Show simple item record

dc.contributor.advisorYASA, I WAYAN
dc.contributor.advisorZulaika, Emi
dc.contributor.authorHOLIDA, DINA NUR
dc.date.accessioned2015-12-01T08:18:09Z
dc.date.available2015-12-01T08:18:09Z
dc.date.issued2015-12-01
dc.identifier.nim110710101013
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/65558
dc.description.abstractKonsekuensi logis bahwa Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai perkawinan, perceraian, dan kewarisan. Apabila terjadi suatu perceraian tentu akan membawa akibat hukum sebagai konsekuensi dari percerian tersebut yaitu status suami atau istri, kedudukan anak, maupun mengenai harta bersama yang diperoleh sepanjang perkawinan ataupun harta bawaan dari suami maupun isteri. Terdapat 3 golongan penduduk yang terdiri dari: (1) Golongan Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka; (2) Golongan Timur Asing Tionghoa dan Non Tionghoa; dan (3) Golongan Bumi Putera. Golongan Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka berlaku seluruh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. dan KUHD, untuk Golongan Timur Asing Tionghoa berdasarkan Stb. 1917 No. 129 berlaku seluruh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. dan peraturan mengenai adopsi atau pengangkatan anak (dikurangi dengan peraturan tentang pencatatan sipil, dan tata perkawinan), juga berlaku seluruh KUHD, sedangkan Golongan penduduk yang dinamakan Timur Asing bukan Tionghoa berdasarkan Stb. 1924 No. 556 berlaku seluruh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kecuali Hukum Keluarga dan Hukum Waris, untuk KUHD pada dasarnya dapat diberlakukan seluruhnya. Masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa yang berkaitan dengan masalah warisan, bagi mereka berlaku Hukum Waris Perdata Barat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Masyarakat Non Tionghoa, misalnya masyarakat Keturunan Arab berlaku Hukum Waris Islam menurut Al’Quran dan Hadits Rasul untuk masalah warisan, sedangkan bagi orang Indonesia Asli, Hukum Waris yang berlaku adalah Hukum Adatnya. Seperti yang terjadi dalam perebutan harta waris yaitu harta bawaan dari suami yang diperebutkan oleh adik kandung pewaris dan isteri dari si pewaris, yang mana perkara ini sampai pada tingkat upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali yang diputus oleh mahkamah Agung No 54/PK/Pdt/2012 dan akan dijadikan bahan untuk skripsi ini. Penulis mengkaji dan menganalisis, sehingga dari latar belakang tersebut dapat dikerucutkan menjadi 2 hal yaitu : Apakah seorang janda berhak sebagai ahli waris terhadap harta bawaan suami? Apa pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara No. 54 PK/Pdt/2012 sesuai dengan Undang-Undang?. Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi 2 yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Untuk tujuan khusus dari penulisan skripsi ini ada dua yaitu : (1) Untuk mengetahui kedudukan janda sebagai ahli waris harta bawaan suami; (2) Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus putusan Mahkamah Agung No. 54/PK/Pdt/2012. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu metode pendekatan undang-undang (statute approach), sedangkan bahan hukum yang digunakan dibagi menjadi 2 yaitu, bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder. Analisa yang digunakan dalam penulisan ini bersifat preskriptif dan terapan. xiii Seorang janda berhak mewarisi harta bawaan suaminya, jika kedua belah pihak tidak pernah mengadakan perjanjian kawin, karena bagi golongan penduduk Indonesia keturunan Tionghua mengenai harta waris maka berlaku hukum waris perdata barat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. berdasarkan pasal 119 Kitab Undag-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan isteri, sekedar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain, persatuan itu sepanjang perkawinan tak boleh ditiadakan atau diubah dengan sesuatu persetujuan antara suami dan isteri. Dikuatkan juga dalam Yurisprudensi MA No. 301/K/Sip/1961 tanggal 27 Desember 1961 menyebutkan bahwa seorang janda adalah ahli waris dari almarhum suaminya berhak atas bagian dari barang asal suaminya, bagian mana adalah sama dengan bagian anak kandung dari suaminya. Putusan Hakim Mahkamah Agung pada tingkat Peninjauan kembali membatalkan putusan mahkamah Agung pada tingkat Kasasi No perkara 750/PK/Pdt/2010 dan mengadili serta memutus bahwa Meliani Susanti selaku isteri Almarhum Agus Wijaya adalah ahli waris yang berhak atas harta bawaan suaminya sudah tepat, putusan hakim tersebut berdasarkan pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa tanah-tanah milik almarhum Agus Wijaya termasuk harta bersama dikarenakan selama perkawinan berlangsung tidak ada perjanjian kawin mengenai tanah-tanah milik almarhumAgus Wijaya tersebut. Seorang janda sebelum melakukan perkawinan, hendaknya membuat suatu pejanjian kawin agar jelas ada pemisahan antara status harta bawaan dan harta bersama, bagi Hakim Mahkamah Agung lebih teliti dalam memberikan pertimbangan, karena akan membawa dampak bagi perkara yang diputus, bagi ahli waris hendaknya memperhatikan penggolongan ahli waris dan status harta yang akan menjadi harta sengketa, untuk mengetahui patut atau tidak menjadi ahli waris terhadap harta yang disengketakan.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectkedudukan hukum jandaen_US
dc.subjecthak waris harta bawaan suamien_US
dc.titleKEDUDUKAN HUKUM JANDA TERHADAP HAK MEWARIS HARTA BAWAAN SUAMI (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 54/PK/Pdt/2012)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record