Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/98984
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorYuswadi, Hary-
dc.contributor.advisorJannah, Raudlatul-
dc.contributor.authorPrastika, Yhurika-
dc.date.accessioned2020-05-15T20:44:35Z-
dc.date.available2020-05-15T20:44:35Z-
dc.date.issued2019-10-28-
dc.identifier.nim140910302039-
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/98984-
dc.description.abstractAir merupakan suatu kebutuhan vital bagi kehidupan masyarakat. Sangat vitalnya masalah air untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat, membuka kemungkinan bahwa air menjadi komoditas yang strategis untuk kepentingan-kepentingan pihak tertentu. Sehubungan dengan itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam fenomena terkait masalah air yang ada di Desa Ampelan Kecamatan Wringin, Bondowoso. Desa Ampelan pernah mengalami kemarau panjang pada tahun 1996-1999 yang mengakibatkan sungai-sungai tidak mengalirkan air dan menjadi sungai mati. Hal tersebut mengakibatkan Desa Ampelan selalu kekurangan supply air di setiap tahunnya, apalagi ditambah fakta bahwa Desa Ampelan terletak didataran tinggi dengan ketinggian 400 mdpl. Hingga pada tahun 2002/2003 Desa Ampelan melakukan pembangunan tandon dan pipanisasi pada sumber mata air. Melihat ketersediaan air bersih masih sangat kurang, maka dilakukanlah pengeboran untuk dijadikan sumur dengan kedalaman mencapai 50 meter. Supplier air bersih di Desa Ampelan ada 7 yang terdiri dari 4 sumber mata air dan 3 sumur bor. Pada setiap sumber mata air dan sumur bor terdapat satu pengurus yang ditunjuk untuk mengelola distribusi air bersih layak minum yang disebut dengan loh benyoh / ulu-ulu. Berdasarkan data yang peneliti terima, bahwa kepengurusan dibentuk dalam organisasi HIPPAM, namun berjalan kurang dari 5 tahun karena kelemahan-kelemahan dalam tata kelola air. Ulu-ulu merasa memiliki sumber daya yang ada sehingga dengan kepemilikannya ia merasa berwenang untuk menjadikan air menjadi komoditi. Untuk itu, arah dari penelitian ini sendiri mengangkat tentang bagaimana praktik pertukaran dalam tata kelola air di Desa Ampelan sehingga praktik-praktik tersebut masih berlangsung hingga 16 tahun. Penulis menggunakan model penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi, untuk informan dipilih secara purposive. Sebagai acuan untuk menganalisis fakta-fakta dilapangan, maka dibingkailah dengan teori pertukaran sosial George C. Homans. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa terjadi pertukaran-pertukaran yang dilakukan dalam tata kelola. Pipanisasi dalam bentuk pembangunan tandon di sumber-sumber mata air, menuntut untuk menugaskan satu pengurus pada tiap tandon, dalam hal ini orientasi pengurus air yang harusnya menjadi distributor justru merasa memiliki kuasa atas sumber tersebut. Bersama kepemilikannya itulah ia pertukarkan dengan dukungan sosial, hubungan kekerabatan, dan previlege dalam masyarakat. Adanya petukaran tersebut disebabkan oleh kelemahan tata kelola air di Ampelan, karena tidak adanya aturan main yang jelas dan tertulis menjadikan konflik internal. Dari konflik itulah ulu-ulu tidak bisa bekerja dalam organisasi, dan untuk mempertahankan pekerjaannya yang notabene menjadi idaman itu dengan cara melakukan pertukaran dengan masyarakat penggunanya maupun dengan sesama ulu-ulu. Oleh sebab itu, walaupun tata kelola air yang ada tidak memiliki aturan yang jelas dan pasti, namun pipanisasi mampu bertahan hingga 16 tahun lamanya. Sejalan dengan Homans bahwa ketika individu mendapatkan ganjaran sesuai yang diharapkan maka semakin besar kemungkinan perilaku yang sama akan diulang. Sebagaimana garis besar dari teori pertukaran George C. Homans bahwasannya dalam sebuah relasi seseorang akan selalu mempertimbangkan untung dan rugi yang bisa berbentuk hal materiil maupun imateriil. Dalam hal ini tampaknya pihak ulu-ulu memang lebih diuntungkan namun kebutuhan terhadap air bersih di daerah langka air bersih ternyata menjadi unsur pendorong yang potensial sebagai pemaksa. Adanya kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan seseorang menjadikan mereka makhluk sosial yang menjalin relasi dan saling memberikan keuntungan demi berlanjutnya sebuah relasi.en_US
dc.language.isoInden_US
dc.publisherProgram Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jemberen_US
dc.subjectTata Kelola Airen_US
dc.subjectDesa Ampelanen_US
dc.subjectKecamatan Wringinen_US
dc.subjectPertukaran Sosialen_US
dc.subjectBondowosoen_US
dc.subjectkemarau panjangen_US
dc.subjectAir merupakan suatu kebutuhan vital bagi kehidupan masyarakat. Sangat vitalnya masalah air untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat, membuka kemungkinan bahwa air menjadi komoditas yang strategis untuk kepentingan-kepentingan pihak tertentu. Sehubungan dengan itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam fenomena terkait masalah air yang ada di Desa Ampelan Kecamatan Wringin, Bondowoso. Desa Ampelan pernah mengalami kemarau panjang pada tahun 1996-1999 yang mengakibatkan sungai-sungai tidak mengalirkan air dan menjadi sungai mati. Hal tersebut mengakibatkan Desa Ampelan selalu kekurangan supply air di setiap tahunnya, apalagi ditambah fakta bahwa Desa Ampelan terletak didataran tinggi dengan ketinggian 400 mdpl. Hingga pada tahun 2002/2003 Desa Ampelan melakukan pembangunan tandon dan pipanisasi pada sumber mata air. Melihat ketersediaan air bersih masih sangat kurang, maka dilakukanlah pengeboran untuk dijadikan sumur dengan kedalaman mencapai 50 meter. Supplier air bersih di Desa Ampelan ada 7 yang terdiri dari 4 sumber mata air dan 3 sumur bor. Pada setiap sumber mata air dan sumur bor terdapat satu pengurus yang ditunjuk untuk mengelola distribusi air bersih layak minum yang disebut dengan loh benyoh / ulu-ulu. Berdasarkan data yang peneliti terima, bahwa kepengurusan dibentuk dalam organisasi HIPPAM, namun berjalan kurang dari 5 tahun karena kelemahan-kelemahan dalam tata kelola air. Ulu-ulu merasa memiliki sumber daya yang ada sehingga dengan kepemilikannya ia merasa berwenang untuk menjadikan air menjadi komoditi. Untuk itu, arah dari penelitian ini sendiri mengangkat tentang bagaimana praktik pertukaran dalam tata kelola air di Desa Ampelan sehingga praktik-praktik tersebut masih berlangsung hingga 16 tahun. Penulis menggunakan model penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi, untuk informan dipilih secara purposive. Sebagai acuan untuk menganalisis fakta-fakta dilapangan, maka dibingkailah dengan teori pertukaran sosial George C. Homans. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa terjadi pertukaran-pertukaran yang dilakukan dalam tata kelola. Pipanisasi dalam bentuk pembangunan tandon di sumber-sumber mata air, menuntut untuk menugaskan satu pengurus pada tiap tandon, dalam hal ini orientasi pengurus air yang harusnya menjadi distributor justru merasa memiliki kuasa atas sumber tersebut. Bersama kepemilikannya itulah ia pertukarkan dengan dukungan sosial, hubungan kekerabatan, dan previlege dalam masyarakat. Adanya petukaran tersebut disebabkan oleh kelemahan tata kelola air di Ampelan, karena tidak adanya aturan main yang jelas dan tertulis menjadikan konflik internal. Dari konflik itulah ulu-ulu tidak bisa bekerja dalam organisasi, dan untuk mempertahankan pekerjaannya yang notabene menjadi idaman itu dengan cara melakukan pertukaran dengan masyarakat penggunanya maupun dengan sesama ulu-ulu. Oleh sebab itu, walaupun tata kelola air yang ada tidak memiliki aturan yang jelas dan pasti, namun pipanisasi mampu bertahan hingga 16 tahun lamanya. Sejalan dengan Homans bahwa ketika individu mendapatkan ganjaran sesuai yang diharapkan maka semakin besar kemungkinan perilaku yang sama akan diulang. Sebagaimana garis besar dari teori pertukaran George C. Homans bahwasannya dalam sebuah relasi seseorang akan selalu mempertimbangkan untung dan rugi yang bisa berbentuk hal materiil maupun imateriil. Dalam hal ini tampaknya pihak ulu-ulu memang lebih diuntungkan namun kebutuhan terhadap air bersih di daerah langka air bersih ternyata menjadi unsur pendorong yang potensial sebagai pemaksa. Adanya kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan seseorang menjadikan mereka makhluk sosial yang menjalin relasi dan saling memberikan keuntungan demi berlanjutnya sebuah relasi.en_US
dc.titlePertukaran Sosial: Studi tentang Tata Kelola Air di Desa Ampelan Kecamatan Wringin Kabupaten Bondowosoen_US
dc.typeThesisen_US
Appears in Collections:UT-Faculty of Social and Political Sciences

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Yhurika Prastika - 140910302039.pdf5.45 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools