Show simple item record

dc.contributor.advisorHAPSARI, Triana Dewi
dc.contributor.advisorAGUSTINA, Titin
dc.contributor.authorHUSNIAH, Firra Amilul
dc.date.accessioned2018-07-27T03:10:32Z
dc.date.available2018-07-27T03:10:32Z
dc.date.issued2018-07-27
dc.identifier.nim131510601022
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/86555
dc.description.abstractKecamatan Puger memiliki produksi kerupuk tempe tertinggi di Kabupaten Jember. Perkembangan kerupuk tempe di Kecamatan Puger berawal dari usaha turun temurun sehingga muncul berbagai skala agroindustri kerupuk tempe mulai dari skala menengah, skala kecil dan skala rumah tangga. Agroindustri kerupuk tempe mengolah tepung tapioka, tepung terigu dan kedelai menjadi kerupuk tempe. Pada kegiatan produksi kerupuk tempe di tiga skala agroindustri tersebut memiliki beberapa kendala seperti teknologi yang digunakan masih tradisional, tidak adanya laporan keuangan karena pembukuan yang dilakukan masih sederhana, dan sebagian besar agroindustri belum memiliki ijin usaha sehingga kurang mendapat dukungan pemerintah dalam pengembangan usahanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) sistem produksi; (2) harga pokok produksi; (3) nilai tambah pada agroindustri kerupuk tempe di Kecamatan Puger. Penelitian dilakukan pada enam agroindustri kerupuk tempe yang tebagi menjadi tiga skala usaha yaitu skala menengah, skala kecil dan skala rumah tangga. Metode penelitian adalah deskriptif dan analitis. Metode pengambilan sampel adalah purposive sampling. Metode pengumpulan data yaitu kepustakaan, observasi, wawancara dengan kuesioner dan dokumentasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) sistem produksi agroindustri kerupuk tempe di Kecamatan Puger a) pengadaan bahan baku pada agroindustri skala menengah memiliki permasalahan terbatasnya bahan baku tapioka “SG 8” sedangkan pada agroindustri skala kecil dan rumah tangga permasalahan yang terjadi harga bahan baku terigu dan kedelai yang diperoleh lebih mahal, b) proses penjemuran merupakan bagian proses produksi yang memiliki resiko paling tinggi terhadap kerusakan produk kerupuk tempe dan membutuhkan waktu paling lama dibandingkan proses lainnya, c) tipe produksi tergolong tipe terus menerus yaitu urutan alat-alat produksi disesuaikan dengan proses produksinya, d) tata letak pada masing-masing skala agroindustri belum sepenuhnya sesuai dengan konsep lay out kerupuk pada umumnya, karena tidak adanya lantai jemur permanen dan gudang penyimpanan kerupuk tempe yang memadai, e) output kerupuk tempe pada masing-masing skala agroindustri belum sesuai dengan Standar Industri Indonesia (SII) karena masih terdapat kandungan bahan yang tidak diijinkan. (2) Harga pokok produksi pada agroindustri skala rumah tangga sebesar Rp 8.611,14 per kilogram kerupuk tempe merupakan nilai yang paling rendah dikarenakan tidak adanya pengeluaran biaya untuk tenaga kerja angkut produk seperti yang dibutuhkan oleh agroindustri skala menengah dan skala kecil. (3) nilai tambah pengolahan tapioka, terigu dan kedelai menjadi kerupuk tempe tertinggi dimiliki oleh agroindustri skala menengah sebesar Rp 1.706,93 per kilogram bahan baku karena biaya penyusutan yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan agroindustri skala kecil dan rumah tangga.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries131510601022
dc.subjectHARGA POKOKen_US
dc.subjectPRODUKSI DAN NILAI TAMBAHen_US
dc.subjectAGROINDUSTRI KERUPUK TEMPEen_US
dc.titleAnalisis Harga Pokok Produksi dan Nilai Tambah Agroindustri Kerupuk Tempe di Kecamatan Puger Kabupaten Jemberen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record