Show simple item record

dc.contributor.authorMustamar, Sunarti
dc.date.accessioned2014-01-16T00:46:53Z
dc.date.available2014-01-16T00:46:53Z
dc.date.issued2014-01-16
dc.identifier.isbn978-979-3075-96-9
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/14808
dc.descriptionBunga Rampai RETROSPEKSI “Mengangan-Ulang Keindonesiaan dalam Perspektif Sejarah, Sastra, dan Budaya”en_US
dc.description.abstractPuisi diciptakan oleh pengarang sebagai sarana untuk mengekspresikan pengalaman batinnya. Ekspresi tersebut disampaikan secara tidak langsung. Ketidaklangsungan ekspresi dalam puisi merupakan salah satu cara penyair untuk mencapai keestetisan puisi sehingga puisi tersebut enak untuk dinikmati. Puisi juga dapat menggambarkan kehidupan suatu masyarakat, bahkan dapat mengidentifikasi perilaku dan kepribadian masyarakat pendukungnya. Penggambaran perilaku masyarakat dalam puisi biasanya disampaikan dengan bahasa yang lebih padat dan lebih intens, karena dipilih secara khusus oleh penyairnya. Oleh karena itu, dalam memahami pesan dan makna yang terdapat dalam teks puisi diperlukan adanya kepekaan terhadap bahasa puitik dan pengetahuan literer pembaca secara baik. Pradopo (1997:120-121) menyatakan karya sastra (puisi) merupakan sistem tanda, yang mempunyai makna dan mempergunakan medium bahasa. Bahasa itu merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi masyarakat. Puisi Zawawi Imron banyak menggunakan bahasa simbolik atau tanda-tanda yang pembacaannya memerlukan pencermatan dan pemahaman terhadap bahasa tersebut secara baik. Bahasa simbolik yang dipakai Zawawi merupakan salah satu kreativitas seorang penyair yang membentuk karakter tersendiri bagi penulisnya. Secara umum puisi-puisi tersebut mengungkapkan persoalan hidup masyarakat Madura, terutama berkaitan dengan semangat hidup, etos kerja, harga diri, dan agama. Persoalan tersebut dikemas dengan simbol-simbol sehingga puisi menjadi lebih hidup. Hal ini berkaitan dengan pendapat Peursen (1990:9) yang menyatakan bahwa realitas sosial merupakan peristiwa sehari-hari, dan kejadian-kejadian yang dialami oleh manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Masalah realitas yang dihadirkan dalam puisi pada umumnya mencakup realitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat mulai dari kejadian alam, kepincangan sosial, perilaku sosial di masyarakat, pertautan budaya di masyarakat, dan konvensi-konvensi sosial yang harus ditaati. Pengungkapan realitas sosial tersebut dikemukakan dengan cara yang berbeda diantara para penyair. Hal tersebut tergantung kepada selera masing-masing individu. Berkat kepiawian penyair dalam memaparkan semangat hidup dan etos kerja orang Madura dengan menggunakan simbol alam, maka puisi tersebut dapat mencerminkan kearifan lokal yang disepakati dan dilaksanakan secara kosisten oleh masyarakatnya. Penyair banyak menggunakan diksi, seperti: laut, ombak, angin, dan layar untuk memperkuat imajinya sehingga mampu mengimplikasikan sebagian kearifan lokal yang terjadi di lingkungan masyarakat Madura. Diksi tersebut merupakan kata kunci untuk melukiskan semangat hidup dan etos kerja orang Madura. Berbicara karakter orang Madura identik dengan kekerasan. Oleh karena itu, lewat puisi ini dapat dipahami karakter orang Madura dari sudut pandang orang Madura.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.subjectMasyarakat Madura, Puisi Zawawi Imronen_US
dc.titleMEMBACA TANDA-TANDA KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT MADURA DALAM PUISI ZAWAWI IMRONen_US
dc.typeBook chapteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record