Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/90703
Title: Penyelesaian Penguasaan Harta Waris Secara Melawan Hak Melalui Putusan Perdamaian (Studi Putusan Nomor 86/PDT.G/2017/PN.KDR)
Authors: YASA, I Wayan
ANDINI, Pratiwi Puspitho
NUGROHO, Tio Prasetyo
Keywords: Harta Waris
Putusan Perdamaian
Issue Date: 26-Apr-2019
Series/Report no.: 130710101228;
Abstract: Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa, Sengketa kewarisan yang terjadi di masyarakat umumnya terjadi apabila harta warisan dikuasasi, dimiliki atau telah dijual oleh salah satu ahli waris tanpa persetujuan ahli waris lainnya, perbedaan pendapat, adanya benturan kepentingan dan tindakan beberapa pihak yang mengulur pembagian warisan dengan motif tertentu. Perkara sengketa waris akan diperiksa di pengadilan melalui proses ajudikasi. Sebelum itu majelis hakim harus menawarkan penyelesaian sengketa melalui perdamaian sesuai Pasal 130 HIR dan 154 RBg agar putusan tidak batal demi hukum. Penyelesaian sengketa melalui perdamaian di pengadilan dilakukan dengan mediasi dan dibantu oleh seorang mediator baik dari kalangan hakim pengadilan maupun mediator dari luar pengadilan. Adakalanya penyelesaian sengketa dapat dilakukan di luar pengadilan, dengan adanya perdamaian sehingga dibuatlah akta perdamaian untuk memberi kekuatan hukum Berdasarkan hasil kesimpulan dapat dikemukakan bahwa, Pertama Penguasaan objek waris secara melawan hak dalam Putusan Pengadilan Negeri Kediri Perkara Nomor 86/Pdt.G/2017/PN.Kdr dalam kategori sebagai perbuatan melawan hukum, karena Tergugat Puji Santoso tanpa alas hak yang sah menguasasi tanah milik para ahli waris sehingga digugat oleh pemilik yang sah dalam hal ini milik almarhum Sastrowidjojo R (suami) dan Rr. Issutjiarti (isteri), dengan para ahli waris Murgiana Larmuwati, Agustin Istikawati, Wulandari, Marsudiono, dan Sigit Setiawan WS selanjutnya disebut sebagai Para Penggugat. Kedua, Putusan damai di luar pengadilan yang dapat dimohonkan akta perdamaian pada dasarnya telah sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia menyangkut tanah warisan yang dikuasasi oleh pihak lain tanpa alas hak yang sah. Penyelesaian sengketa tersebut berhasil diselesaikan melalui musyawarah oleh Para Penggugat dan ergugat yang kemudian dituangkan dalam akta perdamaian. Untuk memperoleh kekuatan hukum, akta perdamaian tersebut dimohonkan penetapan ke Pengadilan Negeri Kediri untuk memperoleh kekuatan hukum yang kuat dan tetap. Ketiga, Kekuatan hukum akta perdamaian dalam sengketa bagi para pihak yang membuatnya bahwa dapat disamakan dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Menurut Pasal 130 ayat (2) HIR, akta perdamaian memiliki kekuatan sama seperti putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan terhadapnya tidak dapat diajukan banding maupun kasasi. Akta perdamaian juga mempunyai kekuatan eksekutorial, Karena telah berkekuatan hukum tetap, akta perdamaian tersebut langsung memiliki kekuatan eksekutorial. Saat putusan tersebut tidak dilaksanakan, maka dapat dimintakan eksekusi kepada pengadilan. Putusan akta perdamaian tidak dapat dibanding, karena berkekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi, maka terhadap akta perdamaian tidak dapat diajukan banding maupun kasasi. Bertitik tolak kepada permasalahan yang ada dan dikaitkan dengan kesimpulan di atas, dapat diberikan beberapa saran, bahwa Pertama, bagi masyarakat, hendaknya jika terjadi perselisihan atau sengketa waris dalam keluarga dapat diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat bagi kepentingan bersama. Dengan penyelesaian secara musyawarah diharapkan ikatan kekeluargaan dan persaudaraan dalam keluarga tidak terpecah belah dengan adanya sengketa waris sehingga kerukunan dan kebersamaan dapat tetap terjaga dengan baik. Kedua, Bagi pemerintah hendaknya hendaknya dapat menggalakkan dan mensosialisasikan berikut membantu upaya penyelesaian sengketa waris di luar pengadilan. Apabila terjadi perbedaan pendapat atau permasalahan menyangkut waris dalam keluarga maka dapat diselesaikan secara musyawarah dengan meminta pendapat kepada notaris/PPAT, kepala desa, ulama atau pihak lain yang terkait untuk dapat dimintakan saran-saran sesuai dengan aturan-aturan atau hukum. Ketiga, Jika masih juga terdapat perdebatan maka langkah terakhir adalah mengajukan ke pengadilan.
URI: http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/90703
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
TIO PRASETYO NUGROHO - 130710101228_.pdf1.25 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools