Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/98618
Title: Penarikan Paksa Kendaraan Oleh Debt Collector Akibat Kredit Macet Dalam Pembiayaan Konsumen
Authors: Widiyanti, Ikarini Dani
Andini, Pratiwi Puspitho
Jihan, Mia Rosa
Keywords: “Penarikan Paksa Kendaraan
Kredit Macet
Issue Date: 11-Dec-2019
Publisher: Fakultas Hukum Universitas Jember
Abstract: Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha dalam bentuk penyediaan dana atau barang atau modal yang termasuk salah satu dari Lembaga Keuangan. lembaga pembiayaan yang menawarkan model-model formulasi baru dalam hal penyaluran dana terhadap pihak-pihak yang membutuhkan seperti, leasing (sewa guna usaha), factoring (anjak piutang), modal ventura, perdagangan surat berharga, usaha kartu kredit dan pembiayaan konsumen yang diatur berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Wanprestasi bisa dibedakan dalam kitab undangundang hukum perdata dan juga dalam lembaga pembiayaan. Jika pihak kreditur diketahui melakukan penarikan paksa terhadap kendaraan yang menjadi benda jaminan secara sepihak melalui jasa debt collector sebelum adanya surat putusan yang dikeluarkan oleh pihak pengadilan dan dinyatakan wanprestasi, dan juga sebelum melakukan pendaftaran benda jaminan maka kedudukan kreditur dilarang untuk melakukan eksekusi benda yang menjadi jaminan. Tinjauan Pustaka dalam penulisan skripsi ini terdiri dari Pengertian Perjanjian, Syarat sahnya Perjanjian, Unsur-unsur Perjanjian, Pengertian Perjanjian Kredit, Pengertian Pembiayaan Konsumen, Para pihak Dalam Pembiayaan Konsumen, Syarat Kententuan Pembiayaan Konsumen, Jenis-jenis Pembiayaan Konsumen, Kredit Macet, Pengertian Kredit Macet, Penyebab Kredit Macet, Resiko Kredit Macet. Pembahasan di skripsi ini terdiri dari penarikan paksa kendaraan yang dilakukan oleh debt collector dalam pembiayaan konsumen, hal tersebut apakah dibenarkan secara hukum?, dalam keterlambatan pembayaran angsuran oleh konsumen dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen merupakan bentuk wanprestasi sebagaimana diatur dalam ketentuan KUHPerdata. Atas alasan tersebut biasanya pihak kreditur mengutus debt collectornya untuk menyita barang jika tidak berhasil menagih hutang. Suatu hubungan hutang-piutang antara debitur dan kreditur, atau penerima kredit dan pemberi kredit, umumnya diawali dengan perjanjian. Seorang pembeli mobil secara kredit ialah debitur yang melakukan perjanjian jual beli dengan pihak kreditur. Jika debitur wanprestasi tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar cicilan, maka berdasarkan alasan wanprestasi, pihak kreditur dapat menarik kembali barang-barang yang telah diserahkannya kepada debitur. Namun, pembatalan tidak mudah dilakukan oleh kreditur. Pembatalan perjanjian itu harus dinyatakan oleh putusan pengadilan. Tanpa adanya putusan pengadilan maka tidak ada pembatalan, dan tanpa pembatalan maka kreditur tidak dapat menarik barang yang menjadi jaminan tersebut. Jikapun kreditur tetap memaksakan diri melakukan penarikan, maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum. Karena tindakan menyita paksa barang oleh kreditur dengan bantuan debt collector adalah pelanggaran hukum, maka tindakan itu dapat berindikasi tindak pidana pencurian (pasal 362 KUHP), yaitu mengambil barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain secara melawan hukum. Kreditur tidak dapat sewenang wenang dengan cara paksa dan kekerasan menarik kendaraan debitur yang telat membayar angsuran tanpa adanya somasi atau pemberitahuan terlebih dahulu. Hal tersebut juga diperkuat xiii dengan Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. daripada pihak-pihak menyelesaikan permasalahan tersebut dengan cara kekerasan (merampas kendaraan dengan paksa), ada baiknya dilakukan perdamaian dengan bernegosiasi. Negosiasi merupakan cara penyelesaian masalah yang paling sederhana dan damai. Arti kata damai disini adalah bahwa pihak kreditur dengan pihak debitur mengadakan perdamaian sendiri di luar pengadilan (Non Litigasi). Pelaksanaan perdamaian tersebut bergantung pada kedua pihak agar perselisihan tersebut tidak dilanjutkan ke pengadilan. Perlu dijelaskan lebih lanjut bahwa perdamaian yang dilakukan kedua belah pihak diluar pengadilan tersebut hanya berkekuatan sebagai persetujuan kedua belah pihak belaka yang apabila tidak ditaati oleh salah satu pihak maka harus diajukan melalui proses pengadilan (Litigasi). Kesimpulan yang diambil dari Penarikan paksa kendaraan oleh Debt Collector akibat debitur wanprestasi merupakan perbuatan melawan hukum karena tidak ada Undang-undang yang mengatur adanya penarikan paksa oleh debt collector akibat debitur wanprestasi. Ketentuan penarikan Kendaraan bermotor yang menjadi objek jaminan fidusia sudah diatur oleh UUJK apabila pihak kreditur atau Lembaga Pembiayaan akan melakukan eksekusi atau pengambilan benda jaminan maka kreditur harus mendaftarkan jaminan fidusia terlebih dahulu (Pasal 11-15 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia) dan kemudian dibuatkan sertifikat jaminan fidusia yang memiliki sifat eksekutorial. Dipertegas melalui peraturan kepala Kepala Kepolisian Negara Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminanan Fidusia. Bahwa Eksekusi Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan hukum mengikat yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga memerlukan pengamanan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bermaksud dengan Pengamanan Eksekusi adalah tindakan kepolisian dalam rangka memberi pengamanan dan perlindungan terhadap pelaksanaan eksekusi, permohonan eksekusi, termohon eksekusi (tereksekusi) pada saat eksekusi dilaksanakan. Apabila kredit macet tersebut terjadi karena debitur tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana terdapat dalam perjanjian kredit, maka sebelum melakukan eksekusi barang jaminan, debitur harus terlebih dahulu dinyatakan wanprestasi, yang dilakukan melalui putusan pengadilan. Untuk itu kreditur harus harus menggugat debitur atas dasar wanprestasi. Akan tetapi sebelum menggugat debitur, kreditur harus melakukan somasi terlebih dahulu yang isinya agar debitur memenuhi prestasinya. Apabila debitur tetap tidak melaksanakan prestasinya, maka kreditur dapat menggugat debitur atas dasar wanprestasi, dengan mana apabila pengadilan memutuskan bahwa debitur telah wanprestasi, maka kreditur dapat melakukan eksekusi jaminan yang diberikan oleh debitur. Upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukukan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu penyelesaian sengketa melalui pengadilan (Litigasi) dan penyelesaian di luar pengadilan (Non Litigasi).
URI: http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/98618
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Mia Rosa Jihan -150710101061 Sdh.pdf834.55 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools