Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/77823
Full metadata record
DC Field | Value | Language |
---|---|---|
dc.contributor.advisor | SUGIJONO | - |
dc.contributor.advisor | SARI, Nuzulia Kumala | - |
dc.contributor.author | PUTRI, Ranta Tri Wardani | - |
dc.date.accessioned | 2016-11-16T01:14:27Z | - |
dc.date.available | 2016-11-16T01:14:27Z | - |
dc.date.issued | 2016-11-16 | - |
dc.identifier.nim | NIM120710101215 | - |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/77823 | - |
dc.description.abstract | Hasil dari penelitian ini adalah, berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim, perkawinan almarhum AMAQ P dan HH alias INAQ SI dinyatakan sah karena sudah dilaksankan sesuai syariat agama dan tercatat di Pengadilan agama. Meski tidak ada bukti tertulis bahwa INAQ P (istri pertama) memberikan izin suami untuk berpoligami, Hakim menilai perkawinan antara almarhum AMAQ P dan HH alias INAQ SI berjalan baik dan tidak ada upaya pembatalan perkawinan dari pihak INAQ P (isteri pertama). Dan menurut Penulis, Majelis Hakim sudah tepat dalam menilai bahwa istri kedua berhak untuk mendapatkan bagian dari harta bersama. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Kewajiban suami terhadap istri kedua, dan pembagian harta terhadap istri pertama dan istri ke dua ditinjau menurut Pasal 65 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kesimpulan dari pembahasan skripsi ini adalah, Keabsahan perkawinan bagi istri kedua dari perkawinan poligami, sebelum adanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditentukan berdasarkan ketentuan perkawinan agama. Perkawinan bagi istri dari perkawinan poligami tetap sah meski tidak dicatat dan mendapat izin pengadilan. Syarat sahnya perkawinan masih didasarkan hanya pada syarat perkawinan menurut agama. Jika syarat dan rukun perkawinan terpenuhi maka perkawinan tersebut sah. Sedangkan keabsahan perkawinan bagi istri kedua dari perkawinan poligami yang dilakukan setelah adanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah tidak sah apabila tidak memenuhi syarat sahnya melakukan poligami, salah satu syaratnya adalah mendapatkan izin dari isteri/isteri-isterinya. Pertimbangan hukum Hakim memutus istri kedua sebagai ahli waris adalah berdasarkan Surat Annisa ayat 11-12, pasal 176 dan pasal 180 Kompilasi Hukum Islam, istri memiliki hak waris dari harta warisan suaminya. Bagian warisan untuk istri-istri yang perkawinannya memiliki anak sebesar 1/8 bagian dari harta warisan Almarhum Suaminya. Selain itu, secara tersirat, Majelis Hakim juga memutus berdasarkan Pasal 190 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa bagi pewaris yang beristeri lebih dari seorang, maka masing-masing isteri berhak mendapatkan bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya, sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya. Menurut penulis, Majelis Hakim sudah tepat dalam menilai bahwa istri kedua berhak untuk mendapatkan bagian dari harta bersama. | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.relation.ispartofseries | 120710101215; | - |
dc.subject | HAK WARIS | en_US |
dc.subject | POLIGAM | en_US |
dc.title | HAK WARIS ISTRI KEDUA DARI PERKAWINAN POLIGAMI (Studi Putusan NO.0221/Pdt.G/2013/PA.PRA) | en_US |
dc.type | Undergraduat Thesis | en_US |
Appears in Collections: | UT-Faculty of Law |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
RANTA TRI WARDANI PUTRI - 120710101215_.pdf | 1.16 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.
Admin Tools