Show simple item record

dc.contributor.authorDrs. Zaenal Musthofa, SH.
dc.date.accessioned2013-12-24T04:19:06Z
dc.date.available2013-12-24T04:19:06Z
dc.date.issued2013-12-24
dc.identifier.nimNIM090720101057
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/12236
dc.description.abstractSejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan kemudian diberlakukannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka perbankan syariah lahir sebagai salah satu alternatif untuk mendororng tumbuh kembangnya perekonomian nasioanal terhadap persoalan pertentangan antara bunga dan riba, karena bank syariah merupakan salah satu lembaga keuangan / perbankan yang beroperasi tanpa bunga dengan menggunakan sistem lain yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Pembiayaan bagi hasil menggunakan prinsip syariah berupa mudharabah yang merupakan pembiayaan yang dananya diberikan 100% oleh pihak bank kepada nasabah sebagai pengelola dana tersebut, jika terdapat keuntungan atau kerugian maka hal itu akan dibagi menurut perbandingan / nisbah yang disepakati pada awal akad. Nisbah tidak ditentukan secara mutlak baik dalam peraturan perbankan Indonesia maupun dalam syariat Islam. Pemerintah memberikan keleluasaan pada bank untuk menentukan kisaran besaran nisbah sendiri. Bank akan menanggung kerugian sepanjang hal itu terjadi bukan akibat kelalaian nasabah, dan jika terjadi akibat kelalaian nasabah, maka ia akan menanggungnya, dan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerugian, bank harus memahami karakteristik risiko usaha dan kerja sama dengan nasabah untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul dalam pengelolaan dana. Pemberian pembiayaan mudharabah pada prinsipnya dilakukan tanpa perlu adanya penyerahan jaminan oleh nasabah, namun karena tak seorangpun mengetahui apa yang akan terjadi di hari esok dan untuk mengurangi risiko, maka pihak bank diperbolehkan meminta jaminan kepada nasabah bahwa ia akan sangggup mengembalikan dana yang diterimanya sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Upaya penyelesaian jika terjadi perselisihan antara shahibul mal / bank dengan mudharib/nasabah dapat ditempuh dua jalur, yaitu jalur non litigasi dan jalur litigasi. Jalur non litigasi dapat meliputi cara damai untuk mufakat / as shulhu ataupun tahkim / arbitrase. Apabila cara-cara tersebut tidak tercapai, maka penyelesaian perselisihan dilakukan melalui jalur litigasi, yakni Peradilan dalam lingkup Pengadilan Agama, sesuai amanat Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008...Since the publishing of the Regulation Number 7 Year 1992 on banking system that was changed with the Regiulation Number 10 Year 1998 on the Changing of Regulation Number 7 Yerar 1992 on banking system and end publishing of the Regulation Number 21 Year 2008, Syariah banking was born as one of the alternative on dispute of interest and usury, because it is a financial / banking institution that has operation and products without an interest system as its basic principal, but by using other system as the replement that has the rule of Islamic syariah. The profit shering expense uses syariah principal on mudharabah that is an expense that has a total 100% fund that is given by the bank for their customer and the customer as the business organiuzer of the expense, whereas there is a profit sharing wich is divided by the comparison / nisbah that has been approved in advance.nisbah is not determined by a specific regulation either Indonesian banking regulation or Islamic syariah rules, but the government gives a space for the bank to determine its own nisbah. The loss that is happened on mudharabah expense will be taken care by the capital owner in this occasion is the bank, as long as not because of the imprudent of the business organizer / customers thet would be the self responsibility of their own. To avoid the loss possibility, the bank has to understand the risk characteristics of that business an has to cooperate with the customer in care of any up coming problem. The distribution of mudharabah expense in principally could be done without any warranty transferring by the customer, but because of unpredictable future, and to reduce the risk of warranty demands by the syariah bank for the loan fulfillment condition. Completion efforts if happened disagreement between bank with customer can be goed two stripe, thet is : stripe non litigation and litigation stripe. Non litigation can cover peace / meeting manner and arbitration, when does manners not reached so disagreement completion be can be done to pass stripe litigation can be do to pass religious court, appear Regulation Number 3 Year 2006 and Regulation Number 21 Year 2008.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries090720101057;
dc.subjectBAGI HASIL AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK SYARIAHen_US
dc.titlePRINSIP BAGI HASIL AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH (The Profit Shering Expense Mudharabah On Syariah Banking)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record