Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/91704
Full metadata record
DC Field | Value | Language |
---|---|---|
dc.contributor.advisor | Harianto, Aries | - |
dc.contributor.advisor | Efendi, Aan | - |
dc.contributor.author | PUTRA, Fendi Aditya Sutomo | - |
dc.date.accessioned | 2019-08-13T06:39:21Z | - |
dc.date.available | 2019-08-13T06:39:21Z | - |
dc.date.issued | 2019-08-13 | - |
dc.identifier.nim | NIM170720101001 | - |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/91704 | - |
dc.description.abstract | Dalam sistem alih daya (outsourcing) terdapat 3 pihak yakni pemberi pekerjaan, perusahaan pemborong pekerjaan atau penyedia jasa pekerja dan pekerja/buruh itu sendiri. Hubungan kerja hanya pada pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa pekerja yang dituangkan dalam perjanjian kerja tertulis. Perjanjian kerja dapat berbentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (selanjutnya disebut PKWT/Pekerja Kontrak) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (selanjutnya disebut PKWTT/Pekerja Tetap). Perbedaan penafsiran dialami oleh pekerja/buruh dan pemberi kerja mengenai perintah langsung dan tidak langsung yang tidak mempunyai hubungan kerja, pekerja merasa tidak mempunyai perlindungan hukum untuk statusnya kedepan apakah masih akan bekerja diperusahaan yang sama maupun perusahaan berbeda dalam satu proyek yang sama dengan perjanjian PKWT/kontrak maupun PKWTT/Permanen dalam hal ini hak mendapatkan pesangon ataukah terus bekerja dikarenakan ketidakjelasan siapa pimpinan sesunggunhya. Hubungan kerja berdasarkan Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Hal inilah yang memunculkan disharmonisasi pasal 65 ayat 2 huruf b dengan Pasal 28 D ayat (1 dan 2) UUD RI 1945. Dari latar belakang tersebut maka peneliti mengangkat judul tesis: “Prinsip Kepastian Hukum Hak Pemberi Kerja Untuk Memberikan Perintah Kepada Pekerja Dalam Sistem Alih Daya (Outsourcing)”. Tujuan penelitian tesis ini terbagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu: Pertama, mengkaji, menganalisis dan menjelaskan ratio legis hak pemberi kerja untuk memberikan perintah kepada pekerja dalam sistem alih daya (outsourcing) yang secara hukum tidak memiliki hubungan kerja. Kedua, mengkaji, menganalisis dan menjelaskan hak memberikan perintah kepada pekerja dalam sistem alih daya (outsourcing) berdasarkan prinsip-prinsip hubungan kerja. ketiga, mengkaji, menganalisis dan menjelaskan konsep pengaturan kedepan agar hak pemberi kerja dalam sistem alih daya (outsourcing) sesuai dengan prinsip - prinsip hubungan kerja. Metode penelitian yang dipergunakan untuk memperoleh bahan hukum dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang memberikan penjelasan sistematis aturan yang mengatur suatu kategori hukum tertentu, menganalisis hubungan antara peraturan menjelaskan daerah kesulitan dan mungkin memprediksi pembangunan masa depan. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum, penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi hukum, teori atau konsep baru sebagai preskriptif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan historis (historical approach) serta pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian dalam tesis ini terbagi menjadi 3 (tiga) yang merupakan jawaban atas rumusan masalah. Pertama, ratio legis hak pemberi kerja untuk memberikan perintah kepada pekerja dalam sistem alih daya (outsourcing) yang secara hukum tidak memiliki hubungan kerja, disebutkan dalam ketentuan pasal 3 ayat 2 (b) Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2012 Tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain yakni sebatas untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan dan hal ini dapat disebutkan dalam perjanjian kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerja/buruh nya. Kedua, hak memberikan perintah kepada pekerja dalam sistem alih daya (outsourcing) bertentangan dengan prinsip - prinsip hubungan kerja dikarenakan tidak adanya hubungan kerja dengan dalam perjanjian kerja, namun untuk menciptakan prinsip kepastian hukum masing-masing pihak dapat disebutkan hak memberikan perintah dalam isi perjanjian kerja baik dalam bentuk PKWT/Pekerja kontrak ataupun PKWTT/Pekerja Permanen antara perusahaan outsourcing dengan pekerja/buruhnya sehingga perintah yang diberikan dapat terukur sesuai yang diperjanjikan kedua belah pihak. Ketiga, dalam konsep kepastian hukum kedepan pengaturan hak pemberi kerja dalam sistem alih daya (outsourcing) yang sesuai dengan prinsip-prinsip hubungan kerja dapat dilakukan dengan melakukan revisi/perubahan sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum saat ini. Revisi/perubahan yang dimaksud dalam hal ini adalah pada UU Ketenagakerjaan tentang pengaturan sistem alih daya (outsourcing). Hal tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum perlindungan pekerja outsourcing yang diwujudkan dalam perjanjian kerja, serta menghindari multitafsir terhadap peraturan perundang-undangan. Pada bagian akhir penelitian ini penulis akan memberikan saran. Pertama, pemerintah lebih mengoptimalkan peranan pengawasan melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mengawal, pendampingan, sosialisasi serta melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan-perusahaan outsourcing secara berkala bersama dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dengan Serikat Pekerja Indonesia (SPSI) supaya aturan dan pelaksanaannya berjalan berdampingan dan mengoptimalkan peran lembaga kerjasama tripartit yang terdiri dari (Pemerintah, SPSI, dan APINDO). Kedua, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi segera menginstruksikan dinasnya di berbagai kabupaten/kota untuk memerintahkan perusahaan outsourcing mencatatkan perjanjian kerjanya untuk memastikan isi perjanjian sesuai regulasi yang ada, dalam hal ini mewujudkan kepastian hukum pekerja/buruh. Ketiga, Pemerintah untuk segera membuat regulasi jenis-jenis pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang yang kedepannya bisa menjadi acuan yang lebih jelas dan terukur terhadap pekerjaan yang bisa di outsourcing sehingga prinsip kepastian hukum dapat terwujud dengan baik. | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.relation.ispartofseries | 170720101001; | - |
dc.subject | Outsourcing | en_US |
dc.subject | Sistem Alih Daya | en_US |
dc.subject | Hak Pemberi Kerja | en_US |
dc.title | Prinsip Kepastian Hukum Hak Pemberi Kerja Untuk Memberikan Perintah Kepada Pekerja Dalam Sistem Alih Daya ( Outsourcing) | en_US |
dc.type | Thesis | en_US |
Appears in Collections: | MT-Science of Law |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
FENDI ADITYA SUTOMO PUTRA, S.H. - 170720101001_1.pdf | 922.46 kB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.