Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/90915
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorSAMSUDI-
dc.contributor.advisorLAILI FURQONI-
dc.contributor.authorANANTA, Dany-
dc.date.accessioned2019-05-20T02:07:48Z-
dc.date.available2019-05-20T02:07:48Z-
dc.date.issued2019-05-20-
dc.identifier.nim110710101066-
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/90915-
dc.description.abstractmengalami peningkatan, salah satunya kejahatan penganiayaan atau tindak pidana penganiayaan. Tindak pidana penganiayaan merupakan tindak pidana yang bertujuan untuk menimbulkan luka atau rasa sakit terhadap orang lain. Tindak pidana penganiayaan ini diatur dalam Pasal 351 KUHP. Pembelaan terpaksa yang sering dilakukan oleh korban kejahatan ini biasa tidak dipandang suatu perbuatan pembelaan terpaksa oleh beberapa orang sehingga banyak korban kejahatan menjadi tersangka karena ketidaktahuan dalam memahami pembelaan terpaksa tersebut. Hakim dalam mengadili perkara pidana harus melaksanakan tugasnya berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak siapapun di muka sidang pengadilan. Hakim dituntut untuk berdiri tegak di tengah-tengah mereka yang sedang berpekara. Putusan pengadilan yang tidak didasari dengan keyakinan hakim dapat menimbulkan ketidakpuasan dari salah satu pihak, baik dari penuntut umum atau dari pihak terdakwa karena merasa apa yang telah diputuskan oleh pengadilan tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan. Apabila hal tersebut terjadi akan membuat pihak yang tidak puas mengajukan upaya hukum, baik upaya hukum banding, upaya hukum kasasi hingga peninjauan kembali. Salah satu kasus yang menarik untuk dikaji dengan uraian adalah putusan kasasi Mahkamah Agung dalam tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan matinya orang lain (Putusan MA Nomor: 2023 K/PID/2011), Dari putusan yang diberikan Pengadilan Negeri Tuban tersebut kemudian Penuntut umum mengajukan permohmonan kasasi dengan akta kasasi No. 05/VIII/AktaPid/2011/PN.Tbn. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangkat 2 (dua) permasalahan yakni (1) Apakah alasan kasasi yang diajukan oleh penuntut umum sudah tepat ditinjau menurut Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP, (2) Apakah pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan terdakwa bukanlah merupakan tindakan pembelaan darurat (noodweer) sudah tepat ditinjau menurut Pasal 49 ayat 1 KUHP. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian Yuridis Normatif, Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) yang dalam hal ini berkaitan dengan alasan upaya hukum kasasi dan pertimbangan hakim yang diharapkan mampu untuk menjawab isu hukum yang diteliti, Sumber bahan yang digunakan adalah sumber bahan hukum (bahan hukum primer dan sekunder) dan non hukum serta menggunakan analisis bahan hukum dengan metode deduktif. Tinjauan pustaka yang menguraikan secara sistematis tentang teori dan pengertian-pengertian yuridis yang relevan dalam pembahasan ini, tinjauan pustaka meliputi Tindak Pidana Penganiayaan, Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan, Macam-macam Tindak Pidana Penganiayaan, Unsur-Unsur Tindak Pidana Penganiayaan, Pembelaan Terpaksa, Pengertian Pembelaan Terpaksa, Syarat-Syarat Pembelaan Terpaksa, Upaya Hukum Kasasi, Pengertian dan Tujuan Kasasi, Alasan Pengajuan Kasasi, Putusan Hakim, Pengertian Putusan dan Macam-Macam Putusan, Pengertian Judex Facti dan Judex Jurist, Pertimbangan Hakim, Pertimbangan Hakim Yang Bersifat Yuridis, Pertimbangan Hakim Yang Bersifat Non Yuridis, Mahkamah Agung, Wewenang Mahkamah Agung. Kesimpulan dari pembahasan ini adalah Alasan kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2023 K/PID/2011 yang ditinjau menurut Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP adalah tidak sesuai. Karena alasan yang diajukan oleh Penuntut Umum tersebut terkesan dipaksakan dan dibuat - buat agar dapat diajukan Upaya Hukum Kasasi. Pertimbangan dari Hakim Mahkamah Agung tentang Pembelaan Terpaksa (noodweer) yang dilakukan Terdakwa apabila ditinjau menurut Pasal 49 KUHP adalah salah dan keliru. Karena hakim tidak memperhatikan dan tidak mempertimbangkan syarat – syarat suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai Pembelaan Terpaksa (noodweer). Saran dari pembahasan ini adalah Hendaknya apabila seseorang ingin mengajukan suatu Upaya Hukum Kasasi perlu lebih mencermati alasan yang menjadi dasar suatu Upaya Hukum Kasasi tersebut diajukan, agar Upaya Hukum Kasasi yang diajukan tidak terkesan dibuat-buat atau dipaksakan, karena alasan yang dijadikan dasar tidak dipertimbangkan secara baik dan benar. Hendaknya seorang Hakim yang akan memutus suatu putusan perlu lebih hati-hati dan cermat, sehingga dalam pertimbangannya Hakim tidak melakukan kesalahan, oleh karena itu apabila Hakim kurang memahami suatu permasalahan hukum hendaknya dapat menghadirkan seorang ahli yang dapat membantu Hakim dalam memahami suatu permasalahan hukum atau setidaknya dapat melihat lebih banyak reverensi, dan kesalahan dalam melakukan pertimbangan dapat dihindari.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectANALISIS YURIDISen_US
dc.subjectMAHKAMAH AGUNGen_US
dc.subjectJUDEX FACTIen_US
dc.subjectPIDANA PENGANIAYAANen_US
dc.subjectMENGAKIBATKAN MATINYA ORANG LAINen_US
dc.titleANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG YANG MEMBATALKAN DAN MENGADILI SENDIRI PUTUSAN JUDEX FACTI DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG LAIN (M.A Nomor 2023 K/PID/2011)”.en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
DANY ANANTA-110710101066.pdf677.9 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools