Show simple item record

dc.contributor.authorISTIQOMAH, Zaqiatul
dc.date.accessioned2023-12-04T06:40:52Z
dc.date.available2023-12-04T06:40:52Z
dc.date.issued2023-06-22
dc.identifier.nim210120201005en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/118897
dc.descriptionvalidasi_repo_firli_oktober_2023_19 Finalisasi unggah file repositori tanggal 4 Desember 2023_Kurnadien_US
dc.description.abstractIndonesia merupakan negara dengan multietnik. Setiap etnik memiliki budaya dan kebiasaan yang berbeda-beda. untuk menghindari terjadinya kesalahfahaman saat berkomunikasi dengan mitra tutur yang berbeda suku, maka sebaiknya masyarakat Indonesia lebih sadar akan pentingnya upaya untuk memahami kebiasaan atau kebudayaan etnis lain. Salah satu kebudayaan yang hampir dimiliki oleh setiap etnis adalah pantang larang. Penelitian ini mengkaji pantang larang yang terdapat selama Pekan Imlek bagi etnis Tionghoa di Lumajang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Bentuk data yang dikaji berupa jenis-jenis pantang larang, makna pantang larang, serta hubungan pantang larang tersebut dengan perekonomian etnis Tionghoa di Lumajang. Sumber data diperoleh dari hasil observasi langsung ke kediaman etnis Tionghoa, serta hasil wawancara dengan informan. Tempat penelitian dilaksanakan di kota Lumajang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis pantang larang selama pekan Imlek yang dipercayai oleh etnis Tionghoa di Lumajang. Pantang larang tersebut antara lain: pantang larang kata-kata, pantang larang tindakan, dan pantang larang meninggalkan makanan/minuman. Pantang larang kata-kata merupakan jenis pantang larang yang bila diucapkan akan memberikan dampak buruk bagi yang mengucapkan kata-kata tersebut. Kata-kata tersebut adalah 失败 shībài (gagal), 落下 luòxià (turun), 倒霉 dǎoméi (sial), 糟糕 zāogāo (kacau), 痛 苦 tòngkǔ (sengsara), 受穷 shòuqióng (miskin), dan 四 sì (angka 4). Pantang larang kedua adalah pantang larang tindakan. Apabila etnis Tionghoa di Lumajang melakukan tindakan-tindakan yang dianggap pantang larang (dilarang), maka si pelanggar tersebut akan mendapatkan konsekuensi atas tindakannya. DIGITAL REPOSITORY UNIVERSITAS JEMBER DIGITAL REPOSITORY UNIVERSITAS JEMBER viii Pantang larang tindakan yang dimaksud adalah 破 碎 pòsuì (dilarang memecahkan benda), 打扫房子 dǎsǎo fángzi (dilarang menyapu rumah), 剪指甲 与剪头发 jiǎn zhǐjia yǔ jiǎn tóufǎ (dilarang memotong rambut dan kuku), 要说红 包 yào shuō hóngbāo (dilarang menyebut istilah lain selain “hongbao/angpao”), 熬夜 áoyè (dilarang begadang), 倒鱼 dàoyú (dilarang membalik ikan), 送钟 sòngzhōng (dilarang memberi hadiah jam tangan), 手绢 shǒujuàn (dilarang memberikan sapu tangan), 白色 báisè (dilarang memberi hadiah berwarna putih), dan 烧金纸 shāo jīn zhǐ (dilarang menyisakan uang arwah). Sedangkan pantang larang yang terakhir adalah pantang larang meninggalkan makanan/minuman. Benda-benda atau hewan tersebut dianggap sangat keramat sebab memiliki filosofi yang mendalam berdasarkan tradisi nenek moyang. Apabila benda-benda atau hewan tersebut ditinggalkan (tidak ada) ketika pekan Imlek, sang tuan rumah dan keluarganya harus berlapang dada untuk menerima konsekuensinya. Makanan/minuman yang dimaksud adalah 猪 zhū (dilarang menghilangkan menu daging babi), 橘子梨子与苹果 júzi lízi yǔ píngguǒ (dilarang melewatkan buah jeruk, pir, dan apel untuk persembahan leluhur), 长寿面 chángshòumiàn (dilarang melewatkan menu mie panjang umur), 猪 鱼 与 鸡 zhū yú yǔ jī (dilarang melewatkan tiga macam hewan untuk sembahyangan, yaitu: babi, ikan, ayam), dan 茶咖啡与酒 chá kāfēi yǔ jiǔ (dilarang melewatkan tiga jenis minuman, yaitu: teh, kopi, dan arak). Pantang larang yang disebutkan di atas merupakan bagian dari tradisi turun temurun sejak nenek moyang etnis Tionghoa di Lumajang. Sebagai perayaan yang sakral, pantang larang selama pekan Imlek bukan hanya sebatas pantangan-pantangan yang tanpa maksud dan tujuan tertentu. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa hal yang memotivasi etnis Tionghoa di Lumajang untuk tetap melestarikan budaya pantang larang pekan Imlek ini. Beberapa makna berikut ini menjadikan pantang larang sebagai salah satu peninggalan tradisi leluhur yang tak luntur sampai saat ini. makna-makna tersebut yaitu: menunjukkan sakralitas, menunjukkan rasa cinta terhadap leluhur, menunjukkan makna optimisme yang tinggi, menunjukkan identitas etnis, menunjukkan bentuk penerapan konsep 阴阳 yīn yáng, dan menunjukkan bentuk penerapan konsep 礼 lǐ (ritual). Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, maka disimpulkan bahwa pantang larang selama pekan Imlek di Lumajang memiliki hubungan yang erat dengan aspek finansial yang mendorong etnis Tionghoa untuk tetap mempercayainya. Beberapa hubungan pantang larang atau pantang larang tersebut yaitu: sebagai usaha untuk bertahan hidup, sebagai usaha untuk kemakmuran ekonomi, sebagai usaha untuk kesejahteraan hidup keturutan selanjutnya, serta sebagai usaha untuk kesejahteraan hidup para karyawanen_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing Utama : Prof. Dr. Sukarno, M.Litt. Dosen Pembimbing Anggota : Dr. Ikwan Setiawan, M.A.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Ilmua Budayaen_US
dc.subjectKajian Antropolinguistiken_US
dc.subjectEtnis Tionghoaen_US
dc.subjectPantang Larangen_US
dc.titleAnalisis Pantang Larang pada Pekan Imlek Etnis Tionghoa di Lumajang: Kajian Antropolonguistiken_US
dc.typeTesisen_US
dc.identifier.prodiMagister Ilmu Linguistiken_US
dc.identifier.pembimbing1Prof. Dr. Sukarno, M.Litt.en_US
dc.identifier.pembimbing2Dr. Ikwan Setiawan, M.A.en_US
dc.identifier.validatorvalidasi_repo_firli_oktober_2023_19en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record