapun upaya yang dilakukan oleh ACCP agar dapat mencapai tujuan tersebut ialah dengan membentuk tiga program kerja atau working group, yaitu Working Group on Rapid Alert System and Information Exchange (WG RAPEX) yang berfungsi untuk pertukaran informasi mengenai produk, Working Group on Cross Border Consumer Redress (WG CBCR) yang berfungsi untuk pengembangan sistem ganti rugi konsumen antar negara, dan Working Group Training & Education (WG T&E) yang berfungsi untuk pengembangan dan pelaksanaan roadmap untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan negara anggota ACCP.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectPerlindungan Konsumenen_US
dc.subjectAsean Committee Consumer Protection (ACCP)en_US
dc.subjectPerdagangan Era Digitalen_US
dc.titleUpaya Perlindungan Konsumen oleh Asean Committee Consumer Protection (ACCP) dalam Perdagangan Era Digital di Asia Tenggaraen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record