Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/82850
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorKhoidin-
dc.contributor.advisorZulaika, Emi-
dc.contributor.authorKARTIKA, NILUH OKA DIAN-
dc.date.accessioned2017-10-30T03:25:43Z-
dc.date.available2017-10-30T03:25:43Z-
dc.date.issued2017-10-30-
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/82850-
dc.description.abstractPemberian kuasa mutlak tersebut dalam praktek menjadi suatu klausul dan syarat yang umumnya dicantumkan dalam akta-akta perjanjian yang dibuat oleh para notaris sebagai partai akta, salah satu diantaranya adalah akta perjanjian pengikatan jual beli, dimana dalam prakteknya sering timbul masalah jika kuasa tersebut dilakukan oleh penjual kepada pembeli, sebagai bagian dari perjanjian pengikatan jual beli itu sendiri. Adapun pemberian kuasa mutlak khususnya terhadap tanah dalam akta perjanjian pengikatan jual beli yang pada hakekatnya adalah pengalihan hak tidak bertentangan dengan Pasal 37 jo Pasal 38 jo Pasal 39 Peraturan Pemerintah 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Peralihan dan Pembebanan Hak. Lebih lanjut kuasa mutlak disebutkan dalam Instruksi Mendagri Nomor 14 tahun 1982 tanggal 6 Maret 1982. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai kuasa mutlak sebagai dasar dalam pemindahan hak atas tanah. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Apakah makna dan tujuan dibuatnya kuasa mutlak ? ; (2) Apakah kuasa mutlak dapat digunakan sebagai dasar pemindahan hak atas tanah ? dan (3) Bagaimana keabsahan penggunaan kuasa mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah. Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya hukum lingkup hukum perdata. Tujuan khusus dalam penulisan adalah untuk memahami dan mengetahui : (1) makna dan tujuan dibuatnya kuasa mutlak (2) kuasa mutlak sebagai dasar pemindahan hak atas tanah dan (3) keabsahan penggunaan kuasa mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidahkaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual dan studi kasus dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa, Pertama Maksud dan tujuan adanya kuasa mutlak adalah sebagai bentuk persetujuan dengan mana seorang memberi kekuasaan kepada seseorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982, tanggal 6 Maret 1982 tentang larangan penggunaan kuasa mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah, kuasa mutlak itu harus mempunyai 3 unsur yaitu : (1) Objek dari kuasa itu adalah tanah, (2) Kuasa tersebut mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa dan (3) Kuasa tersebut memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanah serta melakukan perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya, dan pada hakekatnya merupakan suatu hak atas tanah. Kedua, Kuasa mutlak sebagai tindak lanjut dari perjanjian pendahuluan dalam peralihan hak atas tanah masih dapat diberlakukan karena belum terpenuhinya syarat-syarat untuk melangsungkan jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Para pihak yaitu pihak penjual dan pembeli untuk sementara dapat menunda pembayaran pajak sampai batas yang dikehendaki mereka atas pajak penghasilan (PPh) yang diwajibkan oleh penjual berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 bagi pihak pembeli yaitu pajak atas bea perolehan hak atas tanah dan bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001. Dengan dikeluarkannya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14/1982, terdapat kemacetan dalam pengurusan surat-surat tanah yang memakan waktu cukup lama, sehingga pemakaian kuasa mutlak sangat diperlukan, hanya saja harus disesuaikan dengan isi Surat Direktur Jenderal Agraria Nomor 594/1492/AGR tanggal 31 Maret 1982 dan isi Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14/1982. Hal tersebut menyebabkan terdapat banyak macam akta mengenai kuasa mutlak dalam perjanjian jual beli seperti misalnya akta kuasa dibuat terpisah dari akta perjanjian jual belinya. Ketiga, Kedudukan kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah yang dibuat dihadapan Notaris tidak pernah dilarang oleh Undang- Undang dan masih sangat dibutuhkan di kalangan masyarakat. Klausula “…tidak dapat dicabut kembali…” haruslah tercantum secara jelas dalam suatu akta kuasa mutlak dan menjadi satu kesatuan dengan akta perjanjian jual beli untuk menghindari terjadinya masalah dikemudian hari. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14/1982 menyebutkan tentang kuasa mutlak yang dibenarkan dan kuasa mutlak yang tidak dibenarkan. Kuasa mutlak yang dibenarkan adalah kuasa mutlak yang tertera dalam akta yang dibuat dihadapan notaris Pasal 3 Akta Perikatan Jual Beli, kuasa mutlak yang tertera dalam akta yang dibuat dihadapan PPAT Akta Jual Beli, kuasa mutlak yang tercantum dalam APHT dan hipotik. Kuasa mutlak yang tidak dibenarkan adalah surat kuasa yang objek kuasa adalah tanah, surat kuasa tidak boleh dicabut atau dibatalkan walaupun oleh Pasal 1813 KUHPerdata, penerima kuasa sudah bertindak seakan-akan pemilik. Saran yang dapat diberikan bahwa, Pertama Disarankan agar Notaris/PPAT diberi pengetahuan yang benar tata cara dalam pemakaian kuasa mutlak yang mengikuti perjanjian jual beli. Karena masih sangat dibutuhkan sebaiknya klausula “kuasa tidak dapat dicabut kembali” haruslah tetap dipakai dalam pemakaian kuasa mutlak. Hal tersebut untuk menjaga kepentingan pihak pembeli dan ketertiban hukum tetap terjaga. Dan alangkah baiknya eksistensi kuasa mutlak sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1982 diatur tersendiri dan secara rinci. Kedua kepada Notaris dalam membuat akta perjanjian yang menggunakan kuasa mutlak harus lebih berhati-hati dan harus lebih jeli dalam melihat kepentingan pihak penjual maupun pembeli. Notaris/PPAT dalam melaksanakan tugas jabatannya berkewajiban untuk memberikan penerangan-penerangan yang lengkap dan jelas mengenai akibat-akibat hukum dari tiap-tiap perjanjian yang dibuatnya, serta dalam hal memberikan pelayanan dan jasa kepada pihak-pihak sejauh mungkin menghindarkan terjadinya sengketa dikemudian hari agar terciptanya suatu kepastian hukum khususnya dibidang pertanahan sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectKUASA MUTLAKen_US
dc.subjectPEMINDAHAN HAK ATAS TANAHen_US
dc.titlePENGGUNAAN KUASA MUTLAK SEBAGAI PEMINDAHAN HAK ATAS TANAHen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
NILUH OKA DIAN KARTIKA.pdf1.31 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools