Show simple item record

dc.contributor.authorMERRY YUANISSA ISTIQOMAH
dc.date.accessioned2014-01-27T17:37:51Z
dc.date.available2014-01-27T17:37:51Z
dc.date.issued2014-01-27
dc.identifier.nimNIM050710101014
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/25538
dc.description.abstractSebagaimana yang kita ketahui bahwasanya perkawinan adalah merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia, terutama dalam pergaulan hidup masyarakat. Perkawinan adalah merupakan suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan. alam suatu perkawinan adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia bukan saja antara suami dan isteri serta keturunannya akan tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat pada umumnya. Dalam pergaulan hidup antara suami dan istri yang kasih mengasihi, akan berpindahlah kebajikan itu kepada semua keluarga dari kedua belah pihak, sehingga merekapun akan menjadi satu dalam segala urusan tolong menolong antara sesama dalam menjalankan kebajikan dan menjaga dari kejahatan. Selain dari pada itu, dengan perkawinan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya. Selain semua yang dikemukakan di atas lembaga perkawinan dalam kenyataannya bukan saja merupakan masalah yang bersifat pribadi semata-mata, lebih jauh lagi perkawinan juga dimaksudkan atau berfungsi bagi kemaslahatan umat manusia. Selanjutnya dalam hal terjadinya pembatalan perkawinan ini telah diatur oleh UUP dan KHI. Adanya pengaturan mengenai pembatalan perkawinan ini selain dimaksudkan untuk penyempurnaan pengaturan ketentuan perkawinan juga untuk mengantisipasi kemungkinankemungkinan yang timbul di kemudian hari. Seperti halnya perceraian, pembatalan perkawinan ternyata membawa konsekuensi yang tidak jauh berbeda dengan masalah perceraian, dalam kaitannya dengan perkawinan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda, dan sesusuan sampai pada derajat tertentu adalah suatu hal yang bisa mengancam kelangsungan perkawinannya tersebut.Khususnya pada masalah status dan kedudukan hukum anak juga pembagian hak waris terhadap anak, apabila dalam suatu perkawinan tersebut memiliki anak. Maka penulis sangat tertarik untuk mengkaji dan menganalisa masalah tersebut dengan cara menulis dalam bentuk karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul : “KAJIAN YURIDIS STATUS HUKUM ANAK AKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM” Rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana status dan kedudukan hukum anak akibat pembatalan perkawinan yang dilakukan oleh orang tuanya yang memiliki hubungan darah dan bagaimana hak waris anak yang bersangkutan terhadap harta bersama orang tuanya. Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji status dan kedudukan hukum anak akibat pembatalan perkawinan menurut kompilasi hukum islam dan bagaimana hak waris anak tersebut terhadap harta bersama orangtuanya. Metode penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif, pendekatan masalahnya dengan cara pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Penyusunan skripsi ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis bahan hukum dilakukan melalui beberapa tahapan yang kemudian hasil analisis bahan penelitian tersebut diuraikan dalam pembahasan guna menjawab permasalahan yang diajukan hingga sampai pada kesimpulan. Berdasarkan analisis dan pembahasan permasalahan yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut: Pertama, Kedudukan hukum seorang anak dari perkawinan yang dibatalkan dikarenakan orang tuanya memiliki hubungan darah, maka anak tersebut tetap disebut anak yang sah. Kedua, pembagian Hak Waris anak akibat pembatalan perkawinan disesuaikan dengan Hukum yang dipakai, dalam hal ini penulis memakai Hukum Islam biasa disebut faraidh (Hukum Waris Islam). Dikarenakan hubungan hukum anak dengan orang tua yang dibatalkan perkawinannya tidak berlaku surut, maka pembagian waris sesuai anak tersebut, bila laki-laki 2:1 dari bagian anak perempuan. Saran penulis, Bagi pemerintah atau yang berwenang untuk membuat undang-undang hendaklah mempertegas adanya ketentuan hukum bagi kedudukan suami-istri akibat pembatalan perkawinan tersebut dan selayaknya jangan ada lagi yang menganggap bahwa anak hasil dari perkawinan yang dibatalkan adalah anak luar kawin atau anak tidak sah. Juga dalam pembagian Hak Waris sebaiknya disesuaikan dengan jenis kelamin anak tersebut dan pembagiannya disesuaikan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan Hukum yang berlaku sesuai keyakinan anak dan orang tuanya tersebut. Sebaiknya bagi para pasangan yang akan melanjutkan ke jenjang perkawinan seyogyanya mengetahui dengan jelas siapa calon pasangannya tersebut baik mengenai sifat, status, dan untuk mengetahui keberadaan keluarga masing-masing, sehingga bisa mengetahui sedikit banyak mengenai calon suami atau isterinya tersebut. Dengan demikian bisa mengurangi adanya pernikahan yang dilakukan oleh kakakberadik yang memiliki hubungan darah saat perkawinan dilangsungkan dan mengakibatkan perkawinan mereka batal demi hukum.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries050710101014;
dc.subjectSTATUS, HUKUM, ANAK, AKIBAT, PEMBATALAN PERKAWINANen_US
dc.titleKAJIAN YURIDIS STATUS HUKUM ANAK AKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAMen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record