Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/85911
Full metadata record
DC Field | Value | Language |
---|---|---|
dc.contributor.advisor | OHOIWATUN, Y. A Triana | - |
dc.contributor.advisor | HALIF | - |
dc.contributor.author | PRASETYO, Eko Surya | - |
dc.date.accessioned | 2018-06-22T08:07:50Z | - |
dc.date.available | 2018-06-22T08:07:50Z | - |
dc.date.issued | 2018-06-22 | - |
dc.identifier.nim | NIM140710101471 | - |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/85911 | - |
dc.description.abstract | Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berpengaruh terhadap kompleksitas suatu tindak pidana, sehingga diperlukan adanya perlakuan khusus dalam upaya pengungkapan tindak pidana salah satunya dengan menjadikan alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah. Secara legalitas pengakuan alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana pertama kali diakui dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian diikuti oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Meskipun kedua undang-undang tersebut mengakui secara legalitas alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah, namun keduanya memiliki bentuk formulasi pengakuan yang berbeda. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengakui alat bukti elektronik sebagai perluasan alat bukti petunjuk, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang alat bukti elektronik berdiri sendiri bukan bagian dari alat bukti yang lain. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah pertama, Apakah perbedaan kebijakan formulasi alat bukti elektronik dalam undang-undang tindak pidana korupsi dan undang-undang tindak pidana pencucian uang ditinjau dari ratio legis pembentuk undang-undang?. Kedua, Bagaimanakah implikasi yuridis kebijakan formulasi alat bukti elektronik dalam undang-undang tindak pidana korupsi dan undang-undang tindak pidana pencucian uang ditinjau dari pemenuhan minimal alat bukti dalam Pasal 183 KUHAP?. Metode penelitian skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. Adapun pendekatan masalah yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach). Sumber bahan hukum meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Berdasarkan ratio legis pembentukan undang-undang tindak pidana korupsi dan undang-undang tindak pidana pencucian uang yang diperoleh dari proses pembahasan undang-undang tersebut tidak ada pembahasan mengenai alasan mendasar terkait kedudukan alat bukti elektronik sebagai petunjuk dalam undangundang tindak pidana korupsi serta alat bukti elektronik yang berdiri sendiri dalam undang-undang tindak pidana pencucian uang. Pembentuk kedua undang-undang tersebut hanya menjelaskan dua alasan mendasar dalam mengakui alat bukti elektronik yaitu sebagai bentuk antisipasi dari perkembangan teknologi dan informasi yang berpotensi dijadikan media dalam melakukan tindak pidana serta sebagai upaya intensif untuk mengungkap tindak pidana. Dengan alasan yang sama tanpa adanya alasan yang mendasar terhadap perbedaan kedudukan alat bukti elektronik tersebut menunjukkan bahwa bentuk pengakuan alat bukti elektronik merupakan kebijakan terbuka (open legal policy) bagi pembentuk undang-undang, sehingga kedudukan alat bukti elektronik dapat diubah dengan berdasarkan pertimbangan yang strategis dalam mempercepat proses pengungkapan tindak pidana. Perbedaan pengakuan alat bukti elektronik memiliki implikasi hukum yang berbeda pula. Alat bukti elektronik sebagai perluasan alat bukti petunjuk dalam undang-undang tindak pidana korupsi memiliki kedudukan yang berbeda dengan alat bukti elektronik yang berdiri sendiri dalam undang-undang tindak pidana pencucian uang. Alat bukti elektronik sebagai perluasan alat bukti petunjuk memiliki kedudukan yang lebih lemah dari alat bukti lain yakni keterangan saksi, surat, keterangan ahli maupun keterangan terdakwa. Hal ini didasarkan dari karakteristik alat bukti petunjuk. Sebagaimana alat bukti petunjuk umumnya, alat bukti elektronik dalam pembuktiannya hanya dapat digunakan dalam keadaan yang sangat mendesak apabila hakim belum mendapat alat bukti minimum atau belum mendapatkan keyakinan atas suatu tindak pidana. Alat bukti elektronik sebagai perluasan alat bukti petunjuk juga menjadikan alat bukti elektronik sebagai alat bukti tidak langsung (circumtantial evidence) yang hanya bersifat sebagai pelengkap (accesories evidence) yang baru dapat digunakan apabila memiliki persesuaian dengan alat bukti petunjuk lainnya. Di sisi lain alat bukti elektronik sebagai alat bukti petunjuk membawa konsekuensi bahwa alat bukti ini hanya didasarkan pada penilaian hakim sehingga keputusan untuk menyandarkan putusannya terhadap alat bukti elektronik menjadi otoritas penuh dari hakim tersebut. Sedangkan alat bukti yang berdiri sendiri dalam undang-undang tindak pidana pencucian uang bersifat mandiri yang tidak terikat dengan alat bukti lain dalam penggunaannya. Apabila alat bukti elektronik tersebut telah memenuhi syarat materiil dan syarat formil maka alat bukti tersebut dapat langsung digunakan sebagai alat bukti yang sah. Ditinjau dari prinsip minimum pembuktian, alat bukti elektronik yang berdiri sendiri telah memenuhi satu alat yang sah sedangkan alat bukti elektronik sebagai perluasan alat bukti petunjuk masih harus memiliki kesesuaian dan keterkaitan dengan alat bukti lain untuk dapat dijadikan alat bukti yang sah. | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.relation.ispartofseries | 140710101471; | - |
dc.subject | FORMULASI ALAT BUKTI ELEKTRONIK | en_US |
dc.subject | UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI | en_US |
dc.subject | UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG | en_US |
dc.title | KEBIJAKAN FORMULASI ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG | en_US |
dc.type | Undergraduat Thesis | en_US |
Appears in Collections: | UT-Faculty of Law |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
EKO SURYA PRASETYO - 140710101471_.pdf | 663.84 kB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.
Admin Tools