Show simple item record

dc.contributor.authorMario Setia
dc.date.accessioned2014-01-22T01:49:08Z
dc.date.available2014-01-22T01:49:08Z
dc.date.issued2014-01-22
dc.identifier.nimNIM070910101114
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/20442
dc.description.abstractAwal tahun 2007 penerbangan Indonesia mengalami rututan kecelakaan yang membuat Indonesia mendapatkan perhatian asing. Maraknya pemberitaan di media Indonesia mengenai masalah yang terjadi dalam dunia penerbangan memperburuk citra bangsa. Kecelakanaan pesawat beruntun yang terjadi di Indonesia sejak awal bulan Januari 2007 memberikan penilaian yang buruk terhadap dunia penerbangan Indonesia. Tahun 2007 penerbangan Indonesia diturunkan peringkatnya oleh otoritas penerbangan Amerika Serikat. Pengumuman penurunan peringkat Indonesia oleh Amerika Serikat juga disusul dengan dikeluarkannya larangan terbang oleh Uni Eropa (UE). Larangan terbang tersebut terjadi bulan Juli 2007, setelah sebelumnya pada bulan Februari 2007 ICAO mengaudit Indonesia. Hasil audit tersebut yang kemudian digunakan oleh Komisi UE dalam pertimbangannya melarang Indonesia. Indonesia dinilai memiliki kondisi penerbangan yang tidak aman, karena tidak sesuai dengan standar yang ditentukan oleh ICAO. Dalam audit yang dilakukan ICAO, Indonesia memiliki kekurang-kekurangan baik dalam hal pelaksanaan mupun dalam regulasi yang mengatur tentang penerbangan. Standar penerbangan Indonesia berada dibawah standar internasional yang berlaku. Kondisi ini membuat Indonesia dinilai tidak aman. Larangan terbang UE jatuhkan kepada Indonesia bukan hanya masalah kondisi penerbangan yang buruk, tetapi juga dinilainya otoritas penerbangan Indonesia tidak ada kemauan untuk komunikasi dengan UE. Upaya UE membuka jalur komunikasi dengan otoritas penerbangan Indonesia melalui beberapa kali pengiriman surat, tidak mendapatkan respon. UE mengharapkan adanya klarifikasi dari Indonesia mengenai hasil audit yang dilakukan oleh ICAO. Akan tetapi niat baik yang UE lakukan tidak mendapatkan balasan, hingga akhirnya terbit larangan terbang bagi seluruh maskapai Indonesia. Terbitnya larangan terbang terhadap seluruh maskapai Indonesia, menarik perhatian pemerintah. Indonesia merespon larangan terbang tersebut dengan sangat baik. Bercermin pada kesalahannya sebelum dilarang oleh UE, Indonesia melakukan hubungan komunikasi yang baik dengan Komisi UE. Upaya diplomasi lakukan agar komunikasi yang buruk tidak terjadi lagi. Dalam hal menjalin komunikasi Indonesia melakukan update berkala terhadap kondisi penerbangannya yang diberikan kepada UE. UE juga membantu Indonesia agar segara memenuhi standar keselamatan internasional. Upaya-upaya diplomasi dan perbaikan Indonesia membuahkan hasil, ketika empat maskapai Indonesia dinyatakan memenuhi standar internasional dan dihapus dari daftar larangan terbang pada bulan Juli 2009. Keempat maskapai tersebut Garuda, Mandala, Airfast & Premi Air Pencabutan tersebut juga disusul dengan pencabutan dua maskapai lainya pada bulan Juli 2010, Batavia Air dan Indonesia AirAsia.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070910101114;
dc.subjectMASKAPAI PENERBANGANen_US
dc.titleRESPON INDONESIA TERHADAP LARANGAN TERBANG MASKAPAI INDONESIA OLEH KOMISI UNI EROPA (RESPON OF INDONESIA TO INDONESIA AIRLINES FLIGHT BAN BY EUROPEAN UNION COMMISSION)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record