Show simple item record

dc.contributor.advisorSUDARMI, SITI
dc.contributor.advisorNURHAYATI, DWI ENDAH
dc.contributor.authorHANI’AH, NOVI UMU
dc.date.accessioned2016-01-22T03:48:16Z
dc.date.available2016-01-22T03:48:16Z
dc.date.issued2016-01-22
dc.identifier.nim040710101179
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/71995
dc.description.abstractSecara umum Inses adalah hubungan seksual antara keluarga yang masih memiliki hubungan sedarah. Sebagai perkosaan, inses adalah salah satu bentuk tindakan kekerasan seksual yang paling dikutuk karena menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi korbannya. Persoalannya, inses masih terus dianggap tabu untuk diungkap dan dibicarakan. Jika tabu ini terus terpelihara, maka sama saja kita melindungi pelaku kejahatan dan membiarkan penderitaan korban terus tercipta. Larangan inses telah di atur secara tegas di dalam Pasal 294 KUHP, akan tetapi berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Komnas PA dan KPAI jumlah kekerasan seksual terhadap anak dari tahun ke tahun terus meningkat termasuk jumlah anak sebagai korban tindak pidana inses. Selama ini pandangan yang ada menyebutkan bahwa pada saat pelaku kejahatan telah diperiksa, diadili dan dijatuhi hukuman pidana, pada saat itulah perlindungan terhadap korban telah diberikan, padahal pendapat demikian tidak sepenuhnya benar. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk membahasnya dalam skripsi dengan judul ”PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA INSES” dengan rumusan masalah: pertama, Apakah hukum pidana positif telah menjamin perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana inses?. Kedua, Apakah bentuk perlindungan hukum yang tepat terhadap anak sebagai korban tindak pidana inses?. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana inses dalam hukum pidana positif dan untuk menganalisis bentuk perlindungan hukum yang tepat terhadap anak sebagai korban tindak pidana inses. Metode Penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif, dengan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan menggunakan analisa bahan hukum sebagai langkah terakhir. Kesimpulannya bahwa hukum pidana positif Indonesia pada dasarnya telah menjamin perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana inses, hal ini dapat dilihat di dalam KUHP, UUPA, UU PKDRT dan UUPSK xii akantetapi perlindungan yang ada dalam KUHP masih bersifat in abstracto, sedangkan UUPA, UU PKDRT dan UUPSK pada dasarnya telah mengamanatkan perlindungan secara in concreto dan langsung terhadap korban akan tetapi dalam implementasinya masih sulit untuk diwujudkan, hal ini dikarenakan adanya perbedaan dalam peraturan perundang-undangan tersebut terkait dengan perlindungan terhadap anak sebagai korban tindak pidana inses dan adanya keterbatasan pengetahuan aparat penegak hukum kita yang masih sering menggunakan KUHP dalam menindak pelaku sehingga perlindungan terhadap anak sebagai korban tindak pidana inses tidak dapat dilakukan secara adil dan merata karena hak-hak anak sebagai korban kejahatan tidak dipenuhi, selain itu mengingat anak sebagai korban tindak pidana inses memiliki karakter khusus yakni adanya hubungan yang erat dengan pelaku serta tingkat ketergantungan korban yang tinggi terhadap pelaku maka terhadap anak sebagai korban tindak pidana inses hendaknya diberikan bentuk perlindungan hukum berupa pemberian ganti rugi dalam bentuk kompensasi dan diberi bantuan (assistance) dalam bentuk pelayanan/bantuan medis dan konseling, bantuan hukum dan pemberian informasi sebab anak-anak sebagai korban tindak pidana inses biasanya akan mengalami trauma yang berkepanjangan sehingga bantuan-bantuan tersebut sangat dibutuhkan demi masa depan anak itu sendiri. Seyogjanya dibuat pasal-pasal khusus dalam suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana inses sehingga ada perbedaan antara tindak pidana inses dengan tindak pidana perkosaan maupun pencabulan, sebaiknya perumus undang-undang juga tidak mengabaikan hukum positif dan juga hukum internasional yang terkait dengan perlindungan korban khususnya tindak pidana inses sehingga nantinya tidak ada ketidaksesuaian antara peraturan perundang-undangan yang baru dengan yang lama, selain itu seyogjanya pembuat undang-undang tidak mengabaikan hakhak korban dalam menyususn suatu peraturan perundang-undangan khususnya korban anak karena anak juga memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum sehingga perlindungan tidak hanya terbatas pada calon korban akan tetepi terhadap korban aktual juga.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjecttindak pidana insesen_US
dc.subjectperlindungan hukumen_US
dc.titlePERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA INSESen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record