Show simple item record

dc.contributor.authorAHMAD MUNZAZI
dc.date.accessioned2014-10-24T07:58:23Z
dc.date.available2014-10-24T07:58:23Z
dc.date.issued2014-10-24
dc.identifier.nimNIM100710101241
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/59582
dc.description.abstractPertama,BUMN baik yang berbentuk Persero maupun Perum berdasarkan ketentuan UU Kepailitan dan PKPU dapat dinyatakan pailit, tetapi Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU mengatur secara khusus bahwa terhadap BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. BUMN Persero mengenai aset yang diperoleh dari negara untuk dikelola, dan negara memperolehnya dari APBN atau berasal dari perolehan lain yang sah, terhadap barang milik negara tidak dapat dilakukan sita umum. Pasal 50 UU Pembendaharaan Negara menegaskan yang tidak boleh disita adalah “barang milik negara”. Mengenai barang yang dikuasai BUMN Persero sepanjang dapat dibuktikan bukan milik negara, dapat disita. Kedua, Surat sanggup atas tunjuk merupakan suatu surat berharga, dimana surat berharga dapat dijadikan jaminan utang. Surat berharga adalah surat legitimasi dapat digunakan sebagai bukti diri bagi pemegangnya, surat sanggup atas tunjuk yang merupakan surat berharga yang memiliki fungsi sebagai alat pembayaran/alat tukar uang, alat untuk memindahkan hak tagih, surat bukti hak tagih maka dapat dikategorikan menjadi bukti utang dalam kepailitan.Ketiga,Dasar Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 142 PK/PDT.SUS/2011, yaitu menyatakan dengan adanya bukti baru/novum dari putusan PK Mahkamah Agung Nomor 678 PK/PDT/2010, mengenai pembuktian unsur jatuh tempo sebagaimana yang disyaratkan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU belum terpenuhi karena masih bersifat premature / belum dapat dibuktikan kebenarannya dan keabsahan, maka harus diuji kembali kebenarannya melalui mekanisme pengadilan perdata umum, bukan mekanisme kepailitan. Mengenai tidak adanya utang yang telah jatuh tempo yang merupakan unsur dari pembuktian sederhana sesuai Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU tidak terbukti. Pendapat dan pertimbangan hukum putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 73/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst telah tepat dan benar sehingga dapat dijadikan sebagai pertimbangan Putusan Nomor 142 PK/PDT.SUS/2011, atas putusan tersebut PT. Istaka Karya tidak pailit dengan segala akibat hukumnya. Berdasarkan pemaparan bab-bab sebelumnya, sebagai hasil dari kajian dan analisa dalam penulisan Skripsi ini, maka disarankan sebagai berikut: Pertama, hendaknya, Pemohon pailit sebelum mengajukan permohonannya memperhatikan unsur pembuktian sederhana sesuai di syaratkan Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU, dan memperhatikan syarat pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit sesuai Pasal 2 ayat (3), (4), dan (5) UU kepailitan dan PKPU.Kedua, hendaknya, Hakim sesuai kewenangannya memutuskan kepailitan BUMN Persero harus mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar mengenai dampak putusan terhadap masyarakat dan Negara. Ketiga, hendaknya, Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)meninjau kembali Penjelasan Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU, mempertegas mengenai pengertian “BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik”, sehingga tidak menimbulkan multi tafsir dari berbagai pihak serta ketidaksepahaman di tubuh Kehakiman dalam menganalisis dan memutus suatu perkara Kepailitan BUMN.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries100710101241;
dc.subjectPAILIT, BUMNen_US
dc.titlePEMBATALAN PUTUSAN PAILIT PT. ISTAKA KARYA SEBAGAI BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) PERSERO (Studi Kasus Putusan Mahkamah AgungNomor : 142 PK/PDT.SUS/2011)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record