Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/88399
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorSOETIJONO, Iwan Rachmad-
dc.contributor.advisorMUHSHI, Adam-
dc.contributor.authorUTAMI, Setiawati Hemas-
dc.date.accessioned2018-11-22T02:58:06Z-
dc.date.available2018-11-22T02:58:06Z-
dc.date.issued2018-11-22-
dc.identifier.nimNIM130710101231-
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/88399-
dc.description.abstractNotaris dan PPAT merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat suatu akta otentik yang kewenangannya diatur oleh peraturan perundang – undangan yang berlaku saat ini. Selain itu Notaris dan PPAT merupakan profesi hukum yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mendapatkan kepastian hukum dan menjamin perlindungan hukum. Kedua profesi ini saling berkaitan satu sama lain, karena pada kenyataannya Notaris biasanya merangkap jabatan pula dengan PPAT. Di mana diantara salah satu kewenangannya adalah membuat akta tentang pertanahan. Karena kewenangannya dalam membuat akta tentang pertanahan, maka akta tersebut dapat menjadi dasar untuk melakukan pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan. Baik pendaftaran tanah untuk pertama kali maupun pemeliharaan data pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah yang dilakukan di kantor pertanahan seharusnya dilakukan oleh pemohon atau pemegang hak atas tanah tersebut. Tetapi pada kenyataannya pemohon atau pemegang hak yang telah menggunakan jasa hukum notaris dan PPAT untuk membuat akta otentik yang berkaitan dengan tanah, menunjuk notaris atau PPAT untuk melakukan pendaftaran tanah di kantor pertanahan. Sedangkan kewenangan untuk mendaftarkan tanah tidak tercantum dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan PP Nomor 24 Tahun 2016 perubahan atas PP Nomor 37 Tahun 1998. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: pertama, apakah Notaris dan PPAT berwenang menerima kuasa dari klien sebagai pemegang hak dalam mengurus surat – surat tanah. Kedua, bagaimana hubungan hukum antara Notaris dan PPAT dengan klien yang dalam hal ini klien sebagai pemberi kuasa dalam mengurus surat – surat tanah. Tipe penelitian yang digunakan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif. Tipe ini dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang bersifat formil seperti undang-undang, peraturan-peraturan serta literatur yang berisi konsep-konsep teoristis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi. Dalam skripsi ini peraturan yang digunakan yaitu, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2004 jo. Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan PPAT, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. Hasil pembahasan dan kesimpulan dari skripsi ini yakni bahwa Notaris berwenang untuk menerima kuasa dari klien untuk mengurus surat – surat tanah terkait pendaftaran tanah apabila Notaris menerima kuasa secara tertulis yang diberikan oleh klien. Sedangkan dalam hal ini PPAT tidak dapat menerima kuasa dari klien untuk melakukan pengurusan surat – surat tanah terkait pendaftaran tanah karena adanya larangan untuk melakukan pengurusan surat – surat tanah terkait pendaftaran tanah. Kewenangan PPAT yang berkaitan dengan pendaftaran tanah yang terbatas pada membuat akta tentang pertanahan dan menyampaikan akta yang telah dibuatnya kepada Kantor Pertanahan. Notaris yang dalam hal ini berwenang menerima kuasa dari klien memiliki hubungan hukum yang dilandasi oleh surat kuasa yang diberikan klien kepada Notaris. Karena adanya hubungan hukum antara Notaris dengan klien, maka melekat hak dan kewajiban diantara klien dan Notaris. Sedangkan PPAT yang dalam hal ini tidak berwenang menerima kuasa tidak memiliki hubungan hukum dengan klien. Maka karena tidak adanya hubungan hukum diantara PPAT dengan klien, tidak melekat hak dan kewajiban diantara PPAT dengan klien. Saran penelitian ini adalah: Pertama, perlu adanya regulasi yang mengatur tentang kewenangan Notaris dan PPAT sehingga tidak terjadi kontraiksi antara aturan mengenai jabatan Notaris dan jabatan PPAT. Serta perlu adanya regulasi yang mengatur tentang kewenangan Notaris dan PPAT terkait dengan pengurusan surat – surat tanah di Kantor Pertanahan. Kedua, adanya pemisahan antara jabatan fungsional Notaris dan PPAT agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan diantara keduanya.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries130710101231;-
dc.subjectNotarisen_US
dc.subjectSurat - Surat Tanahen_US
dc.titleKewenangan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Mengurus Surat – Surat Tanahen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
SETIAWATI HEMAS UTAMI - 130710101231_.pdf1.38 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools