Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/80363
Full metadata record
DC Field | Value | Language |
---|---|---|
dc.contributor.author | Anoegrajekti, Novi | - |
dc.date.accessioned | 2017-07-18T05:30:37Z | - |
dc.date.available | 2017-07-18T05:30:37Z | - |
dc.date.issued | 2017-07-18 | - |
dc.identifier.isbn | 978-602-61439-1-4 | - |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/80363 | - |
dc.description | Proceedings The 1st Intercultural Communication through Language, Literature, and Arts (ICELA) 2017 | en_US |
dc.description.abstract | Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) merupakan ajang promosi seni, budaya, dan pariwisata daerah Banyuwangi yang diselenggarakan oleh pemerintah Kabupaten Banyuwangi. BEC dimaksudkan memberikan warna lain terhadap nilai budaya lokal Banyuwangi dengan mengangkat seni budaya Banyuwangi dalam kemasan kontemporer dan untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Banyuwangi. Pada acara BEC (2011), para peserta bebas memodifikasi pakaian bertema 3 kesenian: gandrung, damarwulan, dan kundaran. BEC (2012) menampilkan barong, BEC (2013) bertema kebo-keboan, BEC (2014) bertema ritual seblang, BEC (2015) bertema pengantin Using, dan BEC (2016) bertema Sri Tanjung-Sidopekso. Perdebatan pelaksanaan BEC ditanggapai oleh Bupati Banyuwangi sebagai “jembatan” untuk mempertemukan modernitas dan lokalitas. Cara pandang tersebut merupakan bentuk kesadaran hibrid dalam memandang masa lalu tradisional dan kehidupan modern yang hadir di Banyuwangi secara bersamasama. Kajian relasi kuasa dalam tiga peristiwa budaya di atas memperlihatkan ekspresi lintas budaya dan hubungan asimetris dari kekuatan politik. Melalui kajian hibriditas kritis –konsep hibriditas menunjukkan bahwa setiap proses budaya mengandung percampuran dan interaksi lintas batas– dapat membahas bagaimana lokal-global berinteraksi. Dalam berbagai ekspresi lintas budaya, perebutan kepentingan lokal, nasional, dan global berkontestasi dan terus saling berinteraksi secara dinamis untuk diartikulasikan dalam pendidikan dan kebudayaan. Identitas budaya yang lintas batas terefleksi melalui modifikasi seni dan konstruksi. Keterbukaan dalam menerima pluralisme dapat membuka ruang-ruang pemahaman identitas budaya yang majemuk. Sebagai sebuah produk, budaya hibrid merupakan bentuk perpaduan dan harmonisasi yang diciptakan melalui kebijakan pemerintah dalam mempertemukan modernitas dan lokalitas dalam ruang negosiasi yang terus-menerus. | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.subject | HIBRIDITAS | en_US |
dc.subject | negosiasi | en_US |
dc.subject | identitas | en_US |
dc.subject | relasi kuasa | en_US |
dc.title | BANYUWANGI ETHNO CARNIVAL: KEBIJAKAN KEBUDAYAAN, HIBRIDITAS SENI, DAN POLITIK RUANG GLOBAL-LOKAL | en_US |
dc.type | Prosiding | en_US |
Appears in Collections: | LSP-Conference Proceeding |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
F.IB_Prosiding_Novi A_Banyuwangi Ethno.pdf | 1.86 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.