Show simple item record

dc.contributor.advisorYasa, I Wayan
dc.contributor.advisorFahansyah, Ermanto
dc.contributor.authorAGATA, ANGGIE PUSPITA CHRIS
dc.date.accessioned2015-12-03T02:51:08Z
dc.date.available2015-12-03T02:51:08Z
dc.date.issued2015-12-03
dc.identifier.nim110710101009
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/66057
dc.description.abstractSektor pertambangan merupakan sektor yang strategis karena Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Kegiatan yang dilakukan dimulai dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang terkadang dilakukan sampai puluhan tahun. Hal tersebut menyebabkan sektor pertambangan merupakan sektor yang membutuhkan modal besar untuk menjalankan kegiatan tersebut. Modal tersebut dapat diperoleh melalui pengajuan kredit kepada bank. Pemberian kredit yang dilakukan oleh perbankan di Indonesia akan dianalisis dengan menggunakan mekanisme yang telah ditentukan. Praktikya pihak perbankan tidak selalu memberikan kredit pada sektor pertambangan karena dinilai risiko yang dihadapi perbankan akan tinggi. Selain itu juga dikarenakan harga komoditi batu bara yang sedang menurun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan mengacu pada kebijakana Bank Indonesia, menghimbau kepada perbankan untuk melakukan pembatasan pemberian kredit, terutama dalam pemberian kredit terhadap sektor pertambangan dengan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Selain itu, kelesuan yang terjadi di sektor pertambangan karena Pemerintah mengeluarkan ekspor hasil tambang yang menurun. Penurunan tersebut, akibat dari kebijakan Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2014, yang merupakan tindak lanjut dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara. Tujuan dari dikeluarkannya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) untuk meminimalisir dampak kredit macet pada sektor Pertambangan. Dampak tersebut mengakibatkan sektor pertambangan akan semakin dimonopoli oleh investor asing. Karena investor lokal kalah bersaing dalam hal permodalan dengan investor asing. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis membahas uda permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimanakah pengaturan pembatasan pemberian kredit disektor pertambangan?; 2) Bagaimana akibat adanya pembatasan pemberian kredit terhadap investasi disektor pertambangan di Indonesia?. Tujuan penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Metode yang digunakan untuk membahsa permasalahan yang ada dalam skripsi ini dengan menggunakan metode yuridis normatif (Legal Research). Bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, kemudian dilanjutkan dengan analisis bahan hukum yang digunakan. Kesimpulan dari pembahasan yang telah dijelaskan bahwa 1). sejak harga komoditas batu bara menurun, sehingga OJK menghimbau kepada pihak perbankan untuk membatasi pemberian kredit terhadap sektor pertambangan. OJK yang menilai bahwa sektor pertambangan memiliki risiko yang sangat. Himbauan tersebut dilakukan terhadap OJK karena Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit xiii Bank Umum (BMPK). Selain itu, jika perbankan melakukan pemberian kredit maka terdapat beberapa hal yang harus dianalisis oleh pihak Bank, dengan menggunakan analisis 5C, 5P dan 3R. 2). Kondisi investasi Indonesia yang belum menentu, sehingga mengalami perlambatan, dikarenakan terdapat perlambatan dalam investasi tetap. Investasi tetap yaitu turunnya kondisi perdagangan dan lebih ketatnya kondisi pembiayaan luar negeri. Sementara Penanaman Modal Asing Langsung (foreign direct invesment/FDI) merupakan sumber pembiayaan investasi yang masih tetap kuat sejauh ini, laju pertumbuhan aliran masuk FDI yang tercatat pada beberapa tahun terakhir menunjukkan tanda-tanda mendatar. Pembatasan pemberian kredit terhadap investasi pada sektor pertambangan di indonesia berdampak menurunnya penerimaan pajak dan penerimaan non pajak dari sektor sumber daya alam. Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan: (1). Modal yang ada pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum ini kurang efektif jika diterapkan. Seharusnya dalam Pasal 11 PBI tentang BMPK dilakukan perubahan dengan menambah quota tidak hanya 30% (tiga puluh persen) namun bisa lebih besar untuk kelompok dan untuk perseorangan lebih besar dari 10% (sepuluh persen) dari modal bank. Atau dengan mentiadakannya aturan tersebut dan menggantinya dengan memperketat syaratsyarat pemberian kredit dan pihak perbankan juga menambah analisis yang dilakukan kepada peminjam dana. (2). Pemerintah harus lebih mengoptimalkan dan memberikan kelonggaran untuk investor dalam negeri agar mau berinvestasi dalam sektor pertambangan, sehingga dapat menambah lapangan pekerjaan, menambah pendapatan daerah dan menambah pendapatan devisa negara.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectPEMBATASAN PEMBERIAN KREDIT PERBANKANen_US
dc.titleANALISIS YURIDIS PEMBATASAN PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN PADA SEKTOR PERTAMBANGAN NASIONALen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record