Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/96405
Title: Prinsip Kekuatan Hukum Mengikat Perjanjian Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015
Authors: RATO, Dominikus
FAHAMSYAH, Ermanto
SARAGIH, Tiurlan Roma Artha
Keywords: Perjanjian Perkawinan
Issue Date: May-2018
Series/Report no.: 140720201011;
Abstract: Hasil kajian yang diperoleh bahwa : Pertama, Sebagai sebuah ikatan lahir dan batin, suami dan istri harus saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya dan membantu mencapai kesejahteraan spriritual dan materiil. Bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dimusyawarahkan dan diputuskan bersama antara suami dan istri. Kesepakatan atau perjanjian yang dilakukan dengan cara musyawarah tersebut dapat dilakukan oleh suami dan istri, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 29 Ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Kedua pihak (seorang pria dan wanita) atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama, kesusilaan, serta syarat-syarat sahnya perjanjian. Perjanjian perkawinan tersebut harus dibuat atas persetujuan bersama, dengan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Petugas Pencatat Perkawinan, sebelum perkawinan itu berlangsung atau pada saat perkawinan berlangsung dan perjanjian perkawinan tersebut mulai berlaku sejak perkawinan itu dilangsungkan. Kedua, Akibat hukum pembuatan akta perjanjian perkawinan setelah kawin sebelum dan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 terhadap status harta bersama dan pihak ketiga yang dibuat di hadapan Notaris antara lain : adanya perubahan terhadap status harta suami-istri yang semula merupakan harta bersama, menjadi harta pribadi masing-masing suami-istri sesuai dengan yang disepakati dan didasarkan dalam penetapan dari Pengadilan dan perjanjian perkawinan yang dibuat setelah kawin yang berlaku dan mengikat kepada kedua belah pihak yang membuat dan mengikat pihak ketiga sepanjang Penetapan pembuatan perjanjian perkawinan setelah kawin tersebut tidak merugikan pihak ketiga. Akibat hukum pembuatan akta perjanjian perkawinan setelah kawin pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 terhadap status harta bersama dan pihak ketiga adalah pembuatan perjanjian perkawinan setalah kawin terhadap status harta bersama inheren (berkaitan erat) dengan waktu mulai berlakunya perjanjian tersebut. Kemudian akibat hukum pembuatan perjanjian perkawinan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi berlaku dan mengikat pihak ketiga. Pembuatan perjanjian perkawinan demikian itu tidak boleh merugikan pihak ketiga. karena pembuatan perjanjian perkawinan sepanjang perkawinan berlangsung membawa akibat hukum terhadap perubahan status hukum harta benda yang terdapat atau diperoleh di dalam perkawinan tersebut. Konsep kedepan terhadap pelaksanaan perjanjian perkawinan dalam memberikan kepastian hukum bahwa Perjanjian perkawinan dapat dibuat sebelum, pada saat dan setelah perkawinan dilangsungkan;Pembuatan perjanjian perkawinan sepanjang perkawinan tidak boleh merugikan pihak ketiga. Untuk itu harus ada tata cara yang harus ditempuh sebelum dibuatnya perjanjian perkawinan tersebut untuk memberi kesempatan kepada pigak ketiga yang ingin mengajukan keberatannya atas pembuatan perjanjian perkawinan tersebut, misalnya dengan melakukan pengumukman di surat kabar yang terbit di kota tempat tinggal dan tempat perkawinan tersebut dilangusngkan yang peredarannya luas ; Perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan mulai berlaku sejak perkawinan dilangusngkan, akan tetapi para pihak dapat menentukan di dalam perjanjian perkawinan tersebut saat mulai berlaku perjanjian perkawinan yang bersangkutan, misalnya mulai berlaku terhitung sejak tanggal pembuatan perjanjian perkawiann tersebut. Selain itu Pencatatan perjanjian perkawinan yang dibuat sepnjang perkawinan masih menjadi persoalan karena belum adanya ketentuan mengenai pencatatannya. Oleh karena masih adanya permasalahan mengenai pencatatan perjanjian perkawinan tersebut, dapat mengakibatkan tidak dapat dilakukannya pencatatan atas perjanjian perkawinan yang telah dibuat. Perjanjian perkawinan yang tidak dicatat mengakibatkan perjanjian perkawinan tersebut tidak mengikat pihak ketiga dan hanya berlaku diantara para pihak.
URI: http://repository.unej.ac.id//handle/123456789/96405
Appears in Collections:MT-Science of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
TIURLAN ROMA ARTHA SARAGIH, S.H.- 140720201011_.pdf1.49 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.