Show simple item record

dc.contributor.authorREZA AGUNG ASWENDO
dc.date.accessioned2013-12-07T05:00:57Z
dc.date.available2013-12-07T05:00:57Z
dc.date.issued2013-12-07
dc.identifier.nimNIM090710101135
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/5993
dc.description.abstractKasus yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung No. 362 K/PDT.SUS/2011 ini bermula dari mangkirnya seorang pekerja yang bernama Zuda Ahmad Zainuddin pada tanggal 9, 11, dan 14 Juni 2010 ditempat kerjanya, Perusahaan Garment Dwi Cipta Abadi. Oleh karena perbuatan tersebut Pengusaha Garment Dwi Cipta Abadi mengeluarkan surat peringatan ke I dan II pada tanggal 12 Juni 2010 serta mengeluarkan surat peringatan III dengan sanksi saudara Zuda dipindahkan bagian harian yang bukan sebagai penjahit selama 14 hari, perlu diketahui bahwa Saudara Zuda Ahmad Zainuddin bekerja sebagai penjahit dengan status pekerja harian lepas selama 1 tahun belakangan ini. Tanggal 16 Agustus 2010 Saudara Zuda mangkir tanpa izin sehingga pada tanggal 18 Agustus 2010 terbitlah surat pemutusan hubungan kerja oleh Pengusaha Garment Dwi Cipta Abadi. Saudara Zuda Ahmad Zainuddin tidak terima dengan adanya surat pemutusan hubungan kerja terhadap dirinya. Saudara Zuda menempuh perundingan bipartit pada tanggal 30 Agustus 2010 dengan hasil perundingan yang gagal dan juga menempuh mediasi di Dinas Ketenagakerjaan dan Sosial di Malang pada tanggal 3 November 2010 dengan hasil mediasi yang gagal pula, sehingga Saudara Zuda mendaftarkan surat gugatan pada Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 3 Januari 2011. Setelah menjalani proses peradilan pada tingkat pertama mendapat Putusan tertanggal 6 April 2011 yang mengabulkan sebagian dari pihak penggugat, Namun tidak terhenti disini saja, pihak tergugat melayangkan kasasi pada tingkat terakhir pengadilan hubungan industrial di Mahkamah Agung sehingga menghasilkan putusan pada tanggal 30 Oktober 2011. Rumusan masalah dalam skripsi ini terdiri dari dua (2) hal, yaitu (1). Apakah Dasar Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung melalui putusannya Nomor 632 K/PDT.SUS/2011 telah memenuhi unsur-unsur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja harian lepas dengan perjanjian kerja secara lisan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. (2). Apakah putusan MA Nomor 632 K/PDT.SUS/2011 telah xiv sesuai dengan hak-hak normatif yang dimiliki oleh pekerja harian lepas yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Tujuan penulisan skripsi ini adalah (1) Untuk mengetahui apakah Unsurunsur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dialami oleh Saudara Zuda Ahmada Zainudin selaku pekerja harian lepas dengan Pengusaha Garment Dwi Cipta Abadi dengan unsur-unsur PHK yang telah diundangkan melalui Undang- Undang dalam Pasal 150 sampai Pasal 172 Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. (2) Untuk mengetahui dan memahami hak-hak hak-hak normatif pekerja harian lepas yang mengalami pemutusan hubungan kerja oleh pihak pengusaha melalui pertimbangan hukum dan amar putusan Mahkamah Agung Nomor 632 K/PDT.SUS/2011. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian skripsi ini adalah Kasus Pemutusan Hubungan Kerja Pekerja Harian lepas, Zuda Ahmad Zainudin oleh Pengusaha Garment Dwi Cipta Abadi oleh Pengadilan Hubungan Industrial di Tingkat kasasi, majelis hakim menolak permohonan kasasi tergugat sehingga dasar pertimbangan pemutusan hubungan kerja mengacu pada putusan pengadilan hubungan industrial di tingkat pertama. Majelis hakim dalam menjatuhkan amar putusan nomor : 01/G/2011/PHI.Sby dasar pertimbangannya adalah perbuatan penggugat merupakan perbuatan indisipliner yang mengacu pada UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 Pasal 161 ayat (1), Namun menurut analisa bahwa pertimbangan-pertimbangan hakim tidak memenuhi unsur-unsur Pemutusan Hubungan Kerja yang terkandung dalam pasal tersebut. Majelis Hakim di tingkat Kasasi seharusnya dapat membatalkan sebagian Putusan Hubungan Industrial di tingkat pertama bila lebih memperhatikan alasan-alasan memori kasasi yang dikemukakan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat. Dalam penghitungan hak-hak normatif pekerja Penggugat sudah tepat sesuai dengan putusan Nomor 632 K/PDT.SUS/2011 jo 01/G/2011/PHI.Sby, namun bila diasumsi putusan di tingkat kasasi membatalkan sebagian putusan Hubungan Industrial di tingkat pertama maka penghitungan rincian hak-hak normatif pekerja berbeda. Saran yang dapat diberikan dalam penulisan skripsi ini adalah Untuk menciptakan kepastian hukum dalam upaya perlindungan baik pekerja maupun xv pengusaha perlu kiranya segera dilakukan revisi terhadap UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 terutama menyangkut tentang mewajibkan pengusaha untuk membuat peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama maupun perjanjian kerja secara tertulis. Dengan demikian jelas bagi pekerja maupun pengusaha untuk mengetahui hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi pihak masing-masing dengan disertai ikatan hukum yang pasti.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries090710101135;
dc.subjectHUBUNGAN KERJAen_US
dc.titlePEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK ) PEKERJA HARIAN LEPAS DENGAN PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN OLEH PENGUSAHA GARMENT DWI CIPTA ABADI (Kajian Yuridis Putusan MA Nomor 632 K/PDT.SUS/2011)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record