Show simple item record

dc.contributor.authorPUTRA, Matthew Eckham
dc.date.accessioned2022-08-17T12:12:30Z
dc.date.available2022-08-17T12:12:30Z
dc.date.issued2022-07-27
dc.identifier.citationHarvard Styleen_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/108858
dc.descriptionFinalisasi oleh Taufik Tgl 17 Agustus 2022en_US
dc.description.abstractTindak pidana ringan merupakan suatu bentuk kategori motif dari tindak pidana. Kelancaran proses pelaksanaan penegakan hukum di dalam masyarakat sangat ditentukan oleh nilai-nilai dianut dan berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan. KUHAP membedakan tiga macam pemeriksaan siding pengadilan. Pertama, pemeriksaan perkara biasa; Kedua, pemeriksaan singkat; dan Ketiga, pemeriksaan cepat. Pemeriksaan cepat dibagi lagi atas pemeriksaan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu lintas. Dasar acara pengaturan penyelesaian perkara tindak pidana ringan diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP. Aturan tersebut sejalan dengan dasar pengaturan penyelesaian perkara tindak pidana ringan dalam Perma Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP. Hal tersebut berdasarkan Pasal 2 Perma Nomor 2 Tahun 2012 yang berorientasi dengan aturan dalam Pasal 205 KUHAP. Seiring dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam perjalanannya KUHAP memiliki banyak kelemahan. Meskipun sudah banyak peraturan yang bersifat khusus yang mengatur masing-masing lembaga penegak hukum, namun tetap saja ada celah-celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk bermain di dalamnya, misalnya ketidakjelasan hubungan koordinasi antar lembaga dan pengawasan kinerja antar lembaga penegak hukum. Dalam pemeriksaan perkara pidana, harapan semua pihak digantungkan kepada fakta yang terungkap, aturan yang berlaku, keadaan selama proses persidangan dan putusan hakim, yang akhirnya hanya menunjuk kepada tersangka “bersalah atau tidak, pada dasarnya harus diakui seseorang yang dinyatakan bersalah tetap tidak akan merelakan dirinya untuk di hukum dan masuk penjara”. Pada putusan nomor 293/Pid.B/2015/PN Rap, menggunakan acara pemeriksaan biasa. Oleh sebab itu, pada proses penyelesaian perkara tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama, proses yang berbelit-belit sehingga menyebabkan ketidakadilan bagi pihak terdakwa, karena harus dilakukan penahanan hingga pada putusan akhir. Hal tersebut tidak seimbang dengan kerugian yang diakibatkan dari tindakan yang telah dilakukan oleh terdakwa. Berdasarkan uraian tersebut, terdapat dua permasalahan yang akan diangkat yaitu permasalahan pertama adalah apakah tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dalam Putusan Nomor 293/Pid.B/2015/PN Rap dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ringan berdasarkan aturan dalam Perma Nomor 2 Tahun 2012. Sedangkan permasalahan kedua adalah apakah penjatuhan pidana terhadap terdakwa dalam Putusan Nomor 293/Pid.B/2015/PN Rap sudah tepat bila dikaitkan dengan pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.en_US
dc.description.sponsorshipEchwan Iriyanto, S.H., M.H. and Halif, S.H., M.H.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectTindak Pidana Penggelapanen_US
dc.subjectPutusan Hakimen_US
dc.titleAnalisis Yuridis Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penggelapan Dalam Hubungan Kerja (Studi Putusan NOMOR 293/PID.B/2015/PN Rap)en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record