Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/980
Full metadata record
DC Field | Value | Language |
---|---|---|
dc.contributor.author | HERI ALFIAN | - |
dc.contributor.author | DJOKO SOEJONO | - |
dc.contributor.author | ROKHANI | - |
dc.contributor.author | AGUS SUPRIONO | - |
dc.date.accessioned | 2013-09-10T01:47:32Z | - |
dc.date.available | 2013-09-10T01:47:32Z | - |
dc.date.issued | 2013-07-09 | - |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/980 | - |
dc.description | Info lebih lanjut hub: Lembaga Penelitian Universitas Jember Jl. Kalimantan No.37 Jember telp. 0331-339385 Fax. 0331-337818 | en_US |
dc.description.abstract | GRAND STRATEGY GUNA MEWUJUDKAN WILAYAH TAPAL KUDA DI JAWA TIMUR MENJADI SATU KESATUAN DAERAH PERENCANAAN DI ERA OTONOMI DAERAH (Heri Alfian, S.Sos., M.Si., Djoko Soejono, SP., MP., Rokhani, SP., M.Si., Agus Supriono, SP., M.Si) Penelitian ini dilakukan guna bisa mendapatkan ‘argumentasi empiris’ tentang: (a) fakta-fakta yang berpotensi dapat menjadi faktor pendorong, (b) permasalahan-permasalahan yang berpotensi dapat menjadi faktor penghambat, serta, (c) faktor internal dan eksternal kunci yang melingkupi keberadaan sejumlah sulosi tersebut, guna mewujudkan keinginan mengembangkan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi satu kesatuan daerah perencanaan ‘di era otonomi daerah’ dewasa ini. Hasil akhir penelitian adalah tersusunnya grand strategy kebijakan guna mewujudkan keinginan mengembangkan WTK menjadi satu kesatuan daerah perencanaan di era otonomi daerah dewasa ini. Paradigma penelitian adalah kualitatif. Data yang dipergunakan adalah data primer. Metode utama pengumpulan data adalah indept interview dan focus group discusion (FGD). Metode pelengkapnya adalah: observasi, studi dokumentasi, studi pustaka, dan catatan pribadi. Pendekatan analisis yang dipergunakan adalah: (a) deskriptif, (b) matriks evaluasi faktor internal dan eksternal, serta (c) grand strategy interaksi SWOT. Ditinjau dari aspek politis, setidaknya dapat diidentfikasikan ada 6 (enam) fakta yang dapat berpotensi menjadi ‘faktor pendorong’, dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembankan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ (regional planing) di era otonomi daerah. Yaitu sebagai berikut: (a) keterkaitan sejarah dengan awal mula pendirian Kerajaan Majapahit, (b) wilayah Tapal Kuda telah lama ada dalam peta teritorial militer (pihak kemanan), (c) menjadi kawasan istimewa bagi sejumlah partai politik untuk perebutan suara pemilih (dalam pemilu nasional maupun provinsi), (d) relatif sering dijumpai adanya forum-forum ulama yang mengatasnamakan Ulama Tapal Kuda, (e) istilah wilayah Tapal Kuda tidak asing lagi bagi masyarakat di wilayah Provinsi Jawa Timur, serta (f) istilah wilayah Tapal Kuda sudah mulai banyak dikenal di tingkat nasional. Ditinjau dari aspek ekonomi, setidaknya dapat diidentfikasikan ada 8 (delapan) fakta yang dapat berpotensi menjadi ‘faktor pendorong’, dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembankan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ (regional planing) di era otonomi daerah. Yaitu sebagai berikut: (a) fakta sejarah di jaman Hindia Belanda, dimana perairan di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda menjadi jalur pelayanan untuk perdagangan yang penting, (b) mulai dijumpai adanya inisiasi-inisiasi guna mengembalikan fungsi perairan di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda menjadi jalur pelayaran untuk perdagangan yang cukup penting, (c) adanya kesamaan bahwa daerah-daerah pesisiran di masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda, adalah merupakan kantong-kantong kemiskinan, (d) sering terjadi konflik antar nelayan (perebutan wilayah tangkapan ikan) di dalam lingkup perairan wilayah Tapal Kuda, (e) relatif mulai ada inisiasi-inisiasi guna menjadikan perairan di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda sebagai pusat kegiatan perikanan dan agroindustri perikanan, (f) adanya kesenjangan perkembangan ekonomi regional yang mencolok antara sub-wilayah Teluk Madura dengan sub-wilayah Pulau Madura dan Selat Madura, (g) dibangunnya jembatan Suramadu dengan harapan-harapan penciptaan nilai tambah ekonomi (economic added value) di masa depan, serta (h) wilayah sentra penghasil tembakau penting sejak jaman Hindia Belanda sampai sekarang. Ditinjau dari aspek sosial, setidaknya dapat diidentfikasikan ada 3 (tiga) fakta yang dapat berpotensi menjadi ‘faktor pendorong’, dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembankan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ (regional planing) di era otonomi daerah. Yaitu sebagai berikut: (a) adanya kesamaan sebagian besar masyarakat di masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda, pada khususnya masyarakat daerah pesisiran, memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah, (b) adanya kesamaan sebagian besar masyarakat di masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda, pada khususnya masyarakat daerah pesisiran, relatif kurang dapat memperoleh akses pelayanan kesehatan, serta (c) adanya kesamaan sebagian besar masyarakat di masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda, pada khususnya masyarakat daerah pesisiran, relatif kurang dapat memperoleh akses pelayanan publik lainnya. Ditinjau dari aspek kelembagaan, setidaknya dapat diidentfikasikan ada 7 (tujuh) fakta yang dapat berpotensi menjadi ‘faktor pendorong’, dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembankan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ (regional planing) di era otonomi daerah. Yaitu sebagai berikut: (a) adanya ketentuan di dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang sangat memungkinkan adanya kerjasama antar daerah otonom (Kabupaten/Kota) guna mengembangkan kawasan ekonomi terpadu, (b) adanya stimulus (potensi pendorong) di dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang memungkinkan Pemerintah Pusat untuk menginisisasi dan menstimulasikan pemerintah daerah otonom (Kabupaten/Kota) agar mau dan/atau berkeinginan melakukan perencanaan pembangunan ekonomi terpadu, (c) adanya stimulus (potensi pendorong) di dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang memungkinkan Pemerintah Provinsi untuk menginisisasi dan menstimulasikan pemerintah daerah otonom agar mau dan/atau berkeinginan melakukan perencanaan pembangunan ekonomi terpadu, (d) relatif mulai timbul kesadaran dari sejumlah Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda (pada khususnya pihak Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten/Kota), akan pentingnya melakukan kerjasama antar daerah yang berdekatan guna memperoleh efektivitas dan efisiensi dalam rangka pembangunan bidang ekonomi dan pelayanan publik tertentu, (e) masih besarnya harapan Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda terhadap Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi, dalam rangka ‘sharing’ penyediaan dana (anggaran) pembangunan sarana dan psarana ekonomi dan pelayakan pubik di wilayahnya, (f) mulai adanya tuntutan dari sejumlah Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam lingkup sub-wilayah Pulau Madura dan Selat Madura kepada Pemerintah Provinsi untuk mengembangkan kawasan pembangunan ekonomi terpadu ‘Gerbangkertosisilo-Plus’, serta (g) dapat dijumpai cukup banyak hasil-hasil penelitian (dukungan akademis) dari berbagai perguruan tinggi yang mengkaji secara khusus tentang wilayah Tapal Kuda, baik dari aspek ekonomi, sosial, kelembagaan, politis, dan lainnya. Ditinjau dari aspek politis, setidaknya dapat diidentifikasikan ada 4 (empat) ‘permasalahan’ (problems) yang dapat berpotensi menjadi ‘faktor penghambat’, dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembangkan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ di era otonomi daerah. Yaitu sebagai berikut: (a) relatif ada kecenderungan munculnya sikap euphoria yang berlebihan di sebagian stakeholders Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda, dalam memandang besarnya kewenangan yang diberikan pada pelaksanaan otonomi daerah, (b) relatif ada kecenderungan berkembangnya sikap primordialisme di sebagian stakeholders Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam lingkup Pemerintah Kabupaten/Kota di era otonomi daerah sekarang ini, (c) relatif ada kecenderungan berkembangnya budaya patron-clien di sebagian stakeholders Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam Pemerintah Kabupaten/Kota di era otonomi daerah sekarang ini, serta (d) relatif belum ada kepentingan dari forum-forum ulama Tapal Kuda untuk membawa kepentingan bagi pengembangan wilayah Tapal Kuda menjadi kawasan pengembangan ekonomi terpadu, baik di tingkat provinsi maupun nasional. Ditinjau dari aspek ekonomi, setidaknya dapat diidentifikasikan ada 3 (tiga) ‘permasalahan’ (problems) yang dapat berpotensi menjadi ‘faktor penghambat’, dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembangkan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ di era otonomi daerah. Yaitu sebagai berikut: (a) relatif belum dapat dijumpai bentuk-bentuk ‘inisiasi’ berupa konsep, rancangan, maupun model terkait dengan pengembangan perekonomian regional wilayah Tapal Kuda sebagai suatu kesatuan pengembangan kawasan ekonomi terpadu, baik di tingkat provinsi maupun nasional, (b) relatif minimnya sarana dan prasarana yang dapat dijadikan sebagai faktor penarik masuknya berbagai investasi, pada khususnya di sub-wilayah Pulau Madura dan Selat Madura, serta (c) keberadaan potensi lahan pertanian di sebagian besar wilayah Tapal Kuda adalah merupakan lahan-lahan marginal. Ditinjau dari aspek sosial, setidaknya dapat diidentifikasikan ada 2 (dua) ‘permasalahan’ (problems) yang dapat berpotensi menjadi ‘faktor penghambat’, dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembangkan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ di era otonomi daerah. Yaitu sebagai berikut: (a) relatif rendahnya tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat di wilayah Tapal Kuda, pada khususnya masyarakat di daerah pesisiran, serta (b) relatif kurang pro-aktifnya dan/kurang terbukannya sebagian besar masyarakat di wilayah Tapal Kuda terhadap arus modernisasi. Ditinjau dari aspek kelembagaan, setidaknya dapat diidentifikasikan ada 3 (tiga) ‘permasalahan’ (problems) yang dapat berpotensi menjadi ‘faktor penghambat’, dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembangkan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ di era otonomi daerah. Yaitu sebagai berikut: (a) relatif belum adanya kepentingan dari Pemerintah Pemerintah Pusat untuk ‘menginisiasi’ dan ‘menstimulasikan’ wilayah Tapal Kuda menjadi kawasan pengembangan ekonomi terpadu, (b) relatif belum adanya kepentingan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk ‘menginisiasi’ dan ‘menstimulasikan’ wilayah Tapal Kuda menjadi kawasan pengembangan ekonomi terpadu, serta (c) relatif belum adanya kepentingan Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda untuk melakukan ‘inisiasi’ guna menjadikan wilayah Tapal Kuda menjadi kawasan pengembangan ekonomi terpadu. Setidaknya dapat diidentifikasikan ada 10 (sepuluh) faktor kekuatan (strengths) yang pada dasarnya secara potensial dapat dijadikan sebagai faktor pendorong (triger or moving role) dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembangkan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ di era otonomi daerah tersebut. Faktor-faktor kekuatan tersebut adalah sebagai berikut: (a) keterkaitan dengan sejarah Kerajaan Majapahit, (b) sebagai jalur pelayaran & perdagangan penting di jaman Hindia Belanda, (c) kawasan istimewa bagi sejumlah partai politik, (d) adanya potensi kelembagaan forum-forum ulama Tapal Kuda, (e) istilah kawasan Tapal Kuda telah dikenal secara luas (regional maupu nasional), (f) adanya harapan-harapan penciptaan nilai tambah ekonomi dari Suramadu, (g) potensi perairan (laut) cukup besar, (h) mulai ada kesadaran stakeholders terhadap pentingnya kerjasama antar daerah, (i) kawasan sentra penghasil tembakau, serta (j) banyak hasil-hasil kajian akademis terkait wilayah Tapal Kuda. Dapat diidentifikasikan setidaknya ada 8 (delapan) faktor kelemahan (weaknesses) yang pada dasarnya akan dapat berpotensi menjadi faktor penghambat dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembangkan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ di era otonomi daerah tersebut. Faktor-faktor kelemahan tersebut adalah sebagai berikut: (a) daerah-daerah pesisiran merupakan kantong-kantong kemiskinan, (b) tingkat pendididkan masyarakat di daerah-daerah pesisiran relatif rendah, (c) masyarakat di daerah-daerah pesisiran kurang tersentuh akses pelayanan publik, (d) sebagian potensi lahan pertanian adalah lahan marginal, (e) relatif ada kecenderungan muncul ego sektoral dan ego kedaerahan, (f) relatif minimimnya sarana dan prasarana penarik investasi, (g) kurang pro-aktifnya sebagian besar masyarakat terhadap arus modernisasi, serta (h) sering terjadi konflik antar nelayan. Setidaknya dapat diidentifikasikan ada 3 (tiga) faktor peluang (opportunities) yang pada dasarnya secara potensial dapat dijadikan sebagai faktor pendorong (triger or moving role) dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembangkan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ di era otonomi daerah tersebut. Faktor-faktor peluang tersebut adalah sebagai berikut: (a) adanya ketentuan di dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang sangat memungkinkan adanya kerjasama antar daerah otonom, (b) adanya stimulus (potensi pendorong) di dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang memungkinkan Pemerintah Pusat untuk berkepentingan menginisasi dan menstimulasi pembentukan kawasan pengembagan ekonomi terpadu, serta (c) adanya stimulus (potensi pendorong) di dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang memungkinkan Pemerintah Pusat untuk berkepentingan menginisasi dan menstimulasi pembentukan kawasan pengembagan ekonomi terpadu. Dapat diidentifikasikan setidaknya ada 4 (empat) faktor ancaman (treaths) yang pada dasarnya akan dapat berpotensi menjadi faktor penghambat dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembangkan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ di era otonomi daerah tersebut. Faktor-faktor ancaman tersebut adalah sebagai berikut: (a) masuknya arus investasi di kawasan ini relatif lambat, (b) masuknya inovasi teknologi di kawasan ini relatif lambat, (c) semakin mudahnya pelaku-pelaku pasar global mengeksploitasi pasar (konsumen) di kawasan ini, serta (d) semakin mudahnya kepentingan-kepentingan ‘moral hazart politis’ mengeksploitasi masyarakat di kawasan ini. Berdasarkan hasil analisis matriks evaluasi faktor internal (EFI) dapat diketahui keberadaan ‘dukungan potensi’ dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembangkan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ di era otonomi daerah, berada dalam katagori ‘kuat secara internal’. Berdasarkan hasil analisis matriks evaluasi faktor eksternal (EFE) dapat diketahui keberadaan ‘dukungan potensi’ dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembangkan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ di era otonomi daerah, berada dalam katagori ‘kuat secara eksternal’. Dapat diketahui bahwa alternatif kebijakan yang dapat dipandang tepat (efektif dan efisien) atau grand strategy kebijakan, dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembangkan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ di era otonomi daerah, adalah ‘strategi SO’. Srategi SO adalah strategi yang menggunakan basis potensi faktor-faktor kekuatan internal yang dimiliki untuk meraih peluang-peluang eksternal yang ada. Mendasarkan pada temuan dalam penelitian ini, maka setidaknya dapat disarankan 2 (dua) hal penting, yaitu sebagai berikut: (1) guna mengembangkan ‘inisiasi’ dan ‘stimulisasi’ dalam kerangka mewujudkan keinginan mengembangkan wilayah Tapal Kuda (WTK) menjadi ‘satu kesatuan daerah perencanaan’ di era otonomi daerah, strategi yang dapat dipandang tepat (efektif dan efisien) yang seyogyanya ditempuh oleh oleh para pihak yang berkepentingan terhadap gagasan ini (stakeholders), adalah sebagai berikut: “dengan menggunakan argumentasi: (a) keterkaitan dengan sejarah Kerajaan Majapahit, (b) sebagai jalur pelayaran & perdagangan penting di jaman Hindia Belanda, (c) sebagai kawasan istimewa bagi sejumlah partai politik, (d) memanfaatkan forum-forum ulama Tapal Kuda, (e) bahwa kawasan Tapal Kuda telah dikenal secara luas (regional maupu nasional), (f) adanya harapan-harapan penciptaan nilai tambah ekonomi dari jembatan Suramadu, (g) memiliki potensi perairan (laut) cukup besar, (h) mulai ada kesadaran stakeholders di lingkup Pemerintah Kabupaten/Kota akan pentingnya kerjasama antar daerah, (i) sebagai kawasan sentra penghasil tembakau, dan (j) adanya dukungan banyak hasil-hasil kajian akademis terkait wilayah Tapal Kuda, untuk meraih dukungan stakeholders di lingkup: (a) Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam lingkup wilayah Tapal Kuda, (b) Pemerintah Propinsi Jawa Timur, dan (c) Pemeritan Pusat, dan (2) diperlukan adanya penelitian lanjutan guna merumuskan alternatif ‘model daerah perencanaan’ (region planning model) yang dapat dipandang tepat (efektif dan efisien) guna diterapkan (diimplementasikan) di wilayah Tapal Kuda (WTK) Provinsi Jawa Timur tersebut, pada khususnya model daerah perencanaan pengembangan kawasan ekonomi terpadu.(*) | en_US |
dc.description.sponsorship | lemlit unej | en_US |
dc.publisher | stranas-2012 | en_US |
dc.relation.ispartofseries | stranas;2012ST011 | - |
dc.subject | GRAND STRATEGY | en_US |
dc.subject | WILAYAH TAPAL KUDA | en_US |
dc.subject | OTONOMI DAERAH | en_US |
dc.title | GRAND STRATEGY GUNA MEWUJUDKAN WILAYAH TAPAL KUDA DI JAWA TIMUR MENJADI SATU KESATUAN DAERAH PERENCANAAN DI ERA OTONOMI DAERAH | en_US |
Appears in Collections: | LRR-Hibah Strategis Nasional |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
Bab-0. Heri Alfian. LAP. AKHIR. Stranas 2012-s.pdf | 308.81 kB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.