Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/81098
Title: PEMBATALAN PERKAWINAN POLIANDRI YANG MELEWATI BATAS WAKTU PEMBATALAN ( STUDI PUTUSAN NOMOR : 3317/Pdt.G/2011/PA.Bdg)
Authors: Sugijono
Nuzulia Kumala Sari
HANDAYANI, DEWI WIGATI
Keywords: PEMBATALAN PERKAWINAN
POLIANDRI
Issue Date: 14-Aug-2017
Abstract: Penulisan skripsi ini pada dasarnya dilatar belakangi oleh adanya suatu permasalahan dalam pembatalan perkawinan. Dalam pengertian pasal 1 Undangundang perkawinan nomor 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga dapat diketahui bahwa perkawinan merupakan sesuatu hal yang sakral dan bersifat kekal. Akan tetapi pada prinsipnya perkawinana dapat pula diajukan pembatalannya, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Seperti contoh kasus dalam putusan nomor 3317/Pdt.G/2011/PA.Bdg. Dimana dalam kasus tersebut pembatalan perkawinan yang diajukan oleh seorang istri yang melakukan poliandri, namun pada saat pengajuannya sudah melewati jangka waktu pembatalan. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulian skripsi ini yaitu; pertama, Apakah pengajuan pembatalan perkawinan poliandri yang diajukan oleh istri dapat diterima, meskipun sudah melewati batas waktu pembatalan. Kedua, Apa akibat hukum pembatalan perkawinan bagi suami dan istri karena alasan poliandri. Ketiga, Apakah pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan gugatan perkara nomor 3317/Pdt.G/2011/PA.Bdg sudah sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974. Tujuan penulisan dari skripsi ini, secara umum yakni sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang hukum, untuk menuangkan suatu pemikiran ilmiah dibidang hukum, untuk memenuhi dan melengkapi syarat dan tugas akademis yang diperlukan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jember. Adapun tujuan khususnya untuk mengetahui dan memahami apakah pengajuan pembatalan perkawinan poliandri yang diajukan oleh istri dapat dikabulkan, meskipun sudah melewati batas waktu pembatalan, akibat hukum dari pembatalan perkawinan bagi suami dan istri karena alasan poliandri, dan pertimbangan hukum hakim yang digunakan untuk memutus perkara nomor 3317/Pdt.G/2011/PA.Bdg apakah sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Metode penelitian skripsi ini menggunakan tipe penulisan yuridis normatif (legal research) dimana setiap permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini terfokus pada kaidah-kaidah dan norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah yang digunakan, penulis menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach). Pada tinjauan pustaka terdapat empat pokok bahasan yang dijelaskan, yang pertama menjelaskan pengertian perkawinan, syarat-syarat perkawinan dan tujuan perkawinan. Yang kedua menjelaskan pengertian pembatalan perkawinan, alasan dilakukannya pembatalan perkawinan, jangka waktu dan pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan. Yang ketiga menjelaskan pengertian poliandri. Yang keempat menjelaskan pengertian putusan, dan macam-macam putusan. Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil pembahasan, pada kasus perkara perdata nomor 3317/Pdt.G/2011/PA.Bdg, adalah pengajuan pembatalan perkawinan poliandri yang diajukan oleh seorang istri, dapat diterima meskipun sudah melewati batas waktu pembatalan dengan berdasarkan pada Undangundang nomor 48 tahun 2009 pasal 10 ayat 1 tentang kekuasan kehakiman yang menyatakan bahwa pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Sehingga meskipun dalam kasus ini pengajuan pembatalan perkawinan yang dilakukan sudah melewati batas waktu pembatalan, pengajuannya tetap dapat diterima dalam peradilan. Akibat hukum terhadap suami dan istri dari suatu pembatalan perkawinan yaitu putusnya ikatan perkawinan, menghilangkan kewajiban sebagai suami istri, serta menjadikan perkawinan tersebut tidak sah dan dianggap tidak pernah ada atau dengan kata lain berarti perkawinan tersebut telah batal demi hukum. Berkaitan dengan status harta bersama, ketentuan pasal 28 ayat 2 huruf b Undang-undang Perkawinana nomor 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa keputusan tidak berlaku surut terhadap suami istri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadap harta bersama bila pembatalan perkawinan didasarkan atas perkawinan lain terlebih dahulu. Adapun pertimbangan hukum hakim yang digunakan pada kasus perkara nomor 3317/Pdt.G/2011/PA.Bdg yaitu pasal 2 ayat 1, pasal 3 ayat 1 dan pasal 9 Undang-undang Perkawinana No.1 Tahun 1974 jo. Pasal 40 huruf a Kompilasi Hukum Islam, dengan demikian telah cukup bukti alasan gugatan penggugat. Selain itu pertimbangan hakim juga dipengaruhi dengan tidak hadirnya tergugat selama persidangan, sehingga gugatan penggugat dikabulkan dengan vestek. Saran yang diberikan penulis dalam skripsi ini yaitu, Hendaknya bagi para pihak seharusnya sebelum melaksanakan suatu perkawinan, wajib terlebih dahulu mengetahui prosedur serta syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan, sehingga sah menurut hukum agama dan hukum negara. Karena pada dasarnya tujuan sebuah pernikahan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhahan Yang Maha Esa. Hendaknya bagi petugas pencatat perkawinan kantor urusan agama lebih berhati-hati dan teliti dalam memeriksa kelengkapan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh kedua calon suami istri sebelum melangsungkan perkawinan, agar tidak terjadi pembatalan perkawinan.
URI: http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/81098
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
DEWI WIGATI HANDAYANI_1.pdf1.38 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools