Show simple item record

dc.contributor.authorMIHWAR ANSHARI
dc.date.accessioned2014-01-28T22:04:25Z
dc.date.available2014-01-28T22:04:25Z
dc.date.issued2014-01-28
dc.identifier.nimNIM060710101142
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/26603
dc.description.abstractPenulisan skripsi ini pada dasarnya dilatarbelakangi oleh politik hukum Pemilu di Indonesia yang banyak menimbulkan permasalahan di bidang hukum ketatanegaraan Indonesia, dan juga sistem peradilan Partai Politik dan Pemilu yang masih terkesan tidak sistematik dan terpadu di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Jabatan pangreh seperti ‘Kepala Daerah’ (=Gubernur, Bupati, dan Walikota) dan ‘Kepala Desa’ yang pengisian jabatannya dilakukan melalui pemilihan langsung oleh rakyat di daerah atau di desanya itu, tidak termasuk dalam rumusan konsep hukum Pemilu seperti dimaksud Pasal 22E Ayat (2) UUD 1945. Sedangkan pemilihan Gubernur, Bupati atau Walikota, penyelenggara pemilihannya adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E Ayat (5) UUD 1945. Sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum menjadi undang-undang yang banci karena tidak semua Pemilu diselenggarakan oleh lembaga penyelenggara Pemilu, lemahnya pengawasan terhadap kinerja KPU, dan tidak adanya ketentuan yang mengatur tentang ‘keabsahan’ perolehan suara Peserta Pemilu yang ditetapkan oleh KPU serta tidak adanya norma-norma hukum yang mengatur sanksi ‘diskualifikasi’ paserta Pemilu. Kelemahan lain dari penyelenggaraan Pemilu ini tidak hanya datang dari UUD 1945 dan UU No. 22 Tahun 2007 saja, tetapi juga datang dari peraturan perundang-undangan lainnya, misalnya UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mengatur mengenai sistem peradilan Partai Politik dan Pemilu yang masih terkesan tidak sistematik dan terpadu. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis memandang perlu untuk mengkaji sekian permasalah mengenai kebijakan hukum Pemilu baik yang diatur di dalam UUD 1945 pasca amandemen maupun di dalam peraturan perundangundangan yang berlaku yang berkaitan dengan Pemilu, dalam suatu karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “POLITIK HUKUM PEMILU DI INDONESIA (Kajian Yuridis Terhadap Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum)”. xv Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini meliputi 3 (tiga) hal, yaitu : Pertama, bagaimanakah politik hukum Pemilu berdasarkan Pasal 22E UUD 1945. Kedua, bagaimanakah penyelenggaraan Pemilu berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu. Ketiga, bagaimanakah sistem peradilan Partai Politik dan Pemilu di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menjawab 3 (tiga) rumusan masalah diatas. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber bahan hukum yang digunakan yaitu terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Sedangkan analisis bahan hukum yang digunakan adalah dengan menggunakan metode deduktif. Kesimpulan yang didapat dari penulisan skripsi ini adalah : Pertama, bahwa politik hukum Pemilu berdasarkan rumusan Pasal 22E Ayat (2) UUD 1945 adalah hanya instrumen untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD. Jadi, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara yuridis-formal bukan merupakan bagian dari rezim hukum Pemilu sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Kedua, bahwa UU No. 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu adalah undang-undang banci karena banyak mengandung kelemahan. Ketiga, bahwa sistem peradilan Partai Politik dan Pemilu di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen UUD 1945 masih terkesan tidak sistematik (integrated) dan terpadu (ambivalen). Saran dari penulisan skripsi ini adalah hendaknya ketentuan Pasal 22E Ayat (2) UUD 1945 diamandemen sehingga pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara yuridis-formal masuk dalam rezim hukum Pemilu di dalam UUD 1945. Agar tidak menimbulkan banyak permasalahan lagi, maka UU No. 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu juga harus segera direvisi. Perlunya segera dibentuk sistem peradilan Partai Politik dan Pemilu yang berada dalam satu atap di bawah Mahkamah Konstitusi yang diharapkan akan memperkokoh sistem penyelenggaraan ketatanegaraan yang lebih baik di masa mendatang dalam kerangka politik hukum yang berwatak responsif.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060710101142;
dc.subjectPOLITIK, HUKUM, PEMILUen_US
dc.titlePOLITIK HUKUM PEMILU DI INDONESIA (Kajian Yuridis Terhadap Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record